Hingga saat ini, Zahir, Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Bupati (2018-2023), Calon Bupati Batubara (2024-2029) masih ditahan oleh Direktorat Reskrimsus Polda Sumut. Zahir ditangkap di rumah kediamannya, Kecamatan Limapuluh, Kabupaten Batubara, Selasa (3/9/2024) dinihari.
Zahir ditangkap setelah resmi mendaftarkan diri sebagai calon Bupati di KPU Batubara, Rabu (28/8/2024). Sebelumnya, Zahir disebut masuk daftar pencarian orang (DPO), lalu Zahir serahkan diri. Kemudian Zahir dapat mendaftarkan diri setelah penahanannya ditangguhkan Polda Sumut.
Kasus yang menjerat Zahir, terkait dugaan suap rekrutmen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Batubara tahun 2023. Kasus yang sama juga terjadi di Kabupaten Langkat, dan Mandailing Natal (Madina). Akan tetapi Zahir mendapat perlakuan “berbeda” dengan Jafar Sukhairi Nasution (Jafar), Bupati Madina, Ketua DPW PKB Sumut, dan Syah Affandin (Ondim), Plt. Bupati Langkat, Ketua DPW PAN Sumut.
Dukungan kilat PKB dan PAN untuk Cagub Sumut diduga ditukar kompensasi bebas bagi Jafar dan Ondim. Zahir diperlakukan berbeda karena bukan bagian dari partai politik (Parpol) yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus B. Zahir masuk Parpol Koalisi Indonesia Merdeka (KIM) Plus A, Blok Sumut, bukan Blok Medan.
Berdasarkan UUD 1945, Pasal 27 ayat 1, yang berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Gustav Radbruch menyebut nilai dasar hukum harus memberi keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Maka Zahir dengan alasan apapun tidak boleh mendapat perlakuan berbeda. Mengapa Zahir satu- satunya bupati yang dijadikan tersangka, sementara bupati lainnya yang telah diperiksa untuk kasus yang sama tetap aman? Apakah Polda Sumut menerapkan prinsip equality before the law?
Jika konstruksi kasus tersebut sama, dan pola peristiwa dugaan tindak pidana pun serupa, mengapa hanya Zahir yang dijadikan target? Zahir pun diperlakukan berbeda dengan Erwin Efendi Lubis, Ketua DPC Partai Gerindra, Ketua DPRD (2019-2024), Anggota DPRD Madina (2024-2029).
Erwin tidak pernah ditangkap dan ditahan dengan status tersangka pada kasus dugaan suap rekrutmen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Madina tahun 2023. Kasus Madina tersebut semakin istimewa karena Ketua DPRD nya tersangka namun tidak ditangkap dan ditahan, sementara bupatinya aman meski bolak balik diperiksa di Polda Sumut.
PDIP menghormati proses hukum yang sama dan adil bagi setiap warga negara. Maka Zahir tidak boleh diperlakukan berbeda dengan siapa pun. Semua bupati (aktif atau mantan) yang terlibat dalam perkara rekrutmen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di semua kabupaten harus ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap.
Semua calon bupati yang terlibat untuk kasus yang sama pun harus ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap, dan ditahan. Hukum tidak boleh dijadikan sebagai alat politik, untuk menjadi alat sandera dan pembunuhan karakter Zahir yang saat ini ikut Pilkada Batubara. Zahir tidak boleh dizalimi hanya karena partainya PDIP mengusung Edy Rahmayadi (bukan Blok Medan) sebagai calon Gubernur Sumut.
Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk memerintahkan Kapolri melakukan proses hukum yang fair dan adil untuk Zahir di Polda Sumatera Utara. Indonesia sebagai negara hukum harus bebas dan merdeka dari kepentingan politik dan kekuasaan. Bebas dari tekanan, intimidasi, dan kepentingan politik siapapun. (Penulis Adalah Kader PDI Perjuangan-Inisiator Koalisi Indonesia Merdeka (KIM) Plus A, Inisiator Blok Sumut. Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Posting Komentar