Oleh: Sutrisno Pangaribuan
Suara rakyat dan aspirasi kader PDIP (arus bawah) di Sumatera Utara (Sumut) ternyata didengar dan dipertimbangkan DPP PDIP. Nama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat (Djarot) selain masuk dalam bursa Pilkada Jakarta, keduanya juga disebut sedang diperhitungkan dan dipertimbangkan untuk maju di Pilkada Sumatera Utara (Sumut).
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Eriko Sotarduga (kembali) menyampaikan hal tersebut dalam jumpa pers di DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024). Eriko mengungkapkan ada 8 (delapan) nama yang disiapkan PDIP untuk maju di Pilkada Jakarta, termasuk Ahok dan Djarot.
Namun karena saat yang sama Sumut butuh perubahan mendasar, karena sedang “tidak baik- baik saja”, maka Ahok dan Djarot berpeluang ditugaskan ikut Pilkada di Sumut.
Jika mengacu pada 3 (tiga) Pilkada Sumut sebelumnya (2008, 2013, dan 2018), maka Paslon yang diusung sama sekali tidak ikut proses penjaringan dan penyaringan di DPD PDIP. Paslon Tri Tamtomo- Benny Pasaribu (2008), Effendi MS Simbolon -Djumiran Abdi (2013), dan Djarot- Sihar PH Sitorus (2018) sama sekali tidak mendaftar di DPD PDIP.
Mereka langsung diputuskan dan ditetapkan DPP PDIP. Semua diurus dan disiapkan oleh DPP PDIP, termasuk membangun kerjasama politik (koalisi) mengusung Paslon. Maka hal yang sama mungkin terjadi di Pilkada 2024.
Untuk DKI Jakarta atau Sumut. |
Menariknya, di ketiga Pilkada tersebut PDIP “berani” mengusung Paslon dari kader sendiri, meski harus koalisi dengan partai lain (kursi di bawah 20 persen). Pada Pilkada 2024 PDIP tidak perlu koalisi (kursi di atas 20 persen, yakni 21 dari 100 kursi), maka sangat mungkin Cagub dan Cawagub Sumut dari kader PDIP sendiri. Selain mengusung Paslon dari kader sendiri, PDIP juga konsisten mengusung Paslon nasionalis, sesuai karakteristik Sumut sebagai miniatur Indonesia. Pluralitas Sumut tercermin dan terakomodasi di setiap Paslon PDIP.
Berdasarkan informasi Eriko menyangkut kemungkinan mengutus Ahok dan Djarot ke Sumut, maka perlu diuji berdasarkan UU Pilkada. Dalam UU No.10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang- Undang, pada Pasal 7, ayat 2, huruf o, berbunyi: (2). Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (o). “Belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama.”
Ahok dan Djarot masing- masing tidak dapat maju sebagai calon wakil gubernur (cawagub) di daerah yang sama, yakni Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Namun Ahok dan Djarot masih dapat maju sebagai cawagub di daerah yang berbeda, seperti Sumut.
Maka ide memasangkan (kembali) Ahok- Djarot di Sumut tidak bertentangan dengan UU Pilkada. Pasangan Ahok- Djarot menjadi pasangan paling komplit dari pasangan manapun. Ahok dan Djarot pernah sama- sama anggota DPRD Kabupaten/ Kota, pernah sama- sama Bupati/ Wali Kota, pernah sama- sama Wakil Gubernur dan Gubernur, dan pernah sama- sama Anggota DPR RI.
Dengan track record komplit tersebut, maka Paslon ini berpeluang besar menang di Pilkada Sumut. Sebagai provinsi “para ketua”, Sumut yang dihuni oleh penduduk yang rasional akan terbuka menerima Paslon Ahok- Djarot.
Pengalaman dipimpin oleh pemimpin “biasa”, ingin diubah warga Sumut melalui Pilkada 2024. Paslon Ahok- Djarot bukan Paslon biasa, keduanya luar biasa dengan rekam jejak yang paripurna. Paslon Ahok- Djarot akan membuat Sumut Baru, Sumatera Utara yang bersih, aman, rukun, dan unggul.(Penulis Adalah Fungsionaris PDIP)
Posting Komentar