Simalungun, S24-Proses peradilan di negeri ini memang bisa diatur sesuai selera. Bahkan seorang advokat pun tak luput dari kriminalisasi peradialan antara kejaksanaan dan para hakim. Sepertinya oknum jaksa dan hakim sudah masuk angin oleh korban penganiayaan yang akhirnya menjebloskan advokat ke penjara. Bahkan dalam persidangan hakim dan jaksa enggan membuka alat bukti pembelaan dari terdakwa.
Lalu siapa gerangan advokat senior yang "dikriminalisasi"peradilan di Pengadilan Negeri Simalungun ini. Namanya tak asing lagi dikalangan pegiat keadilan di wilayah Pematangsiantar dan Simalungun. Ternyata berprofesi sebagai seorang advokat, bukan jaminan luput dari kriminalisasi peradilan.
Kurpan Sinaga SH, itulah korbanya. Mendekam selama dua bulan dipenjara karena kasus duganaan penganiayaan terhadap saksi korban Julianto Malau. Kasus dugaan perkelahian ini berawal dari kasus sengketa lahan di Bukit Indah Simarjarunjung (BIS), Kabupaten Simalungun.
Dalam proses persidangan, ada indikasi JPU korupsi fakta persidangan. Saksi korban alias pelapor Julianto Malau tidak ada mengalami luka, tapi JPU menuntut terdakwa untuk penjara 4 bulan. Lalu bagaimana kelanjutan persidangan kasus kontroversial di Pengadilan Negeri Simalungun perkara penganiayaan dengan terdakwa advokat Kurpan Sinaga SH? berikut laporan selengkapnya.
Tanya: Bagaimana sekarang proses perkaranya, coba Anda paparkan?
Jawab: Terkait tuntutan jaksa yang disampaikan pada sidang kemarin Senin 22 April 2024, saya dituntut 4 bulan penjara. Saya sungguh heran melihat Kejaksaan Negeri Simalungun ini. Saya sudah dipenjarakan dua bulan, saya didakwa menganiaya, katanya saya mendorong pelapor yang katanya membuat dia terjatuh dan luka kakinya dibawah lutut kaki kanan sampai berdarah-darah selebar 8x3 cm.
Ternyata dalam proses pembuktian sudah sampai pada tuntutan jaksa surat tuntutan tidak ada dijelaskan dimana posisi luka itu. Hanya menyebut bawah lutut kaki sebelah kanan, lho, bawah lutut sebelah mana? Sebelah depan? Sebelah belakang? Samping kanan atau kiri?
Kalau titik luka tidak jelas dimana berarti perkara tidak jelas. Ini saja semestinya perkara sudah gugur, kok masih menuntut saya penjara empat bulan? Seteledor itukah jaksa tidak menyebut posisi titik luka tapi menuntut orang masuk penjara? Bisa dipastikan jaksa tidak menyebutkan karena kalau disebut akan terang benderang peristiwanya tidak masuk akal.
Diuraikan dalam surat tuntutan dan dakwaan kalau terdakwa mendorong saksi korban dengan dua tangan di dada lalu terjatuh ke belakang, karena posisinya agak miring kekanan sehingga yang luka kaki kanan kena batu yang ada di tanah. Kalau begitu berarti lukanya harus di bagian belakang dong, selaku yang kena benturan saat jatuh.
Mengapa jaksa tidak berani menjelaskan tempat titik lukanya? Yang pasti setelah saya cek ke RSU Tuan Rindahaim Raya dibuka dokumen visum lembar gambar anatomi tubuh yakni kaki kanan ternyata lukanya di bawah lutut sebelah depan agak ke dalam atau kekiri.
Pertanyaannya, kalau jatuh ke belakang agak miring ke kanan berarti yang berbenturan ke tanah adalah sebelah belakang sisi kanan percis di seberang titik luka dalam gambar anatomi tubuh dokumen visum RS Tuan Rondahaim itu. Bagaimana mungkin batu ditanah membuat luka yang tidak berbenturan?
Berbenturan di bawah kok lukanya di atas? Selain itu, kalau titik luka itu dibicarakan akan tipis kemungkinan kalau luka itu ada, sebab dia memakai sepatu boat, tingginya hampir sampai ke lutut, dia juga menerangkan tinggi sepatu boatnya hampir sampai lutut, sementara katanya lukanya dibawah lutut sepanjang 8 cm, lebarnya 3 cm. Mana mungkin? Kecuali robek juga bagian atas sepatu boat itu. Rekayasanya sejak penyidikan amatiran tapi jaksapun ikut-ikutan, ada apa ini?
Tanya: Lalu proses kejanggalan dalam persidangan seperti apa? Coba Anda jelaskan!
Jawab: Hal yang sama fatalnya, adalah menyisihkan keterangan Ahli yang sudah nyata-nyata disampaikan di muka persidangan. Sudah jelas kalau sidang tanggal 1 April 2024 lalu agendanya keterangan ahli dari terdakwa, hadir memberi keterangan Ahli Pidana Prof. Dr. Jamin Ginting, SH MH dari UPH Jakarta, dan Ahli Forensik dr Renhard Hutahaean, SpF SH MH dari RSU Djasamen Saragih Pematangsiantar.
Namun dalam surat tuntutan sama sekali tidak disinggung baik nama maupun keterangan kedua ahli tersebut. Ini kan korupsi fakta persidangan. Ini keterlaluan. Apa alasan hukum menghilangkan bukti keterangan ahli Terdakwa itu? Kalau jaksa profesional semestinya dimuatlah keterangan ahli itu, bikin bantahan hukumnya, tidak dihilangkan seperti ini.
Kalau peristiwa penganiayaan itu memang benar mau sekaliber Prof Jamin Ginting yang tergolong barometer hukum nasionalpun tidak akan berpengaruh pada dakwaan. Kok takut kali Jaksa ini? Begitu juga Ahli Forensik yang memang jauh lebih tinggi bobotnya dari pada dokter pembuat visum yang bukan ahli, kepangkatan pun tidak ada, tidak berpengaruh kalau lukanya benar dan dituangkan apa adanya dalam visum.
Kenyataan dokter Tri Jusniarti itu pun tidak bisa menjelaskan tentang surat visum yang dibuatnya. Setiap pertanyaan Penasehat hukum dan saya jawabannya selalu tidak tahu. Jam berapa saudara melakukan visum? Tidak tahu. Siang atau malam? Tidak tahu. Berapa lama kira-kira luka itu terjadi sebelum Saudara obati? Tidak tahu.
Apa dasar Saudara mengatakan saksi korban tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari akibat luka itu dijawab tidak tahu. Bukankah gelap sekali surat visum itu? Ketika ditanya lagi apakah lukanya berdarah dijawab ya, bagaimana saat dia datang dijawab jalannya terpincang-pincang.
Dari keterangan saksi korban dia datang ke RS Pukul 22.00 WIB, terjadinya luka Pukul 18.00 WIB, apakah mungkin luka kecil di kaki berdarah terus dari Pukul 18.00 WIB sampai Pukul 22.00 ? Saksi korban sendiri menjelaskan kalau dia masih jualan tuak di warungnya sampai Pukul 19.00 WIB.
Saksi Dafitson Rajagukguk menerangkan habis peristiwa itu saksi korban Julianto Malau masih mengambil tuak atau "maragat". Terbukti tidak terganggu melakukan kegiatannya. Ketika saya tanya apakah Saudara ada surat tugas dari pimpinan lembaga tempat tugas untuk membuat surat visum, dijawab, ada tetapi tidak dibawa.
Boleh kami lihat besok ke kantor dijawab ya. Besoknya ternyata surat tugas yang mencantumkan namanya tidak dapat ditunjukkan. Sementara ahli forensik menyebut harus ada surat tugas. Foto luka juga tidak ada. Arre genne zaman foto luka untuk proses hukum tidak ada? Dokter forensik mengatakan harusnya foto luka ada untuk kelengkapan surat visum. Mungkin karena keterangan seperti ini maka keterangan dokter ahli forensik ini tidak disinggung dalam dakwaan.
Tanya: Keanehan dalam persidangan apa saya yang Anda ketahui?
Jawab: Sangat disesalkan surat visum sehancur inilah yang dijadikan pegangan oleh Jaksa dasar menuntut orang masuk penjara 4 bulan. Atas banyaknya kejanggalan perkara ini saya sudah protes mulai pada penyidik yang tidak mau menerima bukti video saya. Kasi di pengadilan saja nanti, katanya.
Di Kejaksaan juga begitu. Semestinya Jaksa memerintahkan penyidik mengakomodir bukti yang diajukan Tersangka, karena hal itu jauh hari sudah saya beritahu pada Kejaksaan melalui surat. Kalau bukti Tersangka memperlihatkan tidak ada peristiwanya ngapain dipaksakan, ya hentikan saja.
Kalau tidak bernilai bukti saya itu maka dakwaan akan lebih kuat, sehingga tidak perlu sampai begini, untuk mempertahankan dakwaan sampai membatasi pembelaan, bukti Terdakwa berupa keterangan ahli pun tidak disinggung dalam tuntutan.
Sungguh kejam, sudah tidak menerima bukti pembelaan dari saya ditangkap pulak saya dan ditahan. Ternyata di pengadilan Hakim pun tidak mau menerima bukti video saya. Tidak boleh karena tidak ada legalitasnya, kata hakim. Saya menjadi tidak paham penegakan hukum di republik ini. Warga negara mau membuktikan dirinya tidak melakukan kejahatan yang disangkakan tidak boleh.
Saya dibatasi untuk membela diri! Sedianya pengacara saya mau memutar video itu di persidangan dihadapan saksi korban dan saksi yang diajukannya untuk menunjukkan keterangannya tidak benar tetapi tidak jadi karena tidak dibolehkan hakim. Foto juga mau saya perlihatkan kepada mereka menunjukkan kaki saksi korban tidak ada luka tetapi juga tidak dibolehkan hakim.
Denah lokasi yang saya buatpun hendak saya perlihatkan untuk membuktikan keterangannya tidak benar tetap tidak jadi karena tidak dibolehkan hakim. Pembelaan saya banyak yang tersumbat. Kalau dibolehkan memang akan lebih telak lagi terbongkar kebohongan saksi korban dan saksi dia lainnya.
Tanya: Lalu menurut Anda, proses peradilan di PN Simalungun ini bagaimana?
Jawab: Semestinya langsung diproses hukum mereka itu sebagai saksi palsu sesuai KUHAP. Setelah hakim mengingatkan keterangannya yang bertentangan namun bertahan juga semestinya diperintahkan untuk di proses hukum sebagai saksi palsu.
Kenyataannya sebaliknya, karena keterangannya bertentangan satu sama lain kepada mereka dibuka satu kali sidang berikutnya untuk mengulangi keterangannya. Ruar biasa! Pada sidang berikutnya itu setelah keterangannya tidak bertentangan lagi, saat saya dan pengacara saya mau mencecar langsung diganggu terus oleh jaksa, keberatan...sudah ditanyakan itu...katanya.
Hakimpun mengatakan kalau itu keterangannya biarkan saja, jangan dipaksa. Lho, kita bukan memaksa, kita mau mendalami keterangannya apa benar atau bohong.
Jelasnya, alat bukti saya berupa foto, rekaman video dan keterangan ahli tidak muncul atau tidak terekam dalam tuntutan jaksa kemarin. Dan masih ada sejumlah keganjilan yang belum saya paparkan disini.
Tanya: Apa harapan Anda pada peradilan ini?
Jawab: Saya mencoba menaruh harapan pada Majelis Hakim. Kalau Jaksa tidak profesional begini dan sengaja tidak menampung bukti pembelaan yang diajukan terdakwa sudah saatnya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengevaluasi cara kerja mereka ini. Jangan warga negara dikorbankan dengan menyalahgunakan kekuasaan.
Kalau cara kerja seperti ini dibenarkan, mulai dari penyidikan terhadap saya ini dibolehkan, semua orang nanti akan bebas diciduk dan dijebloskan ke penjara. Soalnya bukti pembelaan yang diajukan boleh tidak diterima. Udah masuk oenjara, bukti pembelaan di pengadilan ditolak pulak. Kalau begini warga negara akan terancam terus. Ini akan mbuat masyarakat tidak percaya hukum. Ini bahaya.
Namun demikian saya menaruh kepercayaan pada Majelis hakim perkara ini, walaupun saya lihat mereka minim menggali fakta, bahkan ada hakim sama sekali tidak pernah bertanya pada saksi atau ahli, mereka itu sudah paham kalau perkara ini rekayasa dan tidak perlu panjang-lebar pembuktian sudah bisa langsung disimpulkan tidak benar dan harus ditolak. (S24-AsenkLeeSaragih)
Bukti Foto Dari Terdakwa Kurpan Sinaga SH
Posting Komentar