(Matra, Medan)-Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi kemasyarakatan (Ormas) Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul SH MH meminta Hakim Majelis Peradilan Militer dalam perkara pembunuhan San Fransisco Manalu oleh 6 oknum Anggota Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL) agar ditegakkan keadilan.
Jelang pembacaan putusan kasus penculikan yang berujung pembunuhan oleh 6 orang oknum anggota Polisi Militer Angkatan Laut terhadap San Francisco Manalu (40) Pada 1 November 2021, Ormas HBB bersama keluarga korban akan menggelar aksi bertajuk “Menegakkan Keadilan”.
Demikian dijelaskan Ketua Umum DPP HBB Lamsiang Sitompul SH MH kepada wartawan di Medan, Sabtu (30/10/2021) menanggapi kasus yang menimpa korban San Fransisco Manalu.
Disebutkan, kegiatan atau aksi “Menegakkan keadilan” ini dilakukan sebagai protes keras terhadap oditur militer yang berperan sebagai penuntut umum dalam persidangan perkara pembunuhan San Fransisco Manalu yang telah membacakan tuntutan hukuman 10 tahun dan dipecat dari TNI terhadap 6 orang terdakwa dalam peradilan Militer pada Kamis (21/10/2021) lalu.
“Kami dari Ormas Horas Bangso Batak menghargai seluruh tahapan persidangan yang telah berlangsung selama ini. Tapi, kami juga selalu mengikuti dan mengawasi jalannya persidangan. Termasuk pembacaan tuntutan oleh oditur militer belum lama ini. Tapi kami sangat kecewa atas tuntutan hukuman 10 tahun. Kami minta keadilan. Kami meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini untuk memutuskan hukuman maksimal dan kalau perlu hukuman mati kepada para terdakwa,”kata Lamsiang Sitompul.
Menurut Lamsiang Sitompul, adapun alasan pihaknya meminta pihak majelis untuk menghukum para terdakwa agar dihukum maksimal adalah, sesuai dengan kronologis pembunuhan yang diawali dengan penculikan dan berakhir dengan pembunuhan di wisma atlet dayung angkatan laut Jatiluhur, kabupaten, Purwakarta, Provinsi Jawa barat.
Terpisah, menurut orang tua korban, Jhonisah Manalu, dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan kasus pembunuhan Almarhum San Francisco Manalu (40) oleh 6 orang Oknum Polisi Militer Angkatan Laut (POM AL) telah dibacakan Tuntutan oleh Oditur Militer ll – 08 Bandung (Jaksa Penuntut Umum) Kamis (21/10/2021) dengan pidana pokok pasal 338 KUHPidana dengan tuntutan 10 tahun penjara dan dipecat dari dinas prajurit TN AL.
“Sementara itu, pasal dakwaan primer oditur 340.jo 338.55. lebih subsider 351. Maka dinilai tuntutan tersebut sangat tidak berkeadilan dan patut dipertanyakan, ada apa Oditur dengan para terdakwa,” katanya.
Padahal menurut Jhonisah, unsur perencanaannya sangat jelas dan terpenuhi. Yakni, adanya penjemputan terhadap almarhum oleh para terdakwa. Kemudian Almarhum dibawa ke wisma atlet dayung Jatiluhur Purwakarta untuk disiksa, disimpan diruangan dan akhirnya meninggal dunia.
Setelah meninggal lalu mayatnya disembunyikan di dalam hutan di Bilangan Jonggol, Kabupaten Bogor yang jauh dari pemukiman masyarakat.
Paskah pembacaan tuntutan Jhonisah Pandapotan Manalu selaku orangtua korban bersama Pengurus Horas Bangso Batak (HBB) seluruh Indonesia telah melakukan zoom meeting Kamis malam (28/10/2021).
Kronologi Kasus
Dalam zoom Meeting itu, Jhonisah Pandapotan kepada HBB menjelaskan, bahwa tuntutan jaksa oditur militer kurang adil dengan tuntutan 10 tahun dengan pokok tuntutan pasal 338KUHPidana. Sedangkan perbuatannya sangat keji dan terorganisir untuk perencanaan dengan kronologis alm dijemput (29/5/2021) sekitar Pukul 14. WIB dan meninggal Pukul 20. WIB.
Sementara motif penculikan dan pembunuhan Francisco Manalu kata Jhonisah sampai tuntutan Oditur dibacakan dipersidangan tidak ada kejelasan sama sekali. Bahkan, pengakuan para terdakwa oknum TNI AL di persidangan bahwa mereka menjemput Francisco Manalu adalah, tujuannya untuk memaksa agar mengakui pencurian mobil pick up milik Rasta (terdakwa lain dalam peradilan umum).
Karena, para terdakwa pernah mendengar Rasta warga sipil pernah kehilangan mobil Suzuki Futura pick up tanggal 13 Januari 2021 oleh Ade Mustopa saat bertamu ke kosan almarhum Francisco.
Terkait hal ini, menurut Jhonisah Pandapotan Manalu sebagaimana dalam persidangan dijelaskan bahwa, ketika para terdakwa diberitahu oleh majelis hakim, bahwa hilangnya mobil rasta telah dilaporkan ke polisi dan atas kehilangan mobil tersebut. Pihak asuransi telah mengganti mobil Rasta.
Sedangkan para terdakwa melakukan penculikan dan berujung pembunuhan dikarenakan berniat menolong Rasta yang mana menurut para tetrdakwa, Rasta sering memberi makan para terdakwa di rumahnya.
Terkait dengan hilangnya mobil tersebut, lanjut Jhonisah melanjutkan, dari hasil investigasi pengacara keluarga Dr.Drs. Riduan SSi,SH,MM,MH dengan Kanit unit 1 dan unit 4 Polres Purwakarta belum ada indikasi siapa pelaku pencurian mobil pick up tersebut dan tidak sampai ke tahap penyidikan asuransinya pun sudah diterima oleh Rasta sebesar Rp 75 juta rupiah .
Dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Purwakarta bahwa, tidak ada bukti atau saksi yang mengarah kepada almarhum Francisco Manalu terkait pelaku pencurian mobil pick up milik Rasta.
Bahkan, korban lainnya Ade Mustofa dengan Rasta selaku pemilik mobil yang dinyatakan hilang telah membuat surat pernyataan untuk kesanggupan ganti ruginya disaksikan oleh oknum Babinkantibmas, Babinsa, Nono, Maskar, yang mereka tandatangani secara bersama sama.
Oleh karena itu kata Jhonisah , satupun tidak ada tanda tangan alm Francisco Manalu tentang ganti rugi mobil yang hilang. Atau almarhum tidak terlibat sama sekali.
Untuk itu, Jhonisah Manalu bersama Ketua Umum DPP Horas Bangso Batak Lamsiang Sitompul SH MH menyarankan, agar para Hakim Majelis dalam persidangan ini menegakkan keadilan seadil-adilnya. (Matra/Asenk Lee Saragih)
Posting Komentar