. Perusahaan di Jambi Masih Sering Abaikan Kelestarian Lingkungan, Jutaan Hektare Hutan di Jambi Sudah Rusak

Perusahaan di Jambi Masih Sering Abaikan Kelestarian Lingkungan, Jutaan Hektare Hutan di Jambi Sudah Rusak


Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MH (enam dari kiri) dengan para pengusaha penerima penghargaan pada Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Lingkungan Hidup dengan Perusahaan Pemegang Izin Lingkungan Hidup se-Provinsi Jambi di auditorium rumah dinas Gubernur Jambi, Kota Jambi, Kamis (20/1/2022). (Foto : Matra/KominfoJambi).

(Matra, Jambi) – Perusahaan - perusahaan besar yang mengeksploitasi sumber daya alam di Provinsi Jambi masih sering mengabaikan kelestarian lingkungan hidup. Bahkan perusahan-perusahaan kehutanan, pertambangan dan perkebunan di Jambi masih ada yang merusak lingkungan, khususnya kerusakan hutan dan pencemaran air. 

Demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang kehutanan, pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit  dan karet di Jambi diminta meningkakan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan. 

Demikian salah satu pokok pikiran yang mencuat pada Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Lingkungan Hidup dengan Perusahaan Pemegang Izin Lingkungan Hidup se-Provinsi Jambi di auditorium rumah dinas Gubernur Jambi, Kota Jambi, Kamis (20/1/2022).

Rakor tersebut turut dihadiri Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MH, para pengusaha kehutanan, perkebunan sawit/karet dan pertambangan batu bara. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi pada kesempatan tersebut memberikan penghargaan kepada 25 perusahaan yang berkomitmen melestarikan lingkungan dan memberi kontribusi pada pendapatan asli daerah (PAD) Jambi.

Menurut Al Haris, perusahaan – perusahaan pemegang izin lingkungan hidup di Jambi selama ini masih ada yang kurang peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup dalam menjalankan usaha mereka. Hal tersebut membuat kerusakan hutan, pencemaran air, kebakaran hutan dan lahan serta bencana banjir sering terjadi di Jambi. Karena itu Al Haris mengajak perusahaan - perusahaan besar yang bergerak di bidang usaha kehutanan, perkebunan dan pertambangan di Provinsi Jambi tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

“Para perusahaan harus lebih serius lagi dalam memperhatikan dan menjaga lingkungan hidup sekitar, khususnya dampak limbah perusahaan terhadap kelestarian lingkungan. Kami melihat tidak jarang masih ada perusahaan yang mengabaikan permasalahan lingkungan hidup ini. Kondisi seperti ini sangat membahayakan lingkungan hidup sekitar karena terkena dampak dari limbah hasil produksi perusahaan,”katanya.

Al Haris mengatakan, Rakor Bidang Lingkungan Hidup dengan Perusahaan Pemegang Izin Lingkungan Hidup se-Provinsi Jambi tersebut merupakan momen yang sangat tepat bagi perusahaan untuk melakukan kolaborasi memanfaatkan limbah, terutama perusahaan kelapa sawit yang membangun teknologi biogas Palm Oil Mill Effluent (POME).

“Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengubah limbah kotor menjadi energi biogas maupun energy listrik perlu memperhatikan dampak limbah terhadap lingkungan, khususnya terhadap pencemaran air Sungai Batanghari,”katanya.

Kontribusi

Al Haris pada kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang banyak memberikan kontribusi bagi Jambi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan devisa negara. Hingga kini perusahaan – perusahaan perkebunan kelapa sawit di Jambi telah mampu mengekspor ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sekitar 2,8 juta ton/tahun. Tingginya ekspor CPO tersbeut membuat Jambi masuk peringkat ketujuh nasional pengekspor CPO.

“Namun di tengah upaya memacu produksi produksi CPO tersebut, perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak boleh lengah terhadap kelestarian lingkungan. Setiap peresahaan sawit di Jambi harus memperhatikan dan menjaga lingkungan hidup. Jika perusahaan tidak mengolah limbah hasil produksi dengan baik, hal tersebut akan menyebabkan pencemaran lingkungan,katanya.

Dikatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi memberikan penghargaan terhadap keberhasilan perusahaan perkebunan kelapa sawit, karet, kehutanan dan pertambangan di Jambi yang cukup konsisten memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah dan devisa negara. Penghargaan tersebut diharapkan meningkatkan motivasi para pengusaha meningkatkan kontribusi sekaligus melestariakn lingkungan hidup.

“Pada kesempatan ini, kita juga memberikan reward (penghargaan) kepada perusahaan yang selalu patuh dan rajin dalam membayar kontribusi perusahaan kepada pemerintah daerah di Jambi. Kita berharap penghargaan ini motivasi bagi para perusahaan lain untuk lebih memberikan kontribusinya kepada daerah ini,”tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, Ir Sri Argunaini, MSi pada kesempatan tersebut mengatakan, Rakor Bidang Lingkungan Hidup dengan Perusahaan Pemegang Izin Lingkungan Hidup se-Provinsi Jambi tersebut bertujuan meningkatkan upaya perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, meningkatkan ketaatan pemegang izin lingkungan, meningkatkan kepedulian dunia usaha terhadap isu perubahan iklim yang baru dan meningkatkan kepedulian sosial pemegang izin lingkungan terhadap daerah yang merupakan kawasan proyek atau daerah berdampak.

“Pertemuan ini sangat penting menyamakan persepsi dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta kepedulian terhadap isu perubahan iklim. Pada kesempatan ini kita juga memberikan penghargaan kepada 25 perusahaan yang telah banyak memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah di Provinsi Jambi. Ke-25 perusahaan tersebut juga telah berpartisipasi penuh dengan menguji pencemaran lingkungan di sekitar perusahaan pada laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi,”katanya.

Sekitar 35.000 hektare bekas kebakaran hutan yang kini terlantar di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. Hamparan lahan tersebut kini diambil alih TNI dan akan dijadikan arena latihan militer. Gambar diambil baru-baru ini. (Foto : Matra/PenremGapuJambi).

Kerusakan Lingkungan

Sementara itu berdasarkan catatan medialintassumatera.com (Matra) selama ini, kerusakan lingkungan, khususnya kerusakan hutan di Jambi banyak disebabkan eksploitasi hutan untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit dan pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Pembangunan perkebunan kelapa sawit dan HTI membuat sering terjadinya kebakaran hutan dan penggundulan hutan. Sedangkan pencemaran lingkungan hidup, khususnya pencemaran air Sungai Batanghari dan anak-anak sungai di Jambi banyak disebabkan penambangan emas secara liar atau ilegal.

Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi, Rudy Syaf melalui Koordinator Divisi Komunikasi KKI Warsi, Sukmareni di Jambi baru-baru ini mengatakan, sisa hutan di Provinsi Jambi saat ini hanya sekitar 882.272 hektare (ha).

Luas hutan tersebut menurun drastis dibandingkan luas hutan di Jambi tahun 1990 sekitar 2,8 juta ha atau tahun 2000 sekitar 1,9 juta ha. Total luas kerusakan hutan di Provinsi Jambi selama 15 tahun terakhir sudah mencapai 1,18 juta hektare (ha) atau 56 persen dari total 2,1 juta ha hutan di daerah itu.

“Berkurangnya luas hutan di Jambi terjadi antara 2015-2016. Hutan di Jambi berkurang dari 1.147.380 ha (2015) menjadi 970.434 ha (2016) atau berkurang 176.946 ha (15,42 %). Sedangkan tahun 2017 sisa hutan di Jambi hanya 920.730 ha dan tahun 2019 tersisa menjadi 900.173 ha,”katanya.

Dikatakan, kebakaran juga menjadi salah satu pemicu utama kerusakan hutan di Jambi. Kerusakan  hutan akibat kebakaran di Jambi tahun 2015 mencapai 19.528 ha. Kemudian karhutla di Jambi tahun 2019 mencapai 11.736 ha. Sedangkan karhutla di Jambi tahun 2020 sekitar 558,43 ha dan tahun 2021 sekitar 173 ha.

Menurut Rudy Syaf, luas wilayah yang terdampak pencemaran dan kerusakan akibat penambangan emas liar di Jambi tahun 2020 mencapai 39.557 ha atau bertambah sekitar 5.725 ha dibandingkan tahun 2019 sekitar 33.832 ha. Lokasi penambangan emas liar di Jambi berada dilima kabupaten, yakni Kabupaten Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo dan Kerinci.

Dijelaskan, lokasi penambangan emas liar terluas di Kabupaten Merangin, yakni mencapai 15.812 ha. Kemudian lokasi penambangan emas liar di Kabupaten Sarolangun sekitar 15.254 ha, Bungo (5.611 ha), Tebo (2.851 ha) dan Kerinci (29 ha).

Beberapa sungai yang menjadi lokasi penambangan emas liar di Jambi antara lain, Sungai Langsisip, Sungai Alai, Batang Tebo, Batang Bungo, Batang Napal, dan Batang Pelepat. Kemudian Sungai Tabir, Sungai Liki, Sungai Air Orang, Batang Ngaol, Batang Tantam, Sungai Jernih, Batang Kibul, Sungai Doce, dan Sungai Aur.

Penambangan emas liar juga terjadi di Sungai Batang Merangin yang meliputi Sungai Tengko, Batang Mesumai, Sungai Serpih, Batang Sengat, Batang Nilo, dan Batang Tantan. Kemudian di Sungai Batang Asai yang melingkupi Batang Limun, Batang Melako, Batang Tangkui, Batang Duo, Batang Landur  dan Batang Rengai.

Sementara itu aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional (FMN) Jambi, Ismet Raja, salah satu usaha yang belakangan ini banyak menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, yaitu penambangan emas liar. Penambangan emas liar banyak ditemukan di kawasan hulu Sungai Batanghari, yakni di Kabupaten Sarolangun dan Merangin. Penambangan emas liar merusak dan mencemari lingkungan karena menggunakan alat berat (eskavator) dan mercury (air raksa).

“Saat ini ada upaya pihak-pihak tertentu melegalkan penambangan emas liar Jambi. Padahal seharusnya penambangan emas liar ditutup karena merusak lingkungan. Dikaji secara akademis dan analisis dampak lingkungan pun, penambangan emas liar tidak bisa dilegalkan. Usaha tersebut hanya menguntungkan pemodal, cukong dan orang-orang tertentu saja. Sedangkan dampak penambangan emas liar terhadap kerusakan lingkungan sangat besar,”katanya.

Menurut Ismet Raja, pihak DPRD dan pemerintah daerah di Jambi harus bertindak tegas terhadap PETI dan perusahaan hutan, sawit dan pertambangan yang merusak dan mencemari lingkungan.

Dijelaskan, penambangan emas liar di Jambi belakangan ini terjadi secara massif (meluas) di Jambi, khususnya di Kabupaten Sarolangun dan Merangin. Penambangen emas liar di kedua kabupaten tersebut telah menimbulkan kerusakan  hutan hingga 34.000 rusak. Pencemaran akibat merkuri yang digunakan penambangan emas liar juga membuat air Sungai Batanghari tidak dapat lagi digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

“Berdasarkan hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi terjadap kondisi air Sungai Batanghari di 22 titik, mulai dari Kerinci hingga Sarolangun, indeks kualitas air Sungai Batanghari hanya sekitar 51,5 poin. Karena itu seluruh kegiatan PETI di Jambi harus dihentikan. Izin perusahaan hutan, sawit, karet dan tambang  yang merusak dan mencemari lingkungan juga harus dicabut,”tegasnya. (Matra/Radesman Saragih).


Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama