Focus Group Discussion Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi di gedung DPRD Provinsi Jambi, Jumat (25/2/2022). (Foto : Matra/HumasDPRDJambi).
(Matra, Jambi) – Konflik atau sengketa lahan antara petani dan investor masih sering terjadi di Provinsi Jambi, khususnya sengketa lahan antara petani dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan dan tanaman industri. Konflik lahan tersebut tidak hanya berpengaruh pada kesulitan petani meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga menghambat investasi.
Menyikapi persoalan tersebut, DPRD Provinsi Jambi saat ini berupaya keras menuntaskan berbagai konflik lahan di Provinsi Jambi. Melalui pembentukan Panitias Khusus (Pansus) Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi, pencarian solusi konflik lahan terus dilakukan.
Selain mempertemukan petani, pengusaha, Badan Pertanahan Nasional (BPN) di tingkat daerah dan pusat, Pansus Konflik DPRD Provinsi terus melakukan solusi lain menyelesaikan konflik lahan di Jambi. Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi bekerja secara marathon menjaring, mengumpulkan, memverifikasi dan mencari alternatif solusi atas berbagai kasus konflik lahan di Jambi.
Salah satu di antaranya, menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion) di Gedung DPRD Provinsi Jambi, Jumat (25/2/2022). FGD tersebut dimaksudkan mendengar saran dan masukan dari berbagai pihak terkait penyelesaian konflik lahan di Jambi.
FGD tersebut dihadiri Wakil Gubernur Jambi, H Abdullah Sani, unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Jambi, pemerintah kabupaten yang ada konflik lahan di wilayahnya, Lembaga adat, badan eksekutif mahasiswa (BEM), Lembaga swadaya masyarakat, pihak kementerian dan DPR RI.
Tampil sebagai pembicara pada FGD tersebut, Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, Sesditjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN RI, Hasan Basri, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Muhammad Said, Kapolda Jambi, Irjen Pol A Rachmad Wibowo, Danrem 042/Gapu Jambi, Brigjen TNI Supriono, Kajati Jambi, Sapto Subroto, SH, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jambi dan pakar hukum Universitas Jambi, Dr Helmi.
Ketua DPRD Provinsi Jambi, H Edi Purwanto membubuhkan tanda tangan pada spanduk komitmen penyelesaian konflik lahan Jambi seusai Focus Group Discussion Pansus KOnflik Lahan DPRD Provinsi Jambi di gedung DPRD Provinsi Jambi, Jumat (25/2/2022). (Foto : Matra/HumasDPRDJambi).
Hadirkan Pengusaha
Ketua Pansus Konflik Lahan DPRD Prtovinsi Jambi, Wartono Triyan Kusumo pada kesempatan tersebut mengatakan, pihaknya telah bekerja sekitar enam bulan menangani masalah konflik lahan di Jambi. Selama enam bulan terakhir, pihak Pansus KOnflik Lahan DPRD Provinsi Jambi menerima sekitar 105 kasus pengaduan konflik lahan. Setelah dibahas, konflik lahan yang mendapat prioritas penanganan sebanyak 25 kasus.
Menurut Wartono Triyan Kusumo, salah satu kesulitan yang dihadapi dalam proses penyelesaian konflik lahan, yakni kesulitan memanggil pihak manajemen atau pimpinanperusahaan. Seringkali pihak perusahaan hanya mengutus petugas hubungan masyarakat (humas) yang tidak dapat mengambil keputusan strategis.
“Jadi banyak perusahaan kurang kooperatif jika diundang. Semakin perusahaan tidak kooperatif, ini artinya sama saja dengan memelihara konflik lahan yang terjadi. Karena itu kami mohon dukungan pihak Polda Jambi, Kejaksaan Tinggi untuk menghadirkan perusahaan-perusahaan dalam setiap pembahsan konflik lahan,”katanya.
Sementara, Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto pada kesempatan tersebut mengharapkan Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi bisa menghasilkan rekomendasi penyelesaian konflik lahan yang bersifat jangka panjang dan dapat dilaksanakan bersama.
“Misalnya membentuk satuan tugas (atgas) penanganan konflik lahan Provinsi Jambi dengan anggota yang bisa diperluas. Selain aparat hukum, satgas penanganan konflik lahan bisa juga menyertakan anggota dewan dan Lembaga adat,”katanya.
Dikatakan, keterlibatan banyak pihak terkait dalam penyelesaian konflik lahan penting karena selain melalui pendekatan hukum, penyelesaian konflik lahan juga dapat dilakukan lewat pendekatan adat dan politik. Pendekatan hukum kalua bisa merupakan jalan terakhir penyelesaian konflik lahan.
“Bisa juga nanti satgas buat sekretariat bersama. Memang rumah untuk penyelesaian konflik. Jadi setiap ada demo ke DPRD bisa kita arahkan ke sana. Atau mungkin kita bisa bentuk unit pelaksana teknis dinas (UPTD) penanganan konflik, sehingga pembiayaanya bisa kita optimalkan,”jelasnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Sapta Subrata pada kesempatan tersebut mengatakan, pihaknya menginginkan konflik lahan di Jambi bisa diselesaikan secara adat karena sumber masalahnya berawal antara adanya perusahaan yang memiliki ijlzin perkebunan dan pertambangan di lahan masyarakat yang sudah menduduki tanah itu turun temurun.
Saat kuliah dulu, katanya, para mahasiswa sudah mengenal hukum adat. Karena itu sebisa mungkin tiap kasus konflik lahan diselesaikan di masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal masing masing yang melibatkan tokoh adat dan tokoh agama. Jadi tidak semua kasus klonflik lahan selalu dibawa DPRD, kejaksaan, polisi dan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kami juga berharap seluruh daerah ataupun para anggota dewan di sini membentuk kampung restoratif justice seperti di Sekancing, Merangin dan Sungai Abang, Kabupaten Sarolangun. Manfaatkan hukum adat dan mohon para kepala daerah peka terhadap sengketa di daerahnya sehingga cepat teratasi dengan baik,"paparnya.
Sapta Subrata lebih lanjut mengatakan, Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi harus melakukan berbagai strategi mengatasi konflik lahan mulai dari penyelidikan hingga mencari solusi. Langkah yang dapat dilakukan untuk itu, yakni mencari akar permasalahan, merumuskan dan memilih jalan keluar, membangun kesadaran, tindakan kebijakan dan melakukan perbandingan dalam hukum. Hal tersebut penting agar konflik lahan di Jambi bisa dituntaskan semuanya demi kesejahteraan petani dan kemajuan investasi. (Matra/Radesman Saragih).
Posting Komentar