Foto: Kolase Tribunmedan.com |
(Matra), Medan-Ketua Umum Horas Bangso Batak Lamsiang Sitompul SH MH, menjelaskan, sebagai ormas yang mendampingi sidang Pengadilan Militer Tinggi 1 Medan dalam kasus perkara pembunuhan Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus berharap agar terdakwa ditahan, dan dihukum seberat-beratnya dan dipecat.
“Secara menyeluruh agar Panglima TNI melakukan upaya untuk memperbaiki kondisi yang terjadi di tubuh TNI karena sering terjadi kekerasan dan pembunuhan yang melibatkan anggota TNI," katanya.
Kata Lamsiang Sitompul, pihaknya terus mengawal kasus ini hingga keadilan betul-betul didapatan ibunda mendiang Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus.
Sebelumnya sidang Pengadilan Militer Tinggi 1 Medan dalam kasus perkara pembunuhan Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus dilaksanakan di Jalan Ngumban Surbakti, Kota Medan, Rabu (11/1/2023). Sidang digelar untuk terdakwa Mayor Art Gede Henry Widyastana selaku mantan Danyon Den Arhanud 004/Dumai.
Agenda sidang kali ini menghadirkan pemeriksaan 3 orang saksi, yakni dr Fery Mardinus, Kepala Tata Usaha Pelayanan RSUD Dumai dr Bakri dan anggota Kodim 3020/Dumai, Serka Mubarok.
“Ya yang mulia korban Serda Sahat meninggal dunia diduga adanya penganiayaan fisik pada tanggal 10 November 2018 dan korban meninggal dunia," sebut Serka Mubarok di persidangan, Rabu (11/1/2023). Serka Mubarok saat itu sebagai tim kesehatan Detasmen Arhanud Rudal 004/Dumai.
Di hadapan Hakim Ketua Kolonel Sus Mustofa, SH MH, didampingi Hakim Anggota Kolonel Laut I Komang Suciawan, SH dan Hakim Anggota Kolonel Chk Arwin Makal, SH MH. Sedangkan Oditur Letkol Chk PR Sidabutar dan Panitera Mayor Dearby Peginusa, SH.
Serka Mubarok menjelaskan, dari tim kesehatan yang melakukan pemeriksan kesehatan kepada prajurit semua aturan harus tidak ada kekerasan fisik kepada prajurit Arhanud Rudal tersebut dan semua yang mengikuti pelatihan harus dalam keadaan sehat. “Jadi sebelum dicek. Kesehatannya harus baik semuanya," katanya.
Selanjutnya, karena kondisi korban lemah dan pingsan, tim kesehatan membawa korban melalui ambulance, namun saat hendak sampai ke RSUD Dumai, korban muntah mengeluarkan cairan bercampur lumpur dan terlihat juga ada luka di kaki sebelah kiri dan dada memar. “Dugaan adanya penganiayaan fisik kepada korban tersebut," tuturnya.
Padahal kondisi korban masih lemah dan dipaksa ikut latihan lari 10 K dan pingsan, sehingga latihan itu tidak maksimal untuk seorang prajurit yang alami sakit.
Dr Feri Mardinus mengaku hasil pemeriksan kesehatan korban masih sakit namun dipaksa untuk ikut latihan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
“Ada juga yang menelpon dari Datesmen Arhanud Rudal meminta kepada dokter rumah sakit kalau bisa penyebab meninggalnya korban gagal jantung. Namun sebagai dokter saya tidak mempunyai wewenang untuk masalah tersebut," ujarnya.
Minta Pertolongan Panglima TNI
Sementara keluarga korban yang ikut melihat agenda sidang mendengarkan keterangan saksi. Ibu Korban Sahat, Tioma Tambunan mengatakan, meminta kepada Hakim Ketua memberikan hukuman berat yakni pemecatan. Karena tidak punya hati nurani dan mencoreng institusi TNI - AD.
Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus meninggal dunia pada 10 November 2018 di RSUD Dumai setelah mendapat kekerasan dan luka tidak wajar.
Ibu korban Sahat, Tioma Tambunan, menceritakan jika kematian Serda Wira berawal saat almarhum tak mampu melanjutkan latihan dan dibawa masuk ambulans, namun pimpinannya di Detasemen Rudal 004/Dumai ngotot memaksa Serda Wira Anugrah Sitorus tetap mengikuti kegiatan.
Serda Sahat Wira Anugrah Sitorus bahkan dicemplungkan ke kanal sehingga darah dan gambut masuk ke paru-paru.
Saat persidangan, tangis histeris Tiorma Tambunan pecah meminta tolong kepada Panglima TNI dan Presiden, untuk keadilan atas meninggalnya anaknya Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus.
Tioma Tambunan tak terima keterangan saksi. Tioma saat diwawancara seusai persidangan, kembali menangis histeris.
Dirinya menjelaskan, perkara ini kembali digelar karena kedatangan Presiden RI Jokowi Dodo ke Bagan Batu. Menurutnya, dari kunjungan tersebut, awal mula Komandan korban menjadi dendam.
“Awalnya ini dari kunjungan bapak Presiden ke Bagan Batu, itulah awalnya dendamnya komandan itu ke kami sampai anak ku pingsan berulang ulang. Udah pingsan didirikan lagi, dipukulin lagi, didirikan lagi dipukulin lagi, itu tertulis disini (menujuk dakwaan)," jelas Tioma, Rabu (11/1/2023).
Tioma mengatakan, selama persidangan digelar, menurutnya tidak ada pihak yang mendukung keluarganya.
Ibu korban diduga penganiayaan ini pun mengatakan akan mengadu kepada Panglima Laksamana TNI Yudo Margono dan Joko Widodo.
“Semua orang itu, enggak ada yang melihat kami sebagai keluarga, tak ada yang memihak sama kami, kemana saya mengadu, hanya ke bapak Panglima sama bapak Presiden saya mengadu," kata Tioma sembari menangis histeris.
"Bapak... Bapak Panglima tolong saya..... Tolong saya Ibu ini bapak Panglima, enggak sanggup saya membaca ini semua bapak Panglima, enggak sanggup saya," pintanya sambil nangis tersedu-sedu.
Tak henti-hentinya Tioma menangis sembari memberikan penjelasan. Berulang kali dia terlihat tersedu-sedu. “Tolong saya bapak, sakit bapak, sakit kehilangan anak," tangisnya.
Lanjut Tioma sembari menangis, Ibu dari korban ini mengatakan telah menyurati Panglima TNI. “Saya sudah menyurati bapak Panglima, makanya kasus ini bisa diulang lagi," katanya.
Perempuan yang mengenakan kemeja bewarna putih itu pun berharap kepada Majelis hakim untuk menjatuhkan putusan kepada terdakwa dengan hukuman yang maksimal.
"Terdakwa ini harus dipecat, karena anakku udah dibiarkan dipukuli, anakku masuk rumah sakit gamau dia lihat," ujar Tioma.
Dilanjutkan Tioma, menurut Mahkamah Agung (MA), terdakwa harus bertanggung jawab dalam perkara ini bukan Letda Yhonrotua Rajagukguk yang sebelumnya telah menjalankan persidangan dan sudah mengajukan upaya hukum banding.
"Karena dari Mahkamah Agung, harus dia yang bertanggung jawab, bukan si Rajagukguk yang bertanggung jawab, harus komandan rudalnya katanya (MA)," tutupnya. (Matra/Berbagaisumber/Lee)
Posting Komentar