Jaksa Agung RI, Prof ST Burhanuddin, SH, MM ( lima dari kiri) didampingi Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, Sapta Subrata (tiga dari kanan) dan Bupati Muarojambi, Hj Masnah Busro (empat dari kiri) meninjau vaksinasi di Polres Muarojambi, Provinsi Jambi, Kamis (6/1/2022). (Foto : Matra/Ist).
(Matra, Jambi) – Keresahan para petani di Jambi mengenai kelangkaan pupuk bersubsidi yang tidak pernah taratasi selama ini akhirnya mencuat pada pertemuan Jaksa Agung RI, Prof ST Burhanuddin, SH, MM dengan jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejatri) Jambi di Jambi, Jumat (7/1/2022). Pada kesempatan tersebut, ST Burhanuddin mengapresiasi keberhasilan Provinsi Jambi di bidang pertanian. Namun para petani di Jambi masih sering mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi.
Dikatakan, Provinsi Jambi selama tahun 2021 mendapatkan beberapa penghargaan di bidang pertanian. Salah satu di antaranya menduduki peringkat kelima katagori peningkatan produksi beras tertinggi nasional 2020-2021. Kemudian Provinsi Jambi juga meraih peringkat ketiga nasional katagori provinsi paling tinggi ekspor komoditas pertanian medio Januari 2020 hingga Juni 2021.
Prestasi di bidang pertanian tersebut, kata ST Burhanuddin cukup membanggakan dan sudah sepatutnya harus dipertahankan, bahkan kalau bisa ditingkatkan kembali. Hal itu penting karena Jambi memiliki potensi besar bidang pertanian. Namun untuk menopang peningkatan produksi pertanian tersebut, ketersediaan pupuk, khususnya pupuk bersubsidi di tingkat petani harus terjamin.
“Ketersediaan pupuk bersubsidi memegang peranan penting dalam menopang prestasi Jambi sebagai lumbung pangan peringkat tiga nasional. Karena itu masalah keleangkaan pupuk bersubsidi perlu segera ditangani lebih serius. Ketahanan pangan merupakan isu strategis yang harus diamankan. Jadi sangat disayangkan bila terjadi kelangkaan pupuk di Jambi,”katanya.
ST Burhanduddin mengatakan, kelangkaan pupuk di tingkat petani di berbagai daerah di Indonesia diduga akibat penyaluran atau distribusi pupuk bersubsidi yang bermasalah. Seperti terungkap baru-baru ini, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mencuat isu kasus penyelundupan dan penimbunan pupuk bersubsidi.
“Isu tersebut sudah pasti sangat meresahkan dan mengganggu para petani dalam meningkatkan hasil pangan. Kesulitan pupuk bersubsidi tersebut berdampak pada menurunnya produksi pangan dan mengganggu satabilitas ekonomi,”ujarnya.
Tindak Tegas
Menyikapi isu-isu atau dugaan penyelewengan dan penyelundupan pupuk bersubsidi tersebut, Jaksa Agung, ST Burhanuddin meminta setiap kepala satuan kerja kejaksaan, termasuk di Kejaksaan Tinggi Jambi beserta para jajaran Kejaksaan Negeri (kejari) di seluruh wilayah Indonesia segera menelusuri dan mengidentifikasi upaya praktik-praktik curang pupuk bersubsidi melalui operasi intelijen.
“Kita harus mencermati betul setiap proses distribusi pupuk bersubsidi apakah tepat sasaran atau tidak. Jika ada dugaan penyelewengan atau penimbunan pupuk bersubsidi segera tindak tegas. Bila pihak-pihak yang mencoba bermain terkait penyaluran pupuk harus ditangani secara serius dan diproses secara hukum. Ungkap adanya mafia pupuk, rakyat butuh keberadaan pupuk,”tegasnya.
Sementara itu kunjungan Jaksa Agung, ST Burhanuddin di Jambi turut didampingi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Fadil Zumhana, Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, Sapta Subrata, Wakil Kejaksaan Tinggi Jambi, Hermon Dekristo, Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Kejaksaan Agung, Eben Ezer Simanjuntak, Asisten Umum Jaksa Agung Kuntadi dan Asisten Khusus Jaksa Agung, Hendro Dewanto.
Sementara itu dalam kunjungan kerjanya ke Jambi selama dua hari, Kamis - Jumat (6 - 7/1/2022), Jaksa Agung, ST Burhanuddin juga menyempatkan diri meninjau vaksinasi yang digelar Polres Muarojambi di Muarojambi, Kamis (6/1/2022). Jaksa Agung meninjau vaksinasi tersebut seusai mengikuti peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-65 Provinsi Jambi di gedung DPRD Provinsi Jambi.
Pupuk Mahal
Sementara itu, Sugiman (50), petani tanaman pangan di Kebun Kopi, Kota Jambi mengaku, para petani di Kota Jambi selama ini sangat sulit mendapatkan pupuk urea bersubsidi. Karena itu para petani terpaksa membeli pupuk jenis NPK di toko pupuk dengan harga yang sangat mahal. Hal tersebut membuat biaya usaha pertanian tanaman jagung dan sayur-sayuran yang mereka kembangkan cukup mahal.
“Selama ini kami terpaksa menggunakan pupuk NPK karena pupuk urea bersubsidi sulit ditemukan di toko dan agen. Harga NPK mencapai Rp 600.000/sak (ukuran 50 Kg). Sedangkan harga pupuk bersubsidi sebenarnya hanya Rp 200.000/sak. Jadi biaya pupuk kami sangat tinggi akibat tidak adanya pupuk urea bersubsidi,”katanya.
Hal senada juga diakui J Purba (40), petani kelapa sawit swadaya di Simpang Rambutan, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjungjabung Barat (Tanjabbar), Provinsi Jambi. Menurut J Purba, para petani kelapa sawit swadaya di Kecamatan Tungkal Ulu, Tanjabbar hingga kini masih sulit mendapatkan pupuk urea bersubsidi.
Pupuk urea bersubsidi di daerah tersebut sudah cukup lama hilang dari peredaran di daerah tersebut. Persediaan pupuk urea bersubsidi di Koperasi Unit Desa (KUD)iTungkal Ulu juga selalu kosong. Sulitnya mendapatkan pupuk urea bersubsidi tersebut membuat para petani di Tungkal Ulu, Tanjabbar terpaksa membeli pupuk di toko pupuk dengan harga cukup mahal.
“Kami membeli pupuk NPK di toko pupuk dengan harga Rp 600.000/sak dan pupuk urea Rp 400.000/sak. Harga pupuk di toko tersebut sangat mahal dibandingkan harga pupuk urea bersubsidi yang sebenarnya hanya Rp 200.000/sak. Namun karena pupuk orea bersubsidi tidak ada, petani terpaksa membeli pupuk di toko,”katanya.
Sementara itu, beberapa petani sawit di Simpang Rambutan mengatakan, kelangkaan atau hilangnya pupuk bersubsidi dari peredaran di daerah tersebut diduga akibat permainan spekulan atau mafia pupuk. Kuat dugaan para mafia pupuk menyelewengkan distribusi pupuk bersubsidi kepada para petani sawit berdasi atau perusahaan dengan harga di atas harga pupuk bersubsidi.
“Dugaan penyelewengan distribusi pupuk bersubsidi di Tungkal Ulu ini perlu juga diusut agar petani sawit swadaya bisa mendapatkan pupuk bersubsidi. Kalau dibiarkan seperti ini terus, para petani sawit akan tetap mengeluarkan biaya tinggi untuk pembelian pupuk,”ujar seorang petani sawit di Desa Simpang Rambutan. (Matra/AdeSM).
Posting Komentar