Pdt Daniel Saragih, STh menyapa St Berlin Manihuruk seakrab itu karena mereka merupakan teman sepermainan dan seangkatan di desa pesisir Danau Toba, Desa Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Sumut medio 1950 – 1960 -an. Pdt Daniel Saragih, STh menyapa St Berlin Manihuruk TKG sebagai singkatan dari Tukang Gambar (tukang foto/fotografer).
Masa 1970 – 1980 – an memang, St Berlin Manihuruk yang tinggal di Desa Haranggaol menjadi tukang gambar (fotografer) terkenal di pesisir Danau Toba. Ketika itu sebagian besar warga pesisir Danau Toba yang datang ke pekan (tiga) Haranggaol menjadi langganan St Berlin Manihuruk untuk pembuatan pas foto dan foto.
Saat itu, StBerlin Manihuruk yang belajar fotograpi di Kota Bandung, Jawa Barat medio 1968-1969 juga memiliki bobilitas yang tinggi menjadi tukang potret dari kampung ke kampung. Bahkan St Berlin Manihuruk menjelajah sampai ke Sidikalang menjadi fotografer.
Selain itu, St Berlin Manihuruk juga saat itu terkenal sebagai pemburu babi hutan bersama kelompoknya dari daerah Tigarunggu dan Haranggaol. Wilayah perburuannya juga tidak hanya di sekitar hutan dan gunung (harangan pakon dolog) Haranggaol dan Tigarunggu, tetapi juga ke daerah lain di luar Simalungun.
Ingatan Pdt Daniel Saragih, STh terhadap St Berlin Manihuruk memang sangat kental. Ketika penulis bertemu dengan Pdt Daniel Saragih, STh di GKPS Bangko 20 tahun silam, Dia juga langsung menyapa penulis.
“Diham do si Berlin Ambia. Ai itandai ho do? (Kamu kenal nggak si Berlin),” katanya kepada penulis sembari tertawa. Rupanya Pdt Daniel Saragih, STh tahu penulis yang saat itu memotret acara kegiatan ibadah malam Pesta Bapa GKPS Resort Jambi di GKPS Bangko seorang anak St Berlin Manihuruk.
Apresiasi
St Berlin Manihuruk kepada penulis baru-baru ini mengisahkan, Pdt Daniel Saragih, STh mengapresiasi aktivitas pelayanannya karena dia terkenal sebagai pemburu babi hutan dan bisa menjadi Pengantar Jemaat (Porhanger) GKPS Hutaimbaru dan Perutusan Synode Bolon GKPS Resort Tongging.
“Saat bertemu pada Synode Bolon di Sibolangit 30 tahunan silam, saya pun langsung memilih satu kamar dengan Pdt Daniel Saragih, STh. Setelah itu kami minum tuak mengenang masa – masa silam di Haranggaol,”ujarnya.
St Berlin Manihuruk yang lahir di Desa Haranggaol, 7 September 1943 memulai aktivitas sebagai guru sekolah minggu di GKPS Hutaimbaru tahun 1983 – an. Dia hijrah ke Desa Hutaimbaru setelah meninggalkan profesi sebagai fotografer dan meninggalkan hobi berburu.
Setelah lama melayani, St Berlin Manihuruk pun menjadi Pengantar Jemaat GKPS Hutaimbaru dan Perutusan Synode Bolon GKPS Resort Tongging. Selama pelayanannya di GKPS Hutaimbaru dan GKPS Resort Tongging, St Berlin Manihuruk memang berkarya secara total. Dia tidak mau setengah hati menjalankan tugas panggilannya.
Kendati kadang dengan kantong kosong, St Berlin Manihuruk tidak segan - segan mengikuti berbagai kegiatan GKPS di GKPS Resort Tongging, Distrik III Seribudolok hingga ke tingkat pusat GKPS. St Berlin Manihuruk tidak pernah merasa khawatir kesulitan dalam pelayanan dan perjalannya di luar Desa Hutaimbaru karena memiliki banyak sahabat mulai dari Desa Hutaimbaru, Haranggaol, Seribudolok, Tigarunggu, Pematangraya, Pematangsiantar bahkan hingga ke Samosir.
Sering para kondektur dan sopir mobil Haranggaol – Pematangsiantar dan awak kapal motor di Danau Toba enggan menerima ongkos St Berlin Manihuruk karena sudah merasa sahabat kental. Seperti istilah lagu Batak “Anak Medan”, “Modal pergaulan, boi do mangolu au,” (modal pergaulan saya bisa hidup), seperti itulah gaya kehidupan St Berlin Manihuruk. Dia kerap tidak mengkawatirkan kesulitan uang kantong kendati mobilitasnya tinggi. Dia yakin seluruh sahabat dan adik-adiknya yang sudah sukses di perantauan tetap membantunya menunaikan tugas-tugas pelayannya.
Kesaksian menarik tentang aktivitas St Berlin Manihuruk selama menjadi Perutusan Synode Bolon GKPS Resort Tongging juga diungkapkan adik bungsunya, St Bonarsius Saragih, SH MH (mantan Pengantar Jemaat/Perutusan Synode Bolon) GKPS Bandung. Pada Synode Bolon GKPS di Balai Bolon GKPS, Kota Pematangsiantar, 25 tahun lalu, St Bonarsius Saragih Manihuruk yang datang dari Bandung sama-sama mengikuti Synode Bolon dengan St Berlin Saragih Manihuruk dari GKPS Hutaimbaru.
Sebelum bertemu, St Bonarsius Saragih Manihuruk menyapa St Berlin Manihuruk melalui pengeras suara. “Mohon perhatian. Untuk Perutusan Synode Bolon GKPS Resort Tonggong, St Berlin Manihuruk dipersilahkan menghadap meja panitia untuk menyelesaikan kewajibannya. Kalau tidak, dimohon segera kembali,”kata St Bonarsius Saragih saat itu. Saat itu, St Bonarsius Sarahgih sudah melihat kehadiran abangnya, St Berlin Manihuruk.
Mendengar pemberitahuan yang bernada cukup keras namun hanya candaan tersebut, St Berlin Manihuruk langsung bereaksi spontan bernada agak marah. “Age mulak au,…!!! (biarlah saya pulang)”,katanya. Melihat reaksi St Berlin Manihuruk tersebut, St Bonarsius Saragih dan beberapa orang peserta Synode Bolon pun langsung tertawa. Lantas St Berlin Manihuruk pun meminta St Bonarsius Saragih membayar kewajibannya. “Bayar ambia bagianku. (bayar kewajiban saya,”kata St Berlin Manihuruk kepada St Bonarsius Saragih sembari keduanya berpelukan.
St Berlin Manihuruk memperagakan "Dihar" tarian seni pencak silat Simalungun pada perkawinan adat Simalungun di Kota Bandung, Jawa Barat Sabtu 13 Agustus 2016. (Foto : Matra/Asenk Lee Saragih) |
Kuasai Pencak Silat
Selama tinggal menetap di Desa Hutaimbaru, St Berlin Manihuruk yang menikah dengan Anta Br Damanik dari Desa Urung Bayu, Tigarunggu, Simalungun, tidak hanya bertani dan melayani di gereja. Dia juga banyak mengurusi kepentingan warga masyarakat di bidang adat, keluarga dan sosial. Bahkan tak jarang St Berlin Manihuruk juga turun tangan menyelesaikan persoalan warga hingga ke kepolisian di Seribudolok. Ke Samosir pun Dia dipanggil orang untuk mendamikan kelompok warga yang berseteru.
“Saya juga pernah dipanggil Keluarga Manihuruk di Sidabagas, Samosir menyelesaikan konflik marga Manihuruk di Sidabagas. Selain itu saya juga sering dipanggil warga Desa Haranggaol menyelesaikan persoalan warga di desa kelahiran saya itu kendati saya sudah pindah ke Desa Hutaimbaru,”katanya.
Sangkin seringnya terlibat penyelesaian masalah konflik warga desa, baik secara musyawarah maupun dengan cara gaya represif, julukan TKG (tukang Gambar) yang dimiliki St Berlin Manihuruk selama puluhan tahun diubah orang menjadi Tukang Gimbal (TKG). Sampai sekarang pun julukan tersebut melekat dalam diri St Berlin Manihuruk seperti sapaan Pdt Daniel Saragih, STh kepadanya.
St Berlin Manihuruk sering diandalkan orang menyelesaikan perseteruan warga karena sifatnya yang familiar, besahabat, penuh humor namun memiliki kemampuan bela diri yang cukup. St Berlin Manihuruk menguasai pencak silat dan karate. Bahkan St Berlin Manihuruk pernah menjadi guru karate di desa-desa pesisir Danau Toba era 1982 – 1984. Namun Dia tidak pernah menonjolkan kemampuan beladirinya. Dia selalu mengedepankan persahabatan.
Hal tersebut diakui seorang pemilik warung nasi dan warung kopi di Desa Tongging, Kabupaten Karo, Ap Jenny Munthe. “Hebat do Abang, Bapamu ai ambia. Anggo roh hu Tongging mampur hu kodei namu on, ganup do halak ibayar bana. (Royal juga Abang, Bapak kamu itu. Kalau mampir ke warung saya di Tongging, ini dia bayar semua minuman kawan – kawannya di sini,”katanya.
Ayah sembilan orang anak ini mengakui, dia mempelajari pencak silat bukan untuk adu kekuatan, tetapi hanya demi kesenian. Sedangkan Dia mempelajari karate untuk olah raga dan kesehatan. Karena itu pada acara-acara adat, Dia sering menampilkan tarian seni pencak silat.
Regenerasi Pelayan
St Berlin Manihuruk yang merupakan anak laki-laki tertua dari 10 bersaudara pasangan St E Manihuruk (Alm)/RP Br Haloho (Alm) terpanggil menjadi pelayan Gereja di GKPS Hutaimbaru akibat kurangnya regenerasi para pelayan (majelis) di desa tersebut. Mencari orang yang mau menjadi majelis, apalagi berkhotbah di GKPS Hutaimbaru masih sulit, termasuk hingga saat ini. Kondisi tersebut membuat St Berlin Manihuruk yang sudah memasuki usia 75 tahun tahun 2018 lalu tidak diizinkan majelis jemaat pensiun (purnabakti).
Pengamatan penulis di GKPS Hutaimbaru, Desember 2018, St Berlin Manihuruk masih mengajar sekolah minggu. Kemudian Dia juga berkhotbah secara beruntun selama Minggu Advent, Natal hingga Tahun Baru 2019. Yang lebih menarik, pada ibadah perayaan Natal, 25 Desember 2019.
Pada saat itu, seorang sintua (penatua/pelayan) gereja yang seharusnya berkhotbah tidak hadir hingga 15 menit menjelang ibadah dimulai dan para majelis sudah berkumpul di konsistori (ruang persiapan pelayan gereja). Lantas St Berlin Manihuruk meminta penulis menggantikan. Namun karena penulis baru datang dan tidak sermon, penulis menolaknya. Sejenak, St Berlin Manihuruk membaca buku bahan khotbah “Bonih”. Suasana konsistori pun hening. “Sudah, mari kita mulai ibadah,”katanya.
Penulis sempat juga bertanya dalam hati, apakah nanti materi dan pesan utama khotbah Natal tersebut dikuasai St BerlinManihuruk karena hanya dibaca sejenak, tak lebih 10 menit. Ketika St Berlin Manihuruk tampil di podium dengan penuh percaya diri, khotbah Natal pun disampaikannya dengan mantap, singkat dan padat sesuai tema yang termuat dalam Susukkara (Almanak), buku “Bonih” dan “Ambilan pakon Barita”.
Bila diperhatikan latar belakang Pendidikan St Berlin Manihuruk hanya sebatas sekolah menengah pertama (SMP), penulis tak yakin Dia bisa berkhotbah sebaik itu. Namun karena memang selama ini St Berlin Manihuruk sudah terbiasa membaca Alkitab (Bibel), bahan-bahan khotbah dari majalan GKPS “Ambilan pakon Barita” dan “Bonih”, penguasaannya mengenai bahan khotbah dan cara penyampainnya cukup memadai.
Selain itu, St Berlin Manihuruk selama melayani juga cukup rajin sermon hadomuan (rapoat majelis bersama) di GKPS Tongging dan GKPS Haranggaol karena sermon majelis jarang dilaksanakan di GKPS Hutaimbaru. St Berlin Manihuruk juga termasuk cukup rajin membaca media cetak dan menyimak berita-berita di televisi, sehingga bahasanya cukup mudah dicerna.
Selain cukup piawai berkhotbah, St Berlin Manihuruk juga cukup peduli terhadap ketertiban pengelolan administrasi, khususnya keuangan gereja. Kepedulian tersebut tak terlepas dari nasehat – nasehat para pelayan GKPS Hutaimbaru, termasuk ayahnya sendiri, St Efraim Moradim Manihuruk (Alm) pada masa-masa awal Pekabaran Injil di Desa Hutaimbaru.
“Saat awal Pekabaran Injil di Hutaimbaru tahun 1950 – 1960-an, majelis sering sermon (rapat membahas Firman Tuhan) di rumah. Saat itu saya masih anak-anak. Saya sering mendengar, bahwa uang gereja jangan dipermain-mainkan. Itu tetap saya pegang sampai sekarang, sehingga saya tetap konsisten agar tertib keuangan di gereja dilakukan,”katanya.
Tahun ini, tepatnya, Selasa (7/9/2021), St Berlin Manihuruk sudah memasuki usia ke-78. “Pengawal” misi Pekabaran Injil di desa terpencil pesisir Danau Toba Simalungun tersebut pun sudah saatnya meninggalkan ladang pelayanan. Tugas-tugas pelayanan sudah saatnya diwariskan kepada para majelis generasi muda di GKPS Hutaimbaru dan GKPS Resort Tongging. Dia berharap para generasi muda GKPS Resort Tongging terus mengasah diri, medisiplinkan diri dan bekerja sama dengan baik untuk meningkatkan pelayanan di desa-desa pesisir Danau Toba wilayah Simalungun tersebut.
Dikatakan, saat ini dan ke depan tantangan pelayanan di desa-desa terpencil di pesisir Danau Toba Simalungun sangat berat. Partisipasi jemaat mengikuti berbagai kegiatan jemaat masih perlu ditingkatkan. Kemudian kualitas sumber daya perhorja kuria (majelis) juga masih perlu dibenahi. Pemberdayaan ekonomi desa juga perlu dilakukan di desa-desa pesisir Danau Toba ini.
“Hal ini penting agar warga jemaat di desa-desa terpencil ini lebih terpanggil melayani dan bersekutu ketimbang terpengaruh kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi digital yang hingga kini sudah menjangkau desa – desa terpencil ini. Kesulian ekonomi warga desa juga perlu mendapat perhatian di daerah perkampungan ini agar kehidupan warga jemaat meningkat,”katanya. (Matra/Radesman Saragih)
· * Riwayat pengidangion (Pelayanan) St Berlin Manihuruk di GKPS Hutaimbaru, Resort Tongging.
1. Syamas dan Guru Sekolah Minggu 1983-1987
2. Terpilih jadi Sintua 1987.
3. Pengurus GKPS Resort Tongging (1990-1995).
4. Pengantar Jemaat (1995-2000/2000-2005).
5. Perutusan Synde Bolon (1995-2000 dan 2005 - 2010).
Posting Komentar