Efendy Naibaho melayat ke rumah duka alm Rudolf Pardede di Pardade Hall Medan, foto bersama Ibu Vera Tambunan, isterinya dan sahabatnbya, Nyonya Efendy Naibaho, Romida Hutagaol l Foto Warto Sinurat. |
(Ketua Umum Panitia Percepatan Provinsi Tapanuli/PPPT)
SAHABAT saya, Efendy Naibaho, mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara mengirim pesan melalui Whatsapp kepada saya untuk menulis artikel singkat terkait berita dukacita berpulangnya (wafatnya) Bapak Drs. Rudolf Pardede. Saya pun mencoba merenung sejenak, kemudian menemukan judul untuk saya tuliskan yaitu : Rudolf Pardede Dalam Kenangan Sumut (Sumatera Utara). Saya mulai dengan menulis rekam jejak alm. Drs. Rudolf Pardede.
Rudolf Pardede dilahirkan di Sakkar ni Huta, Balige, Sumatera Utara pada tanggal 4 April 1942. Anak ketiga dari Sembilan bersaudara buah hati perkawinan Prof. DR Tumpal Dorianus Pardede dan Hermina boru Napitupulu.
Pasangan ini mewariskan kekayaan yang sangat besar seperti perhotelan, rumah sakit, lembaga pendidikan, serta berbagai bidang usaha kepada keturunannya, termasuk Rudolf M Pardede.
Meskipun orangtuanya pengusaha yang sangat kaya, masa kecil Rudolf sebenarnya ditandai dengan kejadian seputar penjajahan Jepang dan perang Kemerdekaan antara tentara RI dan Sekutu, yang berdampak pada kesulitan yang dihadapi masyarakat.
Rudolf Sekolah
Ia tamat SD di Medan pada tahun 1954, SMP di Tanjung Pinang (tamat tahun 1957), SMA di Sukabumi (tamat tahun 1960) dan pendidikan sarjana ekonomi di Jepang (tamat tahun 1966)
Rudolf menikah dengan Vera Natari boru Tambunan, ia memperoleh empat orang anak: Yohana Pardede (almarhumah), Beby Fedy Camelia Pardede, Salomo Tabah Ronal Pardede, dan Josua Andreas Pardede.
Rudolf adalah suami kebanggaan dan penuh perhatian, tempat perlindungan dan meminta nasihat bagi anak-anaknya serta mengayomi saudara-saudaranya. Meskipun wajahnya terlihat keras, di mata Vera, Rudolf adalah orang yang sabar dan tidak suka marah.
Rudolf-Vera adalah pasangan harmonis yang menempatkan keluarga sebagai prioritas hidup. Dalam pengakuan Vera, Rudolf sangat dekat dan selalu ingin berjalan bersama.
Dari ketiga anaknya yang sudah berkeluarga, pasangan Rudolf dan Vera dikaruniai tiga orang cucu, yakni Yekesia, Kevin, dan Manuel Rafael Moses Pardede. Ada satu kebahagiaan tersendiri bagi Rudolf pada tanggal 8 Agustus 2007 lalu.
Cucunya yang ketiga, T D Manuel Rafael Moses Pardede, anak pertama Salomo Pardede lahir saat Rudolf menjabat gubernur. Cucu laki-lakinya yang lahir pada tanggal delapan, jam delapan pagi tahun 2007 itu memberikan dia kebahagiaan yang sempurna.
“Dia menjadi generasi ke-4 dari TD Pardede. Saya sudah lama menunggu kelahiran cucu saya. Ini merupakan salah satu anugerah Tuhan yang besar bagi kami selama menjabat gubernur, “ ujar Rudolf Pardede Dalam Bukunya Berkarya Di Tengah Gelombang.
Berkarya Di Tengah Gelombang
Di saat perusahaan keluarga T D Pardede sedang dalam puncak kejayaannya, ayahnya mengirim Rudolf belajar pertekstilan dan ekonomi perdagangan ke University of Kinki di Osaka City, Jepang. Tidak seperti kebanyakan mahasiswa Indonesia saat itu yang mendapatkan beasiswa dari Yayasan Pampasan Perang, sebagai orang kaya – Rudolf kuliah di sana atas biaya orangtuanya. Itu terjadi tahun 1960 saat Rudolf berusia 18 tahun.
Dari Wagubsu ke Gubsu
Rudolf menggantikan Gubernur Sumatra Utara, Rizal Nurdin yang tewas karena pesawat yang ditumpanginya jatuh pada tanggal 5 September 2005. Sebelumnya ia adalah Wakil Gubernur Sumatra Utara. Dari September 2005 hingga 8 Februari 2006, jabatannya adalah pelaksana harian Gubernur Sumatra Utara. Melalui Keputusan Presiden No. 27/2006, ia dikukuhkan sebagai Gubernur.
Ketika saya menduduki jabatan ini, saya berdoa kepada Tuhan agar diberikan kemampuan untuk dapat menjadi pemimpin yang arif dan bijaksana. Saya juga selalu meminta agar tidak dipermalukan.
Saya yakin doa-doa inilah yang memberikan kekuatan bagi saya dalam menjalankan roda pemerintahan ”Menurut Rudolf, dalam ketidakmampuannya, Tuhan membuka jalan baginya untuk menyelesaikan setiap masalah.
Dia yakin bahwa semua ini adalah kerja Tuhan, bukan kerjanya. Sebagai manusia biasa, dirinya tidak bisa berbuat apapun tanpa mengandalkan Tuhan. Dirinya tidak pernah merasa takut menghadapi apapun, karena Tuhan sudah menentukan garis tangannya.
Rudolf Pardede menjalankan tugas beratnya dalam memperjuangkan peningkatan pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan mengentaskan kemiskinan di Sumatera Utara. Suaranya tetap lantang dan tegar bisa berkelakar, ditengah-tengah tekanan politik maupun tugas-tugasnya yang berat.
Tiada akhir dari pengabdian.
Pengabdian tiada akhir, kalimat sederhana penuh makna. Itulah motto Drs. Rudolf M. Pardede, putra terbaik Sumatera Utara yang kini mencurahkan seluruh perhatian dan pengabdiannya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara. Sebelumnya saya menuliskan rekam Jejak almarhum Rudolf Pardede.
Senin, 3 Desember 2007, Rudolf M. Pardede, yang sudah teruji kepemimpinannya, meluncurkan buku biografi diawali dengan bedah buku “Berkarya di Tengah Gelombang”. Buku biografi Rudolf M Pardede tersebut merupakan hasil karya tulisan Ir. Jannerson Girsang dan kawan-kawan. Peluncuran buku ini diselenggarakan di Convention Hall Hotel Danau Toba International, Jalan Imam Bonjol, Medan.
Yang menarik dari isi buku tersebut, tidak sedikit pun ditemukan kata-kata yang menyakiti orang lain. Sehingga buku ini menarik untuk dibaca. Perjalanan sekaligus pengalaman hidup dari seorang anak pengusaha kaya, namun tak ingin terlihat kaya, sungguh merupakan contoh yang patut ditiru dan dipedomani dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Memasuki Usia 80-an, Kondisi Kesehatan Rudolf Semakin Menurun.
Memasuki usianya yang ke 80 an, kondisi kesehatan Rudolf semakin menurun. Beliau tidak banyak lagi melakukan aktivitasnya, bahkan beliau harus banyak berdiam dirawat di rumah sakit dan dirumahnya.
Beliau pun tidak bisa lagi menerima tamu untuk datang bertemu dengannya.
Tiga bulan lalu, saya datang ke rumah almarhum, untuk melihat kondisi kesehatan beliau, dan bermaksud untuk berbincang-bincang tentang provinsi tapanuli dan rencana launching buku Jokowi yang saya tulis.
Namun, putrinya Bebby mengatakan bahwa orangtuanya Rudolf Pardede tidak bisa lagi menerima tamu, karena sudah tidak mampu lagi untuk diajak berbincang dan berdiskusi.
“Bapak sudah tidak kuat lagi bang Yonge, kami pun anak-anaknya dan keluarga sudah tidak banyak lagi bisa berbincang-bincang dengan Bapak”, ujar Bebby.
Mohon didoakan Bapak, dan kami sekeluarga agar tetap kuat, tegar dan sabar. “Terkhusus saya sebagai anaknya perempuan yang setiap waktu harus dekat dan menjaga Bapak”, kata Bebby.
Rudolf Wafat
Pada Hari Selasa, 27 Juni 2023, Pukul 21.15 WIB, Rudolf Pardede pun kembali ke rumah Bapa di Sorga, di rumah sakit umum Siloam Medan.
Berikut pesan dan kesan yang disampaikan kepada almarhum Rudolf Pardede dan Keluarga :
1. Posdam Hutasoit (Tokoh Sumut, Mantan Anggota DPR RI Fraksi Golkar)
Selamat jalan pak Rudolf Pardede yang saya kenal, anda sudah mengabdi sebagai Gubernur Sumut.
Yang paling tidak bisa saya lupakan , kami berdua sebelum Alm menjabat Gubernur ketemu alm bpk TD PARDEDE tentang cara penerimaan seorang pejabat Negara (seorang Menteri ) pada saat mau nginap di Hotel Danau Toba .
Maaaf saya tdk ceritakan ttg dialog pd saat itu , terahir saya ketemu beliau 4 thn yg lewat , dgn kursi dorong di Plaza Senayan Coffee Victoria
Sekarang kawan saya ini sudah dipanggil Tuhannya , sekalipun lebih senior dia sangat hormat pada akrifis Mahasiswa dari Jakarta dan mengajak berdiskusi di dalam satu tempat tanpa media / wartawan tau ,,,,,,, UTK ITU SEMUA , SELAMAT JaLaN KAWAN KU tempat suduh disiapkan Tuhan kita yang lebih baik pada mu. ……… Salam Horas.(***)
Posting Komentar