Akibatnya tiga orang petugas keamanan PT JAW Sarolangun mengalami luka serius hingga terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Ketiga petugas keamanan perusahaan sawit tersebut hingga Senin (1/11/2021) masih dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolonel Abunjani, Bangko, Kabupaten Merangin. Sedangkan oknum warga Orang Rimba yang menembak petugas keamanan perusahaan tersebut kabur ke dalam hutan dan masih diburu.
Kapolres Sarolangun, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sugeng Wahyudiono di Sarolangun, Jambi, Senin (1/11/2021) mengatakan, pihaknya masih melakukan pendekatan persuasive kepada oknum warga Orang Rimba yang melakukan penembakan petugas keamanan perusahaan sawit tersebut agar menyerahkan diri.
“Kami sudah melakukan pembicaraan dengan beberapa orang tuo tengganai (kepala suku) Orang Rimba agar oknum warga mereka yang melakukan penembakan segera menyerahkan diri. Selain itu kami juga masih memburu ketiga pelaku. Kemudian pekan ini kami akan melakukan operasi penertiban kepemilikan senjata rakitan di kalangan Orang Rimba,”ujarnya.
Mencegah terjadinya pembalasan yang dilakukan warga beberapa desa di Kecamatan Air Hitam terhadap kelompok Orang Rimba, Sugeng Wahyudiono sudah turun ke beberapa desa d Kecamatan Air Hitam menenangkan warga.
“Situasai di beberapa desa, Kecamatan Air Hitam pasca penembakan petugas keamanan perusahaan yang dilakukan oknum Orang Rimba sudah kondusif. Warga tidak ada lagi yang bergerombol. Namun kami tetap melakukan pengamanan di lokasi PT JAW dan desa sekitar hingga Senin (1/11/2021),”katanya.
Gara-gara Teguran
Sugeng Wahyudiono menjelaskan, penembakan yang dilakukan oknum warga Orang Rimba terhadap tiga petugas keamanan perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT JAW di Sarolangun, Jumat (29/10/2021) berawal ketika petugas keamanan perusahaan menegur sekelompok Orang Rimba yang mencuri TBS sawit di areal perusahaan.
“Tak terima ditegur petugas keamanan, beberapa orang warga Orang Rimba yang ternyata memiliki senjata api rakitan langsung menembak petugas keamanan perusahaan. Akibatnya tiga orang petugas keamanan perusahaan tertembak di bagian lengan dan kaki,”katanya.
Menurut Sugeng Wahyudiono, senjata rakitan yang dimiliki warga Orang Rimba tersebut biasanya dipakai untuk berburu babi hutan. Namun karena Orang Rimba merasa tersinggung ditegur dan dilarang mengambil buah sawit di areal perusahaan, mereka menggunakan senjata api rakitan tersebut menembak petugas keamanan perusahaan.
Menyinggung penyelesaian kasus penembakan petugas keamanan perusahaan tersebut, Sugeng Wahyudiono menjelaskan, pihaknya tetap berusaha agar pelaku penembakan diproses secara hukum. Namun demikian pendekatan budaya juga tetap dikedepankan mencegah terjadinya konflik.
"Kami kini berkoordinasi dengan tumenggung sebagai orang yang disegani warga Orang Rimba. Kami berharap para tumenggung dapat mengajak warga Orang Rimba pelaku penembakan hadir ke kepolisian sektor (Polsek) Air Hitam dan Kepolisian Resor (Polres) Sarolangun memberi keterangan. Kami juga mengharapkan senjata api rakitan warga Orang Rimba pelaku penembakan diserahkan,”katanya.
Pasti Diproses
Sementara itu, Wakil Kepala (Waka) Polda Jambi, Brigjen Pol Yudawan ketika berkunjung ke Kecamatan Air Hitam mengatakan, pihak kepolisian setempat memastikan dilaksanakannya proses penyilidikan kasus penembakan karyawan perusahanan sawit, PT JAW. Tim Polres Sarolangun dan Polda Jambi kini masih melakukan penyelidikan dan memintai keterangan para saksi terkait kasus penembakan tersebut.
“Tim kita sekarang sedang melakukan penyelidikan terkait kasus penembakan yang dilakukan oknum warga Orang Rimba terhadap tiga petugas keamanan PT JAW. Petugas juga sudah meminta keterangan beberapa orang saksi. Saya juga sudah melihat keadaan korban penembakan yang dirawat di rumah sakit di Merangin, Sabtu (30/10/2021),”katanya.
Yudawan menegaskan, proses hukum harus tetap dilakukan terhadap oknum warga Orang Rimba yang melakukan penembakan terhadap petugas keamanan PT JAW. Siapa pun yang melakukan pelanggaran harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Namun kearifan lokal harus dikedepankan dalam penanganan kasus penembakan yang dilakukan oknum warga Orang Rimba ini. Ibaratnya mengambil rambut dalam tumpukan tepung. Tepung tidak tumpah dan rambut tidak putus. Artinya kita butuh pendekatan persuasif dalam penanganan kasus ini. Kami memberi perhatian khusus terhadap penanganan kasus ini,”katanya.
Yudawan juga meminta masyarakat di Kecamatan Air Hitam, Sarolangun tetap tenang dan tidak terhasut provokasi pihak tertentu untuk melakukan pembalasan kepada Orang Rimba. Pihak kepolisian dan pemerintah setempat akan menangani persoalan tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Kita minta masyarakat sekitar tidak terprovokasi atas peristiwa tersebut. Di lapangan kita sudah kerahkan tim untuk menjaga kondusifitas di wilayah kejadian penembakan dan kita juga libatkan teman-teman dari KKI Warsi untuk menjembatani kami dengan Orang Rimba,”paparnya.
Tidak Ada Solusi
Secara terpisah, Manajer Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi, Robert Aritonang menilai, konflik Orang Rimba dangan pihak perusahaan di Jambi sering terjadi akibat penguasaan lahan yang dilakukan di kawasan sumber penghidupan Orang Rimba.
Pihak perusahaan yang menguasai lahan sering kurang memperhatikan dampak pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap Orang Rimba. Hal tersebut tercermin dari tidak adanya solusi yang diberikan pihak perusahaan yang telah menguasai hutan dan lahan untuk menyelamatkan kehidupan Orang Rimba.
Orang Rimba sering dianggap sebagai penumpang di kawasan hutan yang telah mereka kuasai dan dibangun menjadi kebun sawit. Kondisi tersebut membuat konflik Orang Rimba dengan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit masih sering terjadi hingga sekarang.
“Kemudian semua tindakan Orang Rimba yang mencari sumber kehidupan di areal kebun sawit dianggap tindakan kriminal. Kesalahannya di situ. Pihak perusahaan tidak menganggap Orang Rimba sebagai bagian dari anak bangsa yang juga perlu kehidupan yang lebih baik,”katanya.
Menurut Robert Aritonang, konflik antara Orang Rimba dengan perusahaan sawit di Jambi tidak bisa dilihat hanya scara parsial atau terpisah-pisah, tetapi harus dilihat secara menyeluruh. Rentetan konflik antara Orang Rimba dengan perusahaan sawit selama ini merupakan akumulasi dari persoalan-persoalan dasar pada komunitas adat marginal, yakni Orang Rimba yang tidak terselesaikan dengan baik.
Dikatakan, pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit serong terlibat konflik dengan Orang Rimba di Jambi selama ini karena kawasan perkebunan kelapa sawit perusahaan merupakan wilayah jelajah Orang Rimba. Sebelum perusahaan kelapa sawit menguasai lahan di sekitar hutan Jambi, komunitas KAT Orang Rimba sudah lama bermukim di kawasan tersebut.
“Ketika perusahaan perkebunan sawit menguasai lahan di kawasan permukiman Orang Rimba tersebut, mereka membiarkan KAT tersebut terlunta-lunta di areal kebun mereka. Tidak ada upaya pihak perusahaan memberdayakan Orang Rimba yang kehilangan sumber penghidupan,”ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Penanganan Konflik Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jambi, Piet Haryadi menjelaskan, konflik lahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI) dengan warga desa sekitar hutan, termasuk warga KAT (Orang Rimba) di Provinsi Jambi hingga kini masih banyak yang tidak terselesaikan.
Di antaranya adalah konflik lahan antara Orang Rimba atau SAD 113 dengan PT Berkat Sawit Utama (BSU) di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari. Konflik lahan tersebut sudah berlangsung sekitar 20 tahun. Lahan yang dikuasai perusahaan di desa tersebut mencapai 3.550 hektare (ha). Sebagian lahan tersebut disebut milik masyarakat sekitar.
“Kami sudah melakukan verifikasi mengenai luasan lahan yang menjadi sengketa tersebut. Lahan tersebut milik 1.513 keluarga di beberapa desa sekitarperusahaan. Kami masih berupaya mencari solusi sengketa lahan ini. Kami sudah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) menyelesaikan konflik lahan antara SAD 113 dengan PT BSU ini,”tambahnya. (Matra/Radesman Saragih)
Posting Komentar