DR Amin Saragih Manihuruk dan Istri Tercinta DR Sally Astuty Wardhani Br Purba Pakpak. (Dok Asenk Lee Saragih) |
(Matra, Jambi)-Brasil sungguh gaya berjuluk Tim Samba. Argentina lihai amat ber-Tango ria. Italia dengan catenacctio berjaya. Jerman sang Panser perkasa. Spayol top ber-tiki taka. Kita, teka teki semata.
Demikian sepenggal “kutipan” dari foto buku “Sepak Bola I” yang dibagikan Sahala Tua Saragih lewat linimasa akun media sosial Facebook, Kamis (30/12/2021) pagi. Mungkin itu menggambarkan suasa hati atas kekalahan Tim Garuda Indonesia 4: 0 melawan Tim Sepakbola Thailand Piala AFF 2020 di Singapura, Rabu malam (29/12/2021). Final Aff Suzuki Cup, Indonesia
vs Thailand leg 1, Thailand mendominasi dengan kemenangan 4-0. Leg ke 2 akan
dimainkan Sabtu 1 Januari 2022.
Menanggapi kekalahan Tim Indonesia di Final Leg Pertama itu, DR Amin Sar Manihuruk, seorang pengamat Sepakbola dan juga mantan Kiper Kampus Universitas Padjajaran Bandung medio 1970an.
“Boro-boro juara, dicukur 4: 0 sama Thailand. Langganan juara dua terus. Berarti tadak pernah belajar dari kekalahan berulangkali. Susah ya mencari 22 orang dari 272 juta penduduk Indonesia. Saran saya bikin sekolah sepakbola profesional di Papua. Lahirkan sejak dini sampai jadi pemain benaran. Fisik, mental dan kecerdasan pemain dididik secara ilmiah. Daripada habis uang rakyat terus untuk membangun Tim Sepakbola Indonesia,” ujar DR Amin Sar Manihuruk, Pensiunan Pejabat Kementerian Kominfo RI ini.
Anak Amin Sar Manihuruk, yakni Thogu Manihuruk juga menimpali soal Tim Indonesia itu. “Dana PSSI dari sponsor dan FIFA, bukan uang negara atau APBN,” tulis Thogu Manihuruk.
DR Amin Sar Manihuruk menambahkan, ya dari manapun itu uang namanya, kenapa tidak dievaluasi untuk mengetahui di mana akar permasalahannya .
“Anak-anak Indonesia tidak diajari sejak kecil soal disiplin, kerja keras, kerja sama, cara-cara mengambil keputusan. Sudah seharusnya mencetak gol-gawang sudah terbukamlah ngirim lagi ke yang lain,” ujar Amin Sar Manihuruk.
“Selama ini pemain bola kita kebanyakan beradal dari desa. Dimana asupan gizinya kurang baik (asal kenyang). Secara umum masyarakat kita memang masih cenderung berfisik dulu baru berpikir. Jadi kesimpulannya sumber pemain atau benih-benih dengan kondisi seperti itu memang sulit bersaing dalam permainan bola modern,” katanya.
Menurut Amin Sar Manihuruk, masyarakat kita belum terdidik “Hidup Efektif dan Efisien”. Jadi sehebat apapun pelatihnya kalau keadaan benih sepakbola seperti itu, jangan terlalu banyak berharap.
“Kemudian baik pemerintah maupun para orangtua belum berhasil menjelaskan bahwa sepakbola salah satu pilihan hidup yang menjanjikan. Mungkin penampilan para Pengurus PSSS yang glamour membuat para pemain iri,” tambahnya.
“Karena mereka matimatian di lapangan tetap miskin. Seolah-olah mereka diperalat. Selanjutnya apakah di TimNas ada suasana keterbukaan antara Official, Pengurus PSSI dengan pemain dan juga media massa? Wah rumit ya?,” sebut Amin Sar Manihuruk, mantan Kiper Kesebelasan Departemen Penerangan RI (Era Orde Baru).
“Mari mulai membentuk dari bawah dari benih-benih kecil itusrcara profesional.Madak puluhan tahun tdk bisa ngalahkan Muangthai? Coba masuk ke dapur olah krsebelasan Thailand secara komprehensif: pelajari secara benar, jangan malubertanya/ belajar.
Kata DR Amin Sar Manihuruk yang kini menetap di Ulu Jami Jakarte Selatan ini, cenderung bertindak dulu baru berpikir, maka keputusan sering salah.
“Ini sekedar opini atau masukan dari pengalaman main bola di salah satu klub Divisi Utama Persib dulu waktu mahasiswa Unpad Bandung,” kata Amin Sar Manihuruk. (Matra/Asenk Lee Saragih)
Posting Komentar