(Matra, Jambi) – Penambangan emas liar atau sering disebut penambangan emas tanpa izin (PETI) masih tetap menjadi salah satu kejahatan ekonomi di Jambi yang sulit diberantas tuntas hingga kini. Kendati pemberantasan penambangan emas liar sering dilakukan, alat-alat berat penambangan banyak diamankan dan sudah banyak korban jiwa tertimbun di lokasi penambangan emas liar, namun praktik kejahatan ekonomi tersebut masih saja terjadi.
Berdasarkan catatan medialinitassumatera.com (Matra) selama
tahun 2021, jajaran keamanan dari kepolisian, tentara dan Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) di Jambi belasan kali melakukan razia penambangan emas liar.
Pelaku penambangan emas liar pun sudah banyak ditangkap dan diproses secara
huku. Namun masih ada saja kelompok penambangan emas liar yang beroperasi di
Jambi.
Kapolda Jambi, Irjen Pol Albertus Racmad Wibowo, SIK, MIK
melalui Kabid Humas Polda Jambi, Komisaris Besar (Kombes) Mulia Prianto, SSos,
SIK di Jambi, baru-baru ini, penambangan emas liar yang berhasil ditangani
jajaran kepolisian di Jambi satu tahun terakhir mencapai mencapai puluhan
kasus.
Salah satu kasus tersebesar, yakni penangkapan sebanyak 34
unit alat berat di lokasi penambangan emas liar di Dusun Merukam, Desa Panca
Karya dan hutan Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Minggu, 7 Februari 2021.
Tersangka yang diamankan dalam penggerebekan lokasi penambangan emas liar
tersebut mencapai 19 orang. Sedangkan kasus penambangan liar yang dibongkar jajaran
kepolisian di Polres Sarolangun dan Merangin, Provinsi Jambi juga mencapai
puluhan.
Perdagangan Gelap
Praktik penambangan emas liar di Jambi disertai dengan
masalah perdagangan gelap emas hasil penambangan secara ilegal tersebut. Kasus
terbaru perdagangan gelap emas hasil penambangan ilegal atau liar di Jambi yang
berhasil terungkap, perdagangan gelap emas ilegal senilai Rp 1,7 miliar.
Kasus tersebut berhasil dibongkar Satuan Direktorat Reserse
Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi pekan kedua Desember 2021. Barang
bukti yang diamankan dalam kasus perdagangan emas ilegal tersebut, yakni 3,1
ton dengan taksiran nilai Rp 1,7 miliar.
Sedangkan tersangka yang diamankan dalam kasus tersebut
sebanyak enam orang. Tersangka ada yang diamankan di Kota Jambi, Sarolangun dan
Jakarta. Omzet jaringan perdagangan emas ilegal hasil penambangan emas liar
tersebut diperkirakan mencapai Rp 25 miliar.
Untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka, para
tersangka dijerat dengan Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 perubahan UU Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara jo Pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHPidana.
Dikatakan, untuk menghentikan aktivititas penambangan emas
liar di Jambi, jajaran Polda Jambi, Polres beberapa kabupaten di Jambi, TNI dan
Satpol PP secara berkala melakukan razia penambangan emas liar. Razia penambangan
emas liar dilakukan di lokasi - lokasi Sungai
Batanghari dan hutan produksi.
Menurut Albertus Rachmad Wibowo, penambangan emas liar di
beberapa kabupaten di Jambi belakangan ini semakin gencar menggunakan alat
berat. Untuk menghentikan kegiatan tersebut, jajaran Polda Jambi melakukan
pendekatan kepada para pemilik alat berat agar bersedia mengeluarkan alat berat
mereka dari lokasi penambangan emas liar. Pendekatan persuasif itu dilakukan
guna mencegah konflik dengan warga sekitar yang sering turut terlibat
penambangan emas liar.
Albertus Rachmad Wibowo mengatakan, guna menekan kasus aktivitas
penambangan emas ilegal di wilayah Provinsi Jambi, pemerintah daerah bersama
kepolisian dan TNI akan melakukan langkah-langkah lain dengan mengupayakan
pekerjaan alternatif atau usaha ekonomi produktif untuk warga sekitar yang
selama ini bekerja di lokasi penambangan emas liar.
Upaya itu dilakukan, katanya karena, penanganan aktivitas
penambangan emas liar tidak hanya soal penegakan hukum. Masalah ekonomi juga menjadi
kendala dalam penanggulangan penambangan emas liar. Selama ini masih banyak
orang desa di daerah tersebut yang menggantungkan sumber pendapatan dari
penambangan emas liar.
“Jajaran Polda Jambi juga akan turun ke desa-desa melakukan pembinaan
dan penyuluhan hukum kepada warga masyarakat agar tidak terlibat penambangan
emas liar dan tetap menjaga situasi keamanan dan ketertiban di desa
masing-masing,”katanya.
Merusak Lingkungan
Aktivitas penambangan emas liar di Provinsi Jambi belakangan
ini semakin merusak lingkungan. Masalahnya aktivitas penambangan emas liar
tersebut banyak dilakukan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari dan
kawasan hutan produksi. Penggunaan air raksa dalam penambangan emas liar di
Jambi juga menimbulkan pencemaran air Sungai Batanghari.
Direktur Eksekutif KKI Warsi, Rudy Syaf melalui Koordinator
Divisi Komunikasi KKI Warsi, Sukmareni mengatakan, luas wilayah yang terdampak
pencemaran dan kerusakan akibat penambangan emas liar di Jambi tahun 2020
mencapai 39.557 ha atau bertambah sekitar 5.725 ha dibandingkan tahun 2019
sekitar 33.832 ha. Lokasi penambangan emas liar di Jambi berada dilima
kabupaten, yakni Kabupaten Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo dan Kerinci.
Dijelaskan, lokasi penambangan emas liar terluas di Kabupaten
Merangin, yakni mencapai 15.812 ha. Kemudian lokasi penambangan emas liar di
Kabupaten Sarolangun sekitar 15.254 ha, Bungo (5.611 ha), Tebo (2.851 ha) dan
Kerinci (29 ha).
Beberapa sungai yang menjadi lokasi penambangan emas liar di
Jambi antara lain, Sungai Langsisip, Sungai Alai, Batang Tebo, Batang Bungo,
Batang Napal, dan Batang Pelepat. Kemudian Sungai Tabir, Sungai Liki, Sungai
Air Orang, Batang Ngaol, Batang Tantam, Sungai Jernih, Batang Kibul, Sungai
Doce, dan Sungai Aur.
Penambangan emas liar juga terjadi di Sungai Batang Merangin
yang meliputi Sungai Tengko, Batang Mesumai, Sungai Serpih, Batang Sengat,
Batang Nilo, dan Batang Tantan. Kemudian di Sungai Batang Asai yang melingkupi
Batang Limun, Batang Melako, Batang Tangkui, Batang Duo, Batang Landur dan Batang Rengai.
Sementara itu Kalangan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam
Front Mahasiswa Nasional (FMN) Jambi ketike unjuk rasa ke DPRD Provinsi Jambi,
Kamis (25/11/2021) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi dan DPRD
Provinsi Jambi menghentikan kegiatan usaha yang merusak lingkungan.
Koordinator FMN Jambi, Ismet Raja pada kesempatan tersebut mengatakan,
salah satu usaha yang belakangan ini banyak menyebabkan kerusakan dan
pencemaran lingkungan, yaitu penambangan emas liar. Penambangan emas liar banyak
ditemukan di kawasan hulu Sungai Batanghari, yakni di Kabupaten Sarolangun dan
Merangin. Penambangan emas liar merusak dan mencemari lingkungan karena
menggunakan alat berat (eskavator) dan mercury (air raksa).
“Saat ini ada upaya pihak-pihak tertentu melegalkan penambangan
emas liar Jambi. Padahal seharusnya penambangan emas liar ditutup karena
merusak lingkungan. Dikaji secara akademis dan analisis dampak lingkungan pun, penambangan
emas liar tidak bisa dilegalkan. Usaha tersebut hanya menguntungkan pemodal,
cukong dan orang-orang tertentu saja. Sedangkan dampak penambangan emas liar terhadap
kerusakan lingkungan sangat besar,”katanya.
Menurut Ismet Raja, pihak DPRD dan pemerintah daerah di Jambi
harus bertindak tegas terhadap PETI dan perusahaan hutan, sawit dan
pertambangan yang merusak dan mencemari lingkungan.
Dijelaskan, penambangan emas liar di Jambi belakangan ini
terjadi secara massif (meluas) di Jambi, khususnya di Kabupaten Sarolangun dan
Merangin. Penambangen emas liar di kedua kabupaten tersebut telah menimbulkan
kerusakan hutan hingga 34.000 rusak.
Pencemaran akibat merkuri yang digunakan penambangan emas liar juga membuat air
Sungai Batanghari tidak dapat lagi digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Berdasarkan hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Jambi terjadap kondisi air Sungai Batanghari di 22 titik, mulai dari Kerinci
hingga Sarolangun, indeks kualitas air Sungai Batanghari hanya sekitar 51,5
poin. Karena itu seluruh kegiatan PETI di Jambi harus dihentikan. Izin perusahaan
hutan, sawit, karet dan tambang yang
merusak dan mencemari lingkungan juga harus dicabut,”tegasnya. (Matra/Radesman
Saragih).
Posting Komentar