Para peserta penyelesaian sengketa lahan antara Suku Anak Dalam 113 dengan perusahaan kebun sawit di kantor Gubernur Jambi, Kamis (30/12/2021). (Foto : Matra/KominfoJambi).
(Matra, Jambi) – Perjuangan ratusan keluarga komunitas adat terpencil (KAT) Suku Anak Dalam (SAD) 113, Bajubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi untuk mendapatkan kembali hak mereka atas lahan yang kini dikuasai perusahaan perkebunan kelapa sawit belum membuahkan hasil. Masalahnya sengketa lahan antara SAD 113 dengan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Berkat Sawit Utama (BSU) belum bisa diselesaikan.
Penyelesaian sengketa lahan sekitar 3.550 hektare antara SAD 113 Batanghari dengan PT BSU kini ditangani Kelompok Kerja (Pokja) Penanganan Konflik Sosial Provinsi Jambi. Hasil sementara penanganan sengketa lahan tersebut dipaparkan Pokja Penanganan Konflik Sosial Provinsi Jambi pada rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Jambi di kantor Gubernur Jambi, Kamis (30/12/2021). Pertemuan tersebut turut dihadiri Gubernur Jambi, H Al Haris, unsur Forkopimda Provinsi Jambi, perwakilan SAD dan perusahaan.
Gubernur Jambi, H Al Haris pada kesempatan tersebut mengatakan, penanganan sengketa lahan antara SAD dengan PT BSU di Batanghari tersebut harus dilakukan secara cepat. Hal itu penting agar sengketa lahan tersebut tidak berlarut-larut dan memicu konflik fisik.
Kemudian, lanjutnya, capaian kinerja penanganan konflik sosial ini hendaknya menjadi acuan untuk penyusunan strategi peningkatan kinerja dalam pemulihan pasca konflik dan juga penyelesaian potensi gangguan yang mengarah pada konflik.
“Kami menginginkan agar masyarakat dan perusahaan bisa hidup berdampingan dengan damai, difasilitasi oleh Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial B.12. Penyelesaian sengketa lahan tersebut hendaknya mempedomani aturan yang berlaku,”katanya.
Al Haris juga meminta penyusunan Peta Potensi Konflik kabupaten/kota di Provinsi Jambi bisa segera diselesaikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan/data menyelesaikan dan mitigasi sedini mungkin timbulnya konflik sosial di Provinsi Jambi. Hal tersebut penting demi menjaga suasana kondusif dan keamanan daerah.
Menutut Al Haris, Pemprov Jambi tidak berpihak kepada siapa pun dalam penyelesaian sengketa lahan, termasuk sengketa lahan antara SAD 113 dengan PT BSU di Batanghari dan Muarojambi. Pemprov Jambi menginginkan solusi sengketa lahan tersebut sesuai peraturan dan batas kewenangan daerah.
Dikatakan, penanganan konflik sosial harus secara terpadu, dengan bertitik tolak pada ruang lingkup dan skala yang sesuai serta diawali dengan pemetaan yang baik.
“Kita harus mempedomani amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial dengan meningkatkan efektivitas dan keterpaduan dalam upaya pencegahan konflik, penanganan konflik dan pemulihan pasca konflik,”ujarnya.
Al Haris lebih lanjut mengatakan, Pemprov Jambi bersama pihak terkait dan para pemangku kepentingan menyusun Rencana Aksi Daerah dan melaksanakan berbagai tahapan upaya untuk menangani konflik sosial tersebut.
“Kalaupun masih ada hal-hal yang belum selesai, Pemprov Jambi akan terus mengupayakan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Pengupayaan solusi tentu saja dengan mempedomani aturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku dan harus sesuai dengan batas kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jambi,”paparnya.
Dijelaskan, pihaknya bersedia menerima masukan-masukan dari berbagai pihak untuk mengupayakan solusi terhadap permasalahan konflik sosial tersebut, yakni dari para pemangku kepentingan, masyarakat, dan perusahaan, untuk saling bersinergi dan berkoordinasi untuk mengusahakan solusi terbaik bagi kedua belah pihak yang berkonflik.
Sementara itu, sengketa lahan antara Suku Anak Dalam 113 dengan PT BSU di wilayah Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Muarojambi sudah berlangsung sekitar 20 tahun, namun hingga kini tak kunjung ada penyelesaian. Sengketa lahan tersebut terjadi di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.
Komunitas SAD 113 menggugat PT BSU yang diduga menguasai tanah ulayat mereka sekitar 3.550 hektare (ha). Berdasarkan verifikasi lahan yang dilakukan Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jambi, lahan yang kini dikuasai PT BSU milik 1.513 keluarga di beberapa desa sekitar perusahaan. (Matra/AdeSM).
Posting Komentar