Limbah kayu di kawasan Sungai Batanghari, Kota Jambi ketika banjir melanda baru-baru ini. (Foto : Matra/Radesman Saragih)
(Matra, Jambi) – Pemerintah Indonesia menetapkan Hari Sungai Nasional sejak 27 Juli 2011. Hari Sungai Nasional itu ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011. Pada Selasa (27/7/2021), usia Hari Sungai Nasional genap 10 tahun. Bertepatan dengan peringatan Hari Sungai Nasional ke-10, medialintasumatera.com (Matra) menurunkan sebuah tulisan khusus mengenai penyelamatan sungai di Provinsi Jambi. Berikut tulisannya. Redaksi.***
Sungai Batanghari yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera dengan panjang sekitar 800 kilometer (Km) semakin tidak mampu mendukung kehidupan masyarakat di sekitarnya dalam pemenuhan kebutuhan air. Baik itu kebutuhan air untuk konsumsi, pertanian, kelestarian ikan dan transportasi. Sungai Batanghari yang mengalir dari kawasan hulu di Sumatera Barat dan hilir di pesisir timur Provinsi Jambi kini semakin kritis akibat pencemaran dan penggundulan hutan.
Pencemaran Sungai Batanghari didominasi aktivitas penambangan emas liar atau tanpa izin yang banyak menggunakan mercury (air raksa), pembuangan limbah industri pengolahan sawit, karet, kayu dan limbah rumah tangga. Berdasarkan pantauan medialintassumatera.com (Matra) di Sungai Batanghari, Kota Jambi, baru-baru ini, kondisi air Sungai Batanghari sangat keruh dan kotor, sehingga tidak layak dikonsumsi.
Kemudian Sungai Batanghari juga banyak dicemari limbah rumah tangga berupa sampah plastik, limbah pertanian, limbah cair industri. Ketika banjir datang, Sungai Batanghari dipenuhi sampah plastik, batang kayu dan sisa limbah pertanian. Sedangkan ketika sungai surut, sebagian air sungai, khususnya pada bagian sungai yang berkaitan dengan anak-anak sungai di Kota Jambi tampak hitam, penuh sampah dan menebar bau tak sedap.
Sementara itu Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Jambi, Tagor Mulia Nasution di Jambi baru-baru ini mengungkapkan, Sungai Batanghari juga kini mengalami pendangkalan yang sangat tinggi akibat penggundulan hutan dan erosi di kawasan DAS Batanghari.
DAS Batanghari yang luasnya mencapai 4,9 juta hektare (ha) ketinggian tebingnya bisa mencapai 12 meter ketika sedang surut atau kemarau. Hal tersebut disebabkan jauhnya permukaan air dari tanah di tebing sungai. Namun di kala Sungai Batanghari meluap, seluruh dataran rendah kawasan DAS Batanghari terendam banjir hingga radius lima kilometer.
“Kondisi pendangkalan atau sedimentasi Sungai Batanghari di wilayah Provinsi Jambi ini sangat memprihatinkan. Karena itu Forum DAS Provinsi Jambi memberikan perhatian khusus dalam penanggulangan kerusakan lingkungan Sungai Batanghari dan kawasan DAS Batanghari ini. Upaya penyelamatan Sungai Batanghari ini harus dilakukan secara intensif,”katanya.
Menurut catatan Forum DAS Provinsi Jambi, kata Tagor Mulia Hasibuan, beberapa kawasan sungai yang menjadi perhatian khusus di wilayah hulu, Sungai Batanghari juga perlu dilakukan. Baik itu Sungai Batanghari di kawasan hulu, Kabupaten Kerinci, Kota Sungaipenuh, Kabupaten Merangin, Sarolangun, Bungo hingga Tebo.
“Pencemaran air Sungai Batanghari di daerah hulu juga terjadi di daerah hilir sungai. Pendangkalan sungai atau sedimentasi dikawasan sungai juga menimbulkan penangkalan di hilir sungai. Kondisi tersebut membuat aliran Sungai Batanghari yangdulu menjadi jalur transportasi air kini tidak bisa dimanfaatkan lagi,”katanya.
Dikatakan, berdasarkan kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), upaya pemulihan sungai di Jambi penting mengingat kondisi sungai di daerah tersebut kian memprihatinkan.
“Kondisi air Sungai Batanghari dan sungai lainnya di Jambi lebih sering tampak keruh dan berwarna cokelat. Pihak KLHK mengatakan air Sungai Batanghari sudah tidak layak lagi dimanfaatkan tanpa pengolahan dan pemulihan (treatment). Untuk pemulihan air tersebut biayanya sangat tinggi,"katanya.
Zumi Zola (kiri) ketika menjabat Gubernur Jambi (2016) melakukan pembersihan sampah di Sungai Sembubuk anak Sungai Batanghari, Sijenjang, Kota Jambi. (Foto : Matra/HumasProvJambi) |
Limbah Mercury
Secara terpisah, Secara terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Abdullah mengatakan, kerusakan Sungai Batanghari di daerah hulu juga berdampak di kawasan hilir Sungai Batanghari di Kota Jambi, Kabupaten Batanghari, Muarojambi dan Tanjungjabung Timur. Pencemaran air dikawasan hulu sungai akibat penambangan emas liar berdampak ke kawasan hilir. Kandungan air yang tercemar akibat aktivitas tambang di hulu mengalir hingga ke hilir.
“Pencemaran air Sungai Batanghari di Jambi akibat limbah bahan mercury (air raksa) sulit dilakukan karena masih banyak aktivitas penambangan emas liar di kawasan DAS Batanghari di wilayah hulu, yakni Kabupaten Merangin, Sarolangun, Tebo, Bungo dan wilayah lainnya,”katanya.
Dijelaskan, kerusakan 11 sungai utama di Provinsi Jambi saatini sama. Semua sungai suah tercemar, mengelami sedimentasi dan erosi. Kawasan DAS Batanghari dan sub-sub DAS Batanghari di wilayah hulu semakin digerogoti aktivitas penambangan emas tanpa izin. Kondisi tersebut diperparah penebangan hutan yang masih masif di kawasan DAS Batanghari mulai dari hulu higga ke hilir.
Abdullah mengatakan, kerusakan sungai di Jambi sudah terjadi mulai dari Kabupaten Kerinci, Merangin, Sarolangun, Bungo dan Tebo. Kerusakan sungai di beberapa kabupaten itu dipicu maraknya aktivitas penambangan emas liar. Aktivitas tambang ilegal tersebut berdampak pada kerusakan ekosistem di sekitar kawasan.
“Limbah aktivitas tambang berdampak pada matinya biota sungai, sehingga sudah banyak ikan yang menjadi langka, termasuk ikan-ikan endemik di Jambi,”paparnya.
Sementara pihak Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi mengatakan pemulihan Sungai Batanghari dapat dilakukan melalui penghentian kegiatan illegal di sepanjang atau kawasan DAS Batanghari. Baik itu penambangan emas liar, penambangan batu bara dan pembalakan liar (illegal logging).
Direktur Eksekutif KKI Warsi, Rudy Syaf melalui Koordinator Divisi Komunikasi KKI Warsi, Sukmareni mengatakan, luas wilayah yang terdampak pencemaran dan kerusakan akibat penambangan emas liar di Jambi tahun 2020 mencapai 39.557 ha atau bertambah sekitar 5.725 ha dibandingkan tahun 2019 sekitar 33.832 ha. Lokasi penambangan emas liar di Jambi berada dilima kabupaten, yakni Kabupaten Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo dan Kerinci.
Dijelaskan, lokasi penambangan emas liar terluas di Kabupaten Merangin, yakni mencapai 15.812 ha. Kemudian lokasi penambangan emas liar di Kabupaten Sarolangun sekitar 15.254 ha, Bungo (5.611 ha), Tebo (2.851 ha) dan Kerinci (29 ha).
Beberapa sungai yang menjadi lokasi penambangan emas liar di Jambi antara lain, Sungai Langsisip, Sungai Alai, Batang Tebo, Batang Bungo, Batang Napal, dan Batang Pelepat. Kemudian Sungai Tabir, Sungai Liki, Sungai Air Orang, Batang Ngaol, Batang Tantam, Sungai Jernih, Batang Kibul, Sungai Doce, dan Sungai Aur.
Penambangan emas liar juga terjadi di Sungai Batang Merangin yang meliputi Sungai Tengko, Batang Mesumai, Sungai Serpih, Batang Sengat, Batang Nilo, dan Batang Tantan. Kemudian di Sungai Batang Asai yang melingkupi Batang Limun, Batang Melako, Batang Tangkui, Batang Duo, Batang Landur dan Batang Rengai.
![]() |
Penggundulan hutan yang menjadi salah satu penyebab kerusakan Sungai Batanghari di Jambi. (Foto : Matra/KKIWarsi) |
Penggundulan Hutan
Selain penambangan emas liar, lanjut Sukmareni, penebangan hutan (pembalakan liar) juga menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem Sungai Batanghari di Jambi. Berdasarkan catatan KKI Warsi luas hutan di Provinsi Jambi tersisa 882.272 ha. Luas hutan tersebut menurun drastis dibandingkan luas hutan di Jambi tahun 1990 sekitar 2,8 juta ha atau tahun 2000 sekitar 1,9 juta ha.
“Berkurangnya luas hutan di Jambi terjadi antara 2015-2016. Hutan di Jambi berkurang dari 1.147.380 ha (2015) menjadi 970.434 ha (2016) atau berkurang 176.946 ha (15,42 %). Sedangkan tahun 2017 sisa hutan di Jambi hanya 920.730 ha dan tahun 2019 tersisa menjadi 900.173 ha,”katanya.
Sukmareni mengatakan, berkurangnya luas hutan di Jambi menyebabkan daya serap tanah terhadap air hujan menurun drastis. Kondisi tersebut memuat terjadinya erosi dan pendangkalan sungai. Ketika hujan deras yang diikuti longsor dan banjir, tebing-tebing sungai di Jambi banyak yang ambles dan menimbulkan pendankalan sungai. Kondisi tersebut masih terus terjadi hingga saat ini.
Menurut Sukmareni, untuk menyelematkan Sungai Batanghari dan seluruh sungai di daerah tersebut, penambangan emas liar, pembalakan liar dan konversi (pengalihan fungsi) hutan menjadi perkebunan sawit di kawasan DAS Batanghari harus dihentikan.
Selain itu, pemulihan lingkungan Sungai Batanghari juga dapat dilakukan melalui penanaman hutan kembali (reboisasi dan rehabilitasi hutan) di sempadan sungai (DAS). Kemudian kegiatan ekonomi masyarakat di kawasan DAS Batanghari juga harus diperhatikan agar mereka tidak terliat perusakan hutan dan penambangan emas liar.
"Kami juga mengimbau agar pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholders) mengidentifikasi, menerapkan dan memperkuat kembali kegiatan kearifan lokal masyarakat dalam mengelola sungai dan kawasan hutan sebagai daerah tangkapan air. Misalnya pelestarian hutan desa dan lubuk larangan,"katanya.
Semoga melalui peringatan Hari Sungai Nasional, Selasa (27/7/2021), Pemerintah Provinsi (PemprovJambi dan berbagai pihak pemangku kepentingan (stakeholders) segera melakukan terobosan cepat untuk menyelamatkan Sungai Batanghari dan 10 sungai di Jambi dari ancaman pencemaran maupun kerusakan. Semoga. (Matra/Radesman Saragih/BerbagaiSumber)
0 Komentar