. Kolaborasi Pengelolaan Hutan di Sarolangun, Mengembalikan Kekayan Hutan ke Lumbung Petani

Kolaborasi Pengelolaan Hutan di Sarolangun, Mengembalikan Kekayan Hutan ke Lumbung Petani


Para kepala desa dan pihak terkait seusai membuat kesepakatan pada Workshop Pengelolaan Kolaboratif Sumber Daya Alam Landskap Bukit Bulan Menuju Pengelolaan Hutan Lestari dan Berkeadilan di Golden Hotel Sarolangun, Provinsi Jambi, Kamis – Jumat (18 -19/8/20201). (Foto : Matra/KKIWarsiJambi)

(Matra, Jambi) – Warga masyarakat desa sekitar hutan di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi masih banyak yang terbelenggu kemiskinan akibat tidak bisa menikmati kekayaan hutan di sekitar mereka. Padahal hutan di daerah tersebut cukup luas, yakni mencapai 252.377,81 hektare (ha) atau 40,88 % dari 6.174 kilometer persegi (km2) total luas Kabupaten Sorolangun. Kemudian luas hutan lindung di Sarolangun mencapai 54.285,20 ha atau atau sembilan persen dari luas wilayah daerah itu. 

Warga masyarakat atau petani sekitar hutan di Sarolangun banyak yang tidak memiliki akses memanfaatkan potensi sumber daya hutan untuk peningkatan kesejahteraan mereka akibat penguasaan hutan yang dilakukan perusahaan – perusahaan besar. Baik perusahaan kehutanan maupun perkebunan kelapa sawit.

Sedikitnya 5.000 ha hawasan hutan produksi di Sarolangun kini dikuasai perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Sedangkan  lahan yang dikuasai perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta di daerah itu mencapai 3.552 ha. Sebagian kawasan HTI dan perkebunan kelapa sawit tersebut justru sudah masuk ke Kawasan hutan adat/desa. Kawasan HTI PT PT Gading Karya Makmur (GKM) dan PT Hijau Artha Nusa (HAN) yang mencapai ribuan hektare misalnya sudah masuk ke kawasan hutan adat/desa-desa di sekitar.

Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi, Rudy Syaf didampingi Kordinator Komunikasi KKI Warsi Jambi, Sukmareni kepada medialintassumatera.com di Jambi, Minggu (22/8/2021) menjelaskan, sekitar 98 ha hutan adat di Desa Berkun, Sarolangun sudah masuk ke kawasan HTI.

Kemudian kehadiran perusahaan HTI PT HAN dan GKM di Sarolangun sejak beberapa tahun mengancam sekitar 1.368 ha hutan adat di 11 desa di Sarolangun. Seluruh hutan adat tersebut sudah mendapatkan pengakuan pemerintah melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Sarolangun Nomor 206 tahun 2010.

Selain, penguasaan hutan berlebihan yang dilakukan perusahaan HTI dan perkebunan, petani desa sekitar hutan juga di Sarolangun juga banyak yang tidak memiliki kesempatan menikmati hasil hutan akibat keganasan pembalakan liar. Situasi sulit tersebut membuat warga desa sekitar hutan di Sarolangun tidak sedikit yang terjebak usaha penambangan emas secara liar yang justru merusak hutan itu sendiri.

Kolaborasi Petani

Untuk memberikan manfaat hutan kepada warga desa sekitar hutan di Sarolangun, sekaligus menyelamatkan hutan dari kerusakan akibat pembalakan liar maupun penambangan emas ilegal, warga desa sekitar hutan di daerah itu diupayakan memiliki akses dan kesempatan memanfaatkan hasil hutan.  Upaya itu dilakukan dengan menggagas program pengelolaan hutan pola kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan petani.

Kerja sama pemanfaatan hutan untuk petani itu diawali dengan pelaksanaan Workshop (Pertemuan) Pengelolaan Kolaboratif Sumber Daya Alam di Landskap (Kawasan) Bukit Bulan, Kabupaten Sarolangun Menuju Pengelolaan Hutan Lestari dan Berkeadilan di Golden Hotel Sarolangun, Kamis – Jumat (18 -19/8/20201).

Workshop yang digagas KKI Warsi Jambi tersebut dihadiri sekitar 30 orang yang terdiri dari enam kepala desa, perwakilan petani, kalangan DPRD dan pihak instansi terkait. Workshop tersebut dimaksudkan membangun komunikasi dan koordinasi antar pihak yang memiliki kesamaan pandangan dalam pegelolaan hutan berbasis masyarakat di Lanskap Bukit Bulan. Selain itu pertemuan  itu juga dilaksanakan untuk membangun komitmen dan strategi bersama dalam pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di Lanskap Bukit Bulan.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Limau Unit VII Hulu Kabupaten Sarolangun, Misriadi pada kesempatan tersebut mengatakan, warga masyarakat desa sekitar hutan Bukit Bulan beserta generasinya di masa mendatang harus dapat menikmati potensi-potensi kekayaan hutan di sekitar mereka. Karena itu pengelolaan hutan di Bukit Bulan harus dilakukan secara kolaborasi (kerja sama) antara pihak-pihak terkait (stakeholders) dengan petani.

“Selama ini sudah banyak petani di sekitar hutan di Jambi yang hidup miskin akibat tidak punga lahan untuk pertanian maupun perkebunan. Sementara kawasan hutan di sekitar mereka dikuasai para pemodal. Kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan lagi agar para petani di Sarolangun ini bisa menikmati hasil hutan untuk menopang perekonomian keluarga mereka,”katanya.

Berbagai pihak terkait yang secara intensif memantau keberadaan hutan di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. (Foto : Matra/KKIWarsi)

Komitmen Kuat

Sementara itu, Emmy Primadona, Koordinator Program KKI Warsi Jambi, Emmy Primadona mengatakan, pihaknya menggagas workshop tersebut setelah melihat komitmen dan keseriusan para petani enam desa di Kawasan Bukit Bulan mengelola hutan dengan baik. Hal itu dapat dilihat dari upaya petani lestarinya hutan adat dan hutan desa di enam desa itu.

“Melihat potensi-potensi yang tersedia di kawasan hutan Desa Bukit Bulan, pengelolaan sumber daya alam di kawasan hutan itu dikelola warga enam desa di sekitarnya. Pengelolaan hutan dilakukan secara kolaboratif agar warga masyarakat bisa menikmati hasil hutan dan sebaliknya sumber daya hutan dan alam dengan potensi-potensinya dapat dikelola dengan lestari,”katanya.

Dikatakan, Lanskap Bukit Bulan merupakan daerah hulu Sarolangun yang sebagian besar wilayahnya masuk kawasan hutan. Kawasan hutan sangat penting baik untuk perlindungan flora dan fauna, keseimbangan ekologi, maupun jasa lingkungan. Namun kawasan hutan tersebut juga harus memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat sekitar agar hutan tidak dirusak.

Menurut Emmy Primadona, kawasan hutan Bukit Bulan selama ini merupakan salah satu kawasan resapan dan sumber air di Provinsi Jambi. Beberapa sub daerah aliran sungai (DAS) utama muncul dari jantung Bukit Bulan, yaitu sub DAS Limun, sub DAS Kutur dan sub DAS Meloko. Sub - sub DAS tersebut  mengalirkan air ke Sungai Batanghari yang merupakan sungai terbesar di Provinsi Jambi.

Dijelaskan, KKI Warsi Jambi sudah beraktivitas di Landskap Bukit Bulan sejak 2005. Namun saat itu, hanya ada satu desa, yakni Desa Lubuk Bedorong yang diberdayakan mengelola hutan. Selanjutnya KKI Warsi Jambi berhasil memetakan hutan adat Desa Lubuk Bedorong dan hutan adat Temalang.

“Pemetaaan hutan adat tersebut dilakukan untuk mendorong upaya perlindungan kawasan Bukit Bulan dan sekitarnya. Saat ini enam desa di kawasan hutan Bukit Bulan sudah bergabung mengelola hutan secara lestar,”ujarnya.

Pembalakan liar yang masih sering terjadi di kawasan hutan produksi Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. (Foto : Matra/KKIWarsi)

Asal Minagkabau

Menurut Emmy Primadona, Landskap Bukit Bulan terletak di Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun. Wilayah tersebut terdiri dari enam desa yaitu, Desa Lubuk Bedorong, Desa Temalang, Desa Berkun, Desa Mersip, Desa Meribung, dan Desa Napal Melintang.

Warga masyarakat enam desa dalam Landskap Bukit Bulan berasal dari Minangkabau dan Sumatera Bagian Selatan. Mereka dikenal dengan sebutan Panghulu dan Bathin. Adat istiadat dan budaya mereka sama. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, masyarakat Bukit Bulan masih menjadikan pertanian sebagai salah satu sumber mata pencahariannya.

Secara geografis, katanya, Bukit Bulan menempati posisi strategis sebagai penyangga beberapa hutan utuh terakhir di Sumatera. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) terletak di bagian selatan selatan, hutan produksi  Batang Asai di bagian utara, hutan produksi Sungai Kutur di bagian timur dan hutan lindung Bukit Tinjau Limun di bagian barat. Sedangkan Areal Penggunaan Lain (APL) sebagai food security area (kawasan keamanan pangan) masyarakat membentang di bagian tengah mengikuti aliran Sungai Limun.

“Jadi pelestarian hutan yang dilakoni warga enam desa di kawasan Bukit Bulan selama ini sudah memiliki kontribusi besar dalam menjaga ketersediaan air di Provinsi Jambi. Komitmen warga enam desa tersebut melanjutkan pelestarian hutan dan menjaga ketersediaan sumber air tersebut harus terus dipertahankan dengan memberikan sumber pendapatan kepada mereka dari hasil pengelolaan sumber daya hutan,”katanya.

Sementara Ketua Komisi II (bidang kesejahteraan rakyat) DPRD Sarolangun, Fadlan Kholik pada kesempatan tersebut mengatakan, DPRD sendiri memiliki inisiatif untuk mendorong kebijakan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan di Sarolangun.

“Misalnya, merumuskan peraturan daerah masyarakat hukum adat (MHA) yang telah masuk ke program legislasi daerah,” ungkapnya.

Fadlan Kholik mengharapkan, melalui adanya peraturan daerah (Perda) mengenai pengelolaan hutan secara kolaboratif di Sarolangun, pelestarian hutan akan dapat ditingkatkan dan pengelolaan hutan pun dapat memberikan kesehateraan kepada masyarakat. Dengan demikian warga desa sekitar hutan di Sarolangun tidak aka nada lagi yang tergiur bekerja pada usaha penambangan emas ilegal.

“Selain itu kami juga berharap masyarakat sekitar hutan di Sarolangun menemukan alternatif ekonomi yang lain yang dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian selain pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang belakangan marak di Sarolangun,”katanya.

Fadlan Kholik menegaskan, DPRD Sarolangun siap berada di garis depan untuk menyetop aktivitas PETI. DPRD setempat juga siap mendukung kegiatan dan membantu semua dorongan-dorongan kebijakan yang berkaitan dengan kelestarian sumber daya alam.

Sementara itu, workshop pengelolaan hutan kolaboratif tersebut ditandai dengan penandatanganan berita acara dan komitmen keenam desa dan KPH Limau Unit VII Hulu mengenai pengelolaan hutan di kawasan Bukit Bulan, Sarolangun. Selain itu seluruh pihak dalam pertemuan tersebut juga berkomitmen menjunjung tinggi kelestarian lingkungan dan berupaya memanfaatkan sumber daya hutan untuk peningkatan ekonomi petani.

Pertemuan itu juga menyepakati suatu komitmen mendukung perlindungan dan pengelolaan sumber hutan dan alam melalui pembentukan kebijakan di tingkat desa.  Para peserta pertemuan juga sepakat membentuk forum pengelolaan bersama sumber daya alam Landskap Bukit Bulan secara berkelanjutan. Kesepakatan pengelolaan hutan secara kolaboratif tersebut diharapkan dapat meneteskan sumber rejeki yang melimpah kepada para petani sekitar yang selama ini sudah berjasa melestarikan hutan adat. (Matra/Radesman Saragih)

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama