Rakor tersebut turut dihadiri Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos,
MH, para pengusaha kehutanan, perkebunan sawit/karet dan pertambangan batu
bara. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi pada kesempatan tersebut memberikan
penghargaan kepada 25 perusahaan yang berkomitmen melestarikan lingkungan dan
memberi kontribusi pada pendapatan asli daerah (PAD) Jambi.
Menurut Al Haris, perusahaan – perusahaan pemegang izin
lingkungan hidup di Jambi selama ini masih ada yang kurang peduli terhadap
pelestarian lingkungan hidup dalam menjalankan usaha mereka. Hal tersebut
membuat kerusakan hutan, pencemaran air, kebakaran hutan dan lahan serta bencana
banjir sering terjadi di Jambi. Karena itu Al Haris mengajak perusahaan - perusahaan
besar yang bergerak di bidang usaha kehutanan, perkebunan dan pertambangan di
Provinsi Jambi tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
“Para perusahaan harus lebih serius lagi dalam memperhatikan
dan menjaga lingkungan hidup sekitar, khususnya dampak limbah perusahaan
terhadap kelestarian lingkungan. Kami melihat tidak jarang masih ada perusahaan
yang mengabaikan permasalahan lingkungan hidup ini. Kondisi seperti ini sangat
membahayakan lingkungan hidup sekitar karena terkena dampak dari limbah hasil
produksi perusahaan,”katanya.
Al Haris mengatakan, Rakor Bidang Lingkungan Hidup dengan
Perusahaan Pemegang Izin Lingkungan Hidup se-Provinsi Jambi tersebut merupakan
momen yang sangat tepat bagi perusahaan untuk melakukan kolaborasi memanfaatkan
limbah, terutama perusahaan kelapa sawit yang membangun teknologi biogas Palm
Oil Mill Effluent (POME).
“Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengubah limbah
kotor menjadi energi biogas maupun energy listrik perlu memperhatikan dampak
limbah terhadap lingkungan, khususnya terhadap pencemaran air Sungai Batanghari,”katanya.
Kontribusi
Al Haris pada kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi
terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang banyak memberikan kontribusi
bagi Jambi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan devisa negara. Hingga
kini perusahaan – perusahaan perkebunan kelapa sawit di Jambi telah mampu
mengekspor ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sekitar 2,8 juta ton/tahun.
Tingginya ekspor CPO tersbeut membuat Jambi masuk peringkat ketujuh nasional
pengekspor CPO.
“Namun di tengah upaya memacu produksi produksi CPO tersebut,
perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak boleh lengah terhadap kelestarian
lingkungan. Setiap peresahaan sawit di Jambi harus memperhatikan dan menjaga
lingkungan hidup. Jika perusahaan tidak mengolah limbah hasil produksi dengan
baik, hal tersebut akan menyebabkan pencemaran lingkungan,katanya.
Dikatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi memberikan
penghargaan terhadap keberhasilan perusahaan perkebunan kelapa sawit, karet, kehutanan
dan pertambangan di Jambi yang cukup konsisten memberikan kontribusi terhadap
pendapatan daerah dan devisa negara. Penghargaan tersebut diharapkan
meningkatkan motivasi para pengusaha meningkatkan kontribusi sekaligus melestariakn
lingkungan hidup.
“Pada kesempatan ini, kita juga memberikan reward (penghargaan)
kepada perusahaan yang selalu patuh dan rajin dalam membayar kontribusi
perusahaan kepada pemerintah daerah di Jambi. Kita berharap penghargaan ini motivasi
bagi para perusahaan lain untuk lebih memberikan kontribusinya kepada daerah
ini,”tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi,
Ir Sri Argunaini, MSi pada kesempatan tersebut mengatakan, Rakor Bidang Lingkungan
Hidup dengan Perusahaan Pemegang Izin Lingkungan Hidup se-Provinsi Jambi tersebut
bertujuan meningkatkan upaya perlindungan pengelolaan lingkungan hidup,
meningkatkan ketaatan pemegang izin lingkungan, meningkatkan kepedulian dunia
usaha terhadap isu perubahan iklim yang baru dan meningkatkan kepedulian sosial
pemegang izin lingkungan terhadap daerah yang merupakan kawasan proyek atau
daerah berdampak.
“Pertemuan ini sangat penting menyamakan persepsi dalam
melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta kepedulian
terhadap isu perubahan iklim. Pada kesempatan ini kita juga memberikan
penghargaan kepada 25 perusahaan yang telah banyak memberikan kontribusi terhadap
pendapatan asli daerah di Provinsi Jambi. Ke-25 perusahaan tersebut juga telah
berpartisipasi penuh dengan menguji pencemaran lingkungan di sekitar perusahaan
pada laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi,”katanya.
Sekitar 35.000 hektare bekas kebakaran hutan yang kini terlantar di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. Hamparan lahan tersebut kini diambil alih TNI dan akan dijadikan arena latihan militer. Gambar diambil baru-baru ini. (Foto : Matra/PenremGapuJambi). |
Kerusakan Lingkungan
Sementara itu berdasarkan catatan medialintassumatera.com
(Matra) selama ini, kerusakan lingkungan, khususnya kerusakan hutan di Jambi
banyak disebabkan eksploitasi hutan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit
dan pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Pembangunan perkebunan kelapa
sawit dan HTI membuat sering terjadinya kebakaran hutan dan penggundulan hutan.
Sedangkan pencemaran lingkungan hidup, khususnya pencemaran air Sungai
Batanghari dan anak-anak sungai di Jambi banyak disebabkan penambangan emas
secara liar atau ilegal.
Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi
Jambi, Rudy Syaf melalui Koordinator Divisi Komunikasi KKI Warsi, Sukmareni di
Jambi baru-baru ini mengatakan, sisa hutan di Provinsi Jambi saat ini hanya
sekitar 882.272 hektare (ha).
Luas hutan tersebut menurun drastis dibandingkan luas hutan
di Jambi tahun 1990 sekitar 2,8 juta ha atau tahun 2000 sekitar 1,9 juta ha.
Total luas kerusakan hutan di Provinsi Jambi selama 15 tahun terakhir sudah
mencapai 1,18 juta hektare (ha) atau 56 persen dari total 2,1 juta ha hutan di
daerah itu.
“Berkurangnya luas hutan di Jambi terjadi antara 2015-2016.
Hutan di Jambi berkurang dari 1.147.380 ha (2015) menjadi 970.434 ha (2016)
atau berkurang 176.946 ha (15,42 %). Sedangkan tahun 2017 sisa hutan di Jambi
hanya 920.730 ha dan tahun 2019 tersisa menjadi 900.173 ha,”katanya.
Dikatakan, kebakaran juga menjadi salah satu pemicu utama
kerusakan hutan di Jambi. Kerusakan
hutan akibat kebakaran di Jambi tahun 2015 mencapai 19.528 ha. Kemudian
karhutla di Jambi tahun 2019 mencapai 11.736 ha. Sedangkan karhutla di Jambi
tahun 2020 sekitar 558,43 ha dan tahun 2021 sekitar 173 ha.
Menurut Rudy Syaf, luas wilayah yang terdampak pencemaran dan
kerusakan akibat penambangan emas liar di Jambi tahun 2020 mencapai 39.557 ha
atau bertambah sekitar 5.725 ha dibandingkan tahun 2019 sekitar 33.832 ha.
Lokasi penambangan emas liar di Jambi berada dilima kabupaten, yakni Kabupaten
Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo dan Kerinci.
Dijelaskan, lokasi penambangan emas liar terluas di Kabupaten
Merangin, yakni mencapai 15.812 ha. Kemudian lokasi penambangan emas liar di
Kabupaten Sarolangun sekitar 15.254 ha, Bungo (5.611 ha), Tebo (2.851 ha) dan
Kerinci (29 ha).
Beberapa sungai yang menjadi lokasi penambangan emas liar di
Jambi antara lain, Sungai Langsisip, Sungai Alai, Batang Tebo, Batang Bungo,
Batang Napal, dan Batang Pelepat. Kemudian Sungai Tabir, Sungai Liki, Sungai
Air Orang, Batang Ngaol, Batang Tantam, Sungai Jernih, Batang Kibul, Sungai
Doce, dan Sungai Aur.
Penambangan emas liar juga terjadi di Sungai Batang Merangin
yang meliputi Sungai Tengko, Batang Mesumai, Sungai Serpih, Batang Sengat,
Batang Nilo, dan Batang Tantan. Kemudian di Sungai Batang Asai yang melingkupi
Batang Limun, Batang Melako, Batang Tangkui, Batang Duo, Batang Landur dan Batang Rengai.
Sementara itu aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Front
Mahasiswa Nasional (FMN) Jambi, Ismet Raja, salah satu usaha yang belakangan
ini banyak menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, yaitu penambangan
emas liar. Penambangan emas liar banyak ditemukan di kawasan hulu Sungai
Batanghari, yakni di Kabupaten Sarolangun dan Merangin. Penambangan emas liar
merusak dan mencemari lingkungan karena menggunakan alat berat (eskavator) dan
mercury (air raksa).
“Saat ini ada upaya pihak-pihak tertentu melegalkan
penambangan emas liar Jambi. Padahal seharusnya penambangan emas liar ditutup
karena merusak lingkungan. Dikaji secara akademis dan analisis dampak lingkungan
pun, penambangan emas liar tidak bisa dilegalkan. Usaha tersebut hanya
menguntungkan pemodal, cukong dan orang-orang tertentu saja. Sedangkan dampak
penambangan emas liar terhadap kerusakan lingkungan sangat besar,”katanya.
Menurut Ismet Raja, pihak DPRD dan pemerintah daerah di Jambi
harus bertindak tegas terhadap PETI dan perusahaan hutan, sawit dan
pertambangan yang merusak dan mencemari lingkungan.
Dijelaskan, penambangan emas liar di Jambi belakangan ini
terjadi secara massif (meluas) di Jambi, khususnya di Kabupaten Sarolangun dan
Merangin. Penambangen emas liar di kedua kabupaten tersebut telah menimbulkan
kerusakan hutan hingga 34.000 rusak.
Pencemaran akibat merkuri yang digunakan penambangan emas liar juga membuat air
Sungai Batanghari tidak dapat lagi digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Berdasarkan hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Jambi terjadap kondisi air Sungai Batanghari di 22 titik, mulai dari Kerinci
hingga Sarolangun, indeks kualitas air Sungai Batanghari hanya sekitar 51,5
poin. Karena itu seluruh kegiatan PETI di Jambi harus dihentikan. Izin
perusahaan hutan, sawit, karet dan tambang
yang merusak dan mencemari lingkungan juga harus dicabut,”tegasnya.
(Matra/Radesman Saragih).
Posting Komentar