. Jalan Panjang Memperjuangkan Pengembalian Tanah Warga Jambi yang Diduga Dirampas Tanoto Bersaudara

Jalan Panjang Memperjuangkan Pengembalian Tanah Warga Jambi yang Diduga Dirampas Tanoto Bersaudara

LSM KPK RI Provinsi Jambi Minta Satgas Mafia Tanah RI Turun Ke Daerah
Ir Tigor Sagala. (Foto Matra: Asenk Lee Saragih)


Jambi, S24-Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Pemburu Korupsi (KPK) Provinsi Jambi meminta Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah bentukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) agar bisa menjangkau dan menyelesaikan praktik-praktik kasus mafia tanah di daerah Provinsi Jambi. 

Maraknya praktik mafia tanah di dalam negeri menjadi perhatian khusus oleh aparat penegak hukum, pemerintah, dan DPR. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR pun menjadikan pemberantasan mafia tanah sebagai salah satu prioritas yang terus dikejar untuk diselesaikan. 

Presiden Jokowi bahkan telah menginstruksikan Polri dan Kejaksaan Agung untuk memberantas segala bentuk praktik kejahatan pertanahan. Tidak sampai di situ, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga membentuk Satuan Tugas Anti-Mafia Tanah sejak 2017. 

Bahkan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil mengatakan, pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah bertujuan untuk memberantas praktik kejahatan pertanahan yang terindikasi mafia tanah. 

Pemerintah sangat serius memerangi mafia tanah. Dengan dukungan dari DPR dan KPK RI, Menteri ATR/Kepala BPN ingin memerangi itu, sehingga keadilan di bidang hukum dan pertanahan makin hari semakin baik.

Menurut Sofyan A. Djalil, banyak kasus mafia tanah yang terkait dengan tindak pidana korupsi dan menyangkut aset negara, aset BUMN, serta melibatkan aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja sama dengan oknum tertentu. Dia menjelaskan bahwa ada oknum dari BPN yang terlibat praktik mafia tanah, tetapi sudah diambil tindakan untuk oknum yang terbukti melakukan praktik mafia tanah.

Perkara mafia tanah yang merugikan hak rakyat di Jambi, saat ini tengah diperjuangkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Pemburu Korupsi (KPK) Provinsi Jambi.

Ketua DPD LSM KPK RI Provinsi Jambi Ir Tigor Sagala dilam wawancara khusus dengan www.medialintassumatera.com, Rabu (19/1/2022) pagi mengatakan, saat ini pihaknya tengah memperjuangkan penegakan hukum atas terjadinya perampasan hak tanah masyarakat 11 kepala keluarga (KK) di Rukun Tetangga (RT) 42, Kelurahan Mayang Mangurai, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi oleh oknum pengusaha di Jambi. 

Dugaan Perampasan 

“Pada tanggal 12 Januari 2022 lalau kami sudah menyampaikan laporan pengaduan kepada Bapak Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI dan Satgas Mafia Tanah Agraria dan Tata Ruang/ BPN RI di Jakarta. Berkas laporan kami satu bundel ini bernomor 01/LSM-KPK RI/JBI/I/2022 Perihal Mohon Penegakan Hukum atas terjadinya dugaan perampasan hak tanah masyarakat 11 kepala keluarga dengan sifat laporan penting,” Tigor Sagala.

Menurut Tigor Sagala, dasar hukum pelaporan kami ini adalah Undang Undang RI No 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tinfak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi Undang Undang No 20 Tahun 2001. Undang-undang RI No 71 Tahun 2001 tentang peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Undang-undang RI No 30 tahun 2002 tentang Komis Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang RI No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negera dan Undang-Undang RI No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik. 

“Sehubungan melakukan observasi, investigasi dalam dugaan tindak pidana di Provinsi Jambi, maka kami dari DPD LSM KPK Provinsi Jambi sebagai sosial control, telah menerima pengaduan dari masyarakat pada Kamis 23 Maret 2017 lalu dari warga masyarakat pemilik tanah di RT 42, Kelurahan Mayang mangurai, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi sebanyak 11 orang masyarakat didampingi Ketua RT 42, Ismail Jalal,” ujar Tigor Sagala. 

“Mereka datang mengadukan dan sekaligus menyerahkan surat kuasa dan dilampirkan surat-surat pemilikan tanah tahun 1960-an yang memiliki kekuatan hukum yang sah dan sebagai mewakili masyarakat untuk memberikan surat kuasa dengan dasar hasil musyawarah dan mufakat adalah Bapak Ismail Jalal (Ketua RT 42),” kata Tigor Sagala.

Kata Tigor Sagala, pengaduan masyarakat tentang perlakuan oknum TNI dan dasar apa saudara Tanoto bersaudara memiliki tanah tersebut. 

Kronologis Tanah

“Pada tahun 1960-1n pemilik lahan sersebut adalah masyarakat RT 42 Kelurahan Mayang Mangurai membuka lahan perkebunan yang ditanam karet dan sejenis tanaman lainnya. Dasar masyarakat RT 42 Kelurahan Mayang Mangurai memiliki lahan tersebut berdasarkan surat tebas tebang yang dikeluarkan oleh Pasirah Bapak Halik Sulaiman Tahun 1960-an. Terus terang lahan dijadikan kebun dan ditanam karet dan tidak pernah ditinggalkan dan ataupun kepihak siapapun apalagi dijual oleh warga RT 42 itu,” terang Ir Tigor Sagala.

Lebih lanjut Tigor Sagala menjelaskan kronologis keberadaan lahan itu. Pada tahun 1973 aktivitas masyarakat berkebun terusik dengan kedatangan Mayor Dahlan Azharie dari TNI. Dengan cara mengintimidasi dan mengusir warga pemilik tanah dengan tuduhan ke masyarakat RT 42 dituduh orang PKI. Dan sengaja mengancam akan ditembak ditempat bila tidak meninggalkan lokasi kebun.

Kemudian masyarakat pemilik tanah di RT 42 tetap bertahan dan sepakat tidak mau menyerahkan tanah kebun menjadi dikuasai oleh oknum TNi Mayor Dahlan Azharie, begitu saja dan masyarakat siap ditembak dan apapun yang terjadi kelak. 

Masyarakat pemilik tanah di RT 42 diusir dengan cara tangan besi Mayor Dahlan Azgarie dan dijadikan lahan tersebut menjadi berkedok HGU PT Panca Usaha Utama 125 Haktare. Di lokasi ini ada 4 sertivikat berkedok HGU yang terbit, masa berlakunya dari tahun 1973 hingga 1998. Empat sertivikat itu atas nama Persil Mohamad Ibrahim, Persil Kosnopo (Kho Soen Pom), Persil Soetono Kosnopo dan atas nama Persi Marjoko. 

“Lahan yang dijadikan berkedok HGU itu dikelola oleh PT Panca Usaha Utama, direkturnya adalah Mohammad Ibrahim, anak kandung Mayor Dahlan Azharie, ditanami ubi kayu (singkong) sebagai bahan baku tepung tapioka  dan bertahan 2 tahun. Lahan tersebut diklaim dengan bukti sertifikat hak milik (ada 4 SHM) tahun 1982. Kemudian dilokasi berkedok GHU itu berubah menjadi tanaman karet,” terang Tigor Sagala.

“Tahun 1998 masa berlakunya HGU berakhir. Masyarakat pemilik asal muasal berjuang memiliki lahannya kembali. Karena mengingat pernyataan lisan bila masanya HGU berakhir, lahan tetap milik masyarakat RT 42 Kelurahan Mayang Mangurai,” ujarnya.

Lebih detail Tigor Sagala menjelaskan kronologi lahan itu, tahun 2009 akhir, masyaraat mendatangi kantor lurah agar diterbitkan surat seporadik yang wilayah tanahnya berada di RT 42 Mayang Mangurai, Kecamatan Kotabaru. Setelah diteliti dasar kepemilikan masyarakat terbitlah seporadik atas nama masyarakat sebagai pemilik/ahli waris berdasarkan pemekaran wilayah Kota Jambi sesuai dengan PP No 06 Tahun 1986 dan terbitlah seporadik awal tahun 2010 dimana masuarakat menguasai lahan. 

Namun Kades Pondok Meja, Muarojambi tidak mau menerbitkan seporadik dengan alas an dilokasi itu ada tanaman karet milik Tanoto Bersaudara. Padahal masyarakat Pondok Meja sudah berkebun di lahan tersebut sejak tahun 1960-an.

“Pengacara Tanoto Bersaudara mengatakan kliennya memiliki lahan itu dengan SHM (a 4 SHM dilokasi) dengan dasar perolehan hak diberikan oleh Negara/Pemerintah berdasarkan SK.Gubernur Provinsi Jambi tanggal 15 Februari 1970 No.Lr.18/V/30/05/70. Setelah kami selidiki dan pengakuan pemilik tanah masyarakat RT 42 Kelurahan Mayang Mangurai dimana SK Gubernur tersebut diatas diduga tidak benar (Palsu),” terang Tigor Sagala.

Disebutkan, perwakilan BPN menjelaskan bahwa sesuai dengan peraturan Pertanahan Agraria bila kepemilikan tanah dibuktikan dengan SHM dapat dibatalkan kalau dasar pembuatannya tidak benar melalui mekanisme pengadilan. Perwakilan BPN itu menjelaskan bahwa dilokasi HGU yang masih aktif tidak dibenarkan SHM terbit. 

“Jadi jelas-jelas kami duga SHM atas nama Tanoto Bersaudara ASPAL (Asli tapi palsu) dan kalau ini terbukti sudah pidana pemalsuan dokumen Negara,” tegas Tigor Sagala.

“Masyarakat RT 42 telah menyerahkan foto copy dari pada SK Gubernur No.Lr.18/V/3V/30/05/1970, dimana SK Gubernur diterbitkan pada tanggal 15 Februari 1970 yang ditanda tangani oleh Anggota DPRD II Batanghari Komisi “A” Sjamsudin R. Dapat kami pertanyakan keabsahan apakah asli atau palsu dan diduga terjadi manipulasi data tentang terbitnya SK Gubernur Jambi Tahun 1970,” jelas Tigor Sagala yang komitmen menuntaskan kasus tanah ini hingga masyarakat mendapatkan hak tanahnya kembali.

Lebih jauh Tigor Sagala menjelaskan, pihaknya juga sudah mendapatkan jawaban dari perwakilan Camat Kotabaru yang mengatakan diwilayah Kelurahan Mayang Mangurai ada masalah konflik lahan, tetapi beberepa kali mau dilakukan pengukuran pihak yang mengklaim tanah itu tidak pernah datang. Sedangkan masyarakat RT 42 sudah datang. Disebut juga pihak yang berwenang harus melihat sejarah bagaimana asal muasal tanah yang disengketakan.

Terjadinya Anarkis

Kasus perampasan lahan 125 Ha ini juga menyisakan pengaduan masyarakat terjadinya anarkis dan eksekusi tanpa adanya aturan oleh anggota Polres Muarojambi didampingi oleh oknum BPN Muarojambi. 

Pengaduan masyarakat RT 42 Kelurahan Mayang Mangurai, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi telah terjadi perlakuan anarkis terhadap masyarakat dan eksekusi tidak terpuji rumah penduduk, pondok dan kebun, tanaman dihancurkan yang dilakukan oleh anggota Polres Muarojambi yang terjadi pada tanggal 23 Juli 2013. 

Hal tersebut terjadi disaat pengukuran batas tanah/wilayah yang dikuasai oleh pengusaha An Akeng alian Tanoto Yokobus Bersaudara yang berbatasan dengan tanah masyarakat yang terletak di RT 42 Kelurahan Mayang Mangurai, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi yang dikuasai masyarakat sejak tahun 1960-an. Sedangkan Tanoto Yokobus Bersaudara adalah seorang pengusaha yang merasa kuat dan merasa kebal hukum yang didampingi anggota Polres Muarojambi.

Sebelum pelaksanaan pengukuran tanah, masyarakat bermohon harus dihadiri oleh Ketua RT 42 dan Lurah Mayang Mangurai. Namun permintaan pemilik tanah masyarakat tidak dipenuhi maka timbul kesepakatan untuk mediasi yang dilaksanakan di Kantor Camat Sebapo. 

Berselang setengah jam, tiba-tiba datanglah rombongan Kapolres Muarojambi Ayi Supardan bersama dua mobil truk anggota polisi dengan membawa perlengkapan pentungan, secara spontan langsung saja melakukan pemukulan (anarkis) terhadap masyarakat. 

Saat itu masyarakat kebingungan dianggap menghalangi pengukuran tanah, padahal masyarakat tidak keberatan asalkan dapat dihadiri Ketua RT 42 dan Bapak Lurang Mayang Mangurai sebagai aparat pemerintah sekaligus sebagai tokoh masyarakat dan ujung tombak pemerintah di wilayah tersebut.

Atas kejadian itu terjadilah anarkisme terhadap masyarakat dengan korban sebanyak 3 orang. Atas kejadian itu 1 korban mengalami luka robek dibagian kepala akibat pukulan pentungan polisi. Akibatnya masyarakat RT 42 sangat menderita dengan adanya anarkisme itu.    

“Kami LSM KPK RI meminta keterangan dari warga pemilik lahan atau ahli waris tanah 11 orang di RT 42 Kelurahan Mayang Mangurai, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi, sebagai suatu penjelasan dan pernyataan dimana peristiwa kejadian tersebut yang dialami warga dapat dipertanggungjawabkan dengan surat keterangan ditandatangani dan bermaterai,” kata Tigor Sagala.

Perhatian Satgas Mafia Tanah

Menurut Tigor Sagala, laporan pengaduan mereka kepada Bapak Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI dan Satgas Mafia Tanah Agraria dan Tata Ruang/ BPN RI di Jakarta dengan satu bundel bernomor 01/LSM-KPK RI/JBI/I/2022 Perihal Mohon Penegakan Hukum atas terjadinya perampasan hak tanah masyarakat 11 kepala keluarga dapat ditanggapi segera oleh Satgas Mafia Tanah Agraria dan Tata Ruang/ BPN RI di Jakarta.

Dalam pembuatan laporan ini, LSM KPK RI Provinsi Jambi melengkapi berkas bukti-bukti berupa 1. Fotocopy surat segel pemilik tanah, surat pancong alas dari Pasirah Tahun 1960-an sebanyak 11 lembar. 2.Fotocopy sertifikat HGU dan sertifikat 4 buah milik Tanoto Group. 3.Fotocopy Surat dari Gubernur Jambi. 4.Fotocopy surat dari kementerian Agraria Tata Ruang/BPN RI.5.Fotocopy Surat Amar Putusan Komisi Informasi Provinsi Jambi.6.Fotocopy Surat dari BPN Provinsi Jambi.7.Fotocopy Surat dari Setda Kabupaten Muarojambi dan surat lainnya diarsip. 

“Kita berharap  laporan pengaduan satu bundel bernomor 01/LSM-KPK RI/JBI/I/2022 Perihal Mohon Penegakan Hukum atas terjadinya perampasan hak tanah masyarakat 11 kepala keluarga Mayang Mangrai, Kota Jambi dapat disikapi oleh Satgas Mafia Tanah RI. Kita akan terus perjuangkan hak masyarakat dengan bukti-bukti yang sudah kita miliki,” tegas Tigor Sagala. (S24/Asenk Lee Saragih) 

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama