Melalui program yang didanai Bank Dunia dan beberapa negara donor tersebut, Provinsi Jambi akan mengelola bentang alam atau melestarikan hutan di tengah pesatnya pembangunan perkebunan, pertanian dan pertambangan.
Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Jambi memberikan apresiasi kepada semua pihak, terutama Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Bank Dunia yang memberikan kepercayaan
kepada Provinsi Jambi menjadi pilot proyek penurunan emisi gas rumah kaca
berbasis yurisdiksi pertama di Indonesia bersama Kalimantan Timur.
“Kami
akan melaksanakan program ini dengan baik melalui upaya-upaya pembangunan
ekonomi hijau atau membangun pertanian dan perkebunan tanpa merusak lingkungan,”kata
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Jambi, Sudirman SH, MH pada rapat persiapan
pelaksanaan Proyek Pembangunan Berkelanjutan Jambi (Jambi Sustainable Landscape
Management Project/J-SLMP) Skema Penerusan Hibah di di hotel Swiss Bell, Jambi
(3/11/2021).
Menurut
Sudirman, perekonomian Provinsi Jambi masih mengandalkan sektor primer yang
berbasis lahan. Bila tidak dikelola dengan baik, maka ke depan pembangunan
pertanian dan perkebunan Jambi menimbulkan kerusakan hutan dan lahan.
“Kerusakan
hutan dan lahan tersebut dapat menyebabkan bencana alam seperti longsor banjir
dan kebakaran. Bencana kebakaran hutan dan lahan sendiri dapat memicu
terjadinya peningkatan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim,”katanya.
Dijelaskan,
Pemprov Jambi telah melakukan berbagai upaya mengantisipasi terjadinya bencana
alam akibat kerusakan hutan dan lahan melalui berbagai kebijakan. Di antaranya
kebijakan pembangunan dengan mengutamakan pembangunan berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan menuju pembangunan rendah karbon atau ekonomi hijau.
Karena
itu, lanjutnya, Provinsi Jambi akan melaksanakan seoptimal mungkin proyek pengelolaan
bentang lahan berkelanjutan (teenebelle landscape management project) melalui BioCF-ISFL
yang didukung KLHK dan Bank Dunia.
Dukung Penuh
Dikatakan,
Pemprov Jambi mendukung penuh program pelestarian lingkungan tersebut karena sesuai
dengan isu strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jambi, yaitu daya saing ekonomi dan lingkungan hidup.
Program
BioCF – ISFL tersebut juga sejalan dengan program pertanggung jawaban sosial (Community
Social Responsibility/CSR). Program tersbeut dapat mendorong pencapaian tujuan
pembangunan Provinsi Jambi melalui penyusunan rencana komprehensif rencana
tahunan serta penajaman hasil setiap kegiatan, khususnya pada tahap prainvestasi
dengan skema penerusan hibah.
Sudirman
mengatakan, skema penerusan hibah tahapan atau fase prainvestasi tersbeut sangat penting (krusial) bagi Pemprov
Jambi karena kinerjanya dapat diukur melalui serapan anggaran yang dapat
diklaim dan turunnya emisi gas rumah kaca sesuai target.
“Selain
itu kegiatan ini juga sebagai prasyarat dalam penandatanganan perjanjian
penerusan hibah Gubernur Jambi dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementerian RI,”katanya.
Demi
suksesnya proyek percontohan BioCF – ISFL tersebut, Sudriman meminta stakeholder (pemangku
kepentingan) yang terlibat dalam proyek tersebut dapat bekerja sama dengan baik.
Hal tersebut penting agar pelaksanaan fase prainvestasi proyek tersebut berjalan
sesuai dengan yang diharapkan.
“Harapan
kita semua, dana talangan dari Pemprov Jambi untuk proyek BioCF – ISFL tersebut
dapat diklaim dan target penurunan emisi gas rumah kaca dapat tercapai. Harapan
tersebut bisa terwujud jika proyek BioCF – ISFL berjalan dengan baik,”ujarnya.
Sementara
itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Laksmi Dhewanthi mengatakan, Direktorat Mitigasi Perubahan
Iklim bekerja sama Bank Dunia dan dan Pemprov Jambi mengembangkan kegiatan Pengurangan
Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emissions from
Deforestation and Forest Degradation/REDD) dengan skema Result Based Payment (Pembayaran
Berbasis Kinerja) melalui kegiatan BioCF ISFL.
Kegiatan
tersebut didukung pendanaan multilateral yang dikelola Bank Dunia. Program tersebut
bertujuan mempromosikan pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor lahan,
penurunan deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang. Melalui
program tersebut negara-negara berkembang diharapkan melakukan pembangunan pertanian
berkelanjutan dan perencanaan, kebijakan maupun praktek penggunaan lahan yang
lebih baik melalui kegiatan REDD Plus.
“Kegiatan
BioCF ISFL terdiri dari tiga fase, yaitu fase persiapan (tahun 2019 – Desember
2020), fase preinvestment yang direncanakan Juli 2020 – 2025) dan fase pembayaran
atau Result Based Payment tahun 2030),”katanya.
Kerusakan Hutan
Sementara
itu kerusakan hutan dan alahan akibat kebakaran, pembalakan liar dan alih
fungsi hutan di Provinsi Jambi cukup memprihatinkan. Koordinator Bidang
Komunikasi Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi,
Sukmareni mengatakan, berdasarkan catatan KKI Warsi Jambi, sisa hutan di
Provinsi Jambi saat ini hanya sekitar 882.272 hektare (ha).
Luas
hutan tersebut menurun drastis dibandingkan luas hutan di Jambi tahun 1990
sekitar 2,8 juta ha atau tahun 2000 sekitar 1,9 juta ha. Total luas kerusakan
hutan di Provinsi Jambi selama 15 tahun terakhir sudah mencapai 1,18 juta
hektare (ha) atau 56 persen dari total 2,1 juta ha hutan di daerah itu.
“Berkurangnya
luas hutan di Jambi terjadi antara 2015-2016. Hutan di Jambi berkurang dari
1.147.380 ha (2015) menjadi 970.434 ha (2016) atau berkurang 176.946 ha (15,42
%). Sedangkan tahun 2017 sisa hutan di Jambi hanya 920.730 ha dan tahun 2019
tersisa menjadi 900.173 ha,”katanya.
Dikatakan,
kebakaran juga menjadi salah satu pemicu utama kerusakan hutan di Jambi. Kerusakan
hutan akibat kebakaran di Jambi tahun
2015 mencapai 19.528 ha. Kemudian karhutla di Jambi tahun 2019 mencapai 11.736
ha. Sedangkan karhutla di Jambi tahun 2020 sekitar 558,43 ha dan tahun 2021
sekitar 173 ha. (Matra/Radesman Saragih)
Kawasan hutan yang rusak akibat pembangunan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi. (Foto : Matra/KKIWarsiJambi) |
Posting Komentar