. Catatan Kecil Hari Anak Nasional ke-36, 23 Juli 2021 : Menyelamatkan Generasi Muda Jambi dari Bencana Pernikahan Dini

Catatan Kecil Hari Anak Nasional ke-36, 23 Juli 2021 : Menyelamatkan Generasi Muda Jambi dari Bencana Pernikahan Dini

Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah  Provinsi (Pemprov) Jambi, H Sudirman, SH,MH (dua dari kanan) didampingi Anggota DPR RI asal Jambi, Hasan Basri Agus (dua dari kiri) pada acara talk show (Diskusi) secara virtual bertajuk “Cegah Kawin Anak (Pernikahan Dini), Stunting (Pertumbuhan Kerdil) dan Nikah Siri” di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi, Kamis (22/7/2021). (Foto : Matra/KominfoJambi)
 
(Matra, Jambi) – Pernikahan dini menjadi salah satu bencana sosial yang hingga kini masih mengancam generasi muda Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi. Pernikahan dini menjadi ancaman bagi generasi muda bangsa karena pernikahan dini kerap menimbulkan perpecahan rumah tangga (broken home), perceraian di usia muda, penelantaran anak dan kekurangan gizi. Problema sosial tersebut cenderung meningkat di masa pandemi Covid-19 karena kurangnya ketahanan keluarga muda hasil pernikahan dini menghadapi tekanan ekonomi. 

Pernikahan dini masih banyak terjadi hingga kini akibat sikap yang sekedar mencari jalan pintas membebaskan orangtua dari tanggungjawab membesarkan anak hingga hidup mandiri atau sikap tak peduli terhadap dampak pernikahan dini tesebut. Padahal kenyataan menunjukkan, keluarga hasil pernikahan dini kerap tak mampu mengayuh perahu rumah tangga mereka secara mental, sosial dan ekonomi, sehingga terjadi perceraian, kekerasan rumah tangga, penelantaran anak hingga kurang gizi anak.

Berdasarkan data  Birto Pusat Statistik (BPS), secara nasional, sekitar 3,22% perempuan menikah di bawah usia 15 tahun pada 2020. Sedangkan laki-laki yang menikah di bawah usia 15 tahun hanya 0,34 %. Kemudian perempuan yang menikah di usia 16 – 18 tahun tahun lalu mencapai, 27,35 %.

Sementara itu berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebagaimana dikutip Katadata.co.id, jumlah pernikahan di bawah usia 18 tahun (mengajukan dispensasi pernikahan) di Indonesia periode Januari –Juni 2020 mencapai 34.000 pasangan. Jumlah anak di bawah usia 18 tahun yang mengajukan pernikahan tersebut  lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 lalu yang hanya mencapai 23.700 pasangan.

Kasus pernikahan dini juga cukup tinggi di daerah, termasuk di Kota Jambi. Angka pernikahan dini di Kota Jambi berdasarkan catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jambi tahun 2019 atau sebelum pandemi Covid-19 mencapai 13.617 KK atau 18,4 % dari 74.007 KK.  Sedangkan jumlah kepala keluarga yang hanya perempuan (orangtua tunggal) di Kota Jambi akibat cerai dan faktor lainnya pada periode yang sama sekitar 7.775 KK atau 10,45 % dari total 74.007 KK di kota tersebut.

Ilustrasi cegah pernikahan dini. (Foto : Matra/Ist)

Dampak Buruk

Tingginya angka pernikahan dini di Jambi ini membawa dampak buruk bagi kaum perempuan dan anak. Dampak buruk tersebut, antara lain kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), keluarga pecah (broken home), peceraian, keterlantaran anak dan kurang gizi anak (stunting). Masalah tersbut muncul akibat keluarga yang menikah muda tidak mampu mengatasi persoalan ekonomi, konflik keluarga dan terutama pengasuhan anak.

Berdasarkan data Unit Pelaksana Dinas Teknis (UPTD) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Jambi tahun 2019,  kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Jambi tahun 2019 mencapai tahun  2019  sebanyak  36  kasus atau meningkat  dibandingkan  tahun  2018  sebanyak  35  kasus.  Kemudian kasus kekerasan terhadap anak di Kota Jambi tahun yang sama mencapai 32  kasus atau turun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak  50 kasus.

Sementara itu Pengadilan Agama Jambi mencatat, angka perceraian di Kota Jambi saja sebelum pandemi Covid-19 (2019) sudah mencapai 1.413 kasus. Angka perceraian tersebut meningkat 85 kasus (enam persen) dibanding tahun 1.328 kasus. Kasus perceraian tersebut dilatar-belakangi  perselisihan dan pertengkaran suami – isteri berkepanjangan sekitar 775 kasus, tindak kekerasan dalam keluarga (19 kasus), selain itu akibat masalah ekonomi dan isteri ditinggalkan suami atau isteri meninggalkan suami.

Tingginya kasus perceraian selama pandemi juga terjadi di Kabupaten Merangin, Sarolangun dan Tebo. Data Pengadilan Agama Kabupaten Merangin menunjukkan, kasus perceraian di daerah itu selama 2020 mencapai 475 kasus. Kasus perceraian tersebut dipicu persoalan ekonomi dan konflik keluarga (pertengkaran suami – isteri).

Kemudian di Kabupaten Sarolangun, kasus perceraian yang dicatat Pengadilan Agama Sarolangun tahun 2020 mencapai 318 kasus. Cerai talak (suami yang gugat) di daerah itu sebanyak 58 kasus dan cerai gugat (istri yang menggugat) sebanyak 266 perkara.

Sedangkan berdasarkan data yang dihimpun di Pengadilan Agama Tebo, Provinsi Jambi, sepanjang Januari – Desember 2020, kasus perceraian di daerah tersebut mencapai 102 kasus atau meningkat drastis dibanding tahun 2019 hanya 16 kasus.

Perceraian suami - isteri umumnya berdampak negatif terhadap psikologis (mentalitas) anak-anak.  Misalnya kurangya kasih sayang, kurang  gizi, kenakalan anak, amoralitas hingga tindak kriminal.  Bila kondisiini dibiarkan, niscaya tidak mustahil bisa terjadi lost generation (kehilangan generasi).   

Sikapi Serius

Melihat besarnya dampak maupun ancaman pernikahan dini tersebut, Pemerintah Provinsi  (Pemprov) Jambi menyikapinya dengan serius. Salah satu upaya yang dilakukan mencegah terus meningkatnya  pernikahan dini  tersebut, yakni menggugah perhatian masyarakat agar semakin menyadari bahaya pernikahan dini dan turut melakukan upaya pencegahan dan penanggulangnnnya.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk itu, yakni menggelar talk show (Diskusi) secara virtual bertajuk “Cegah Kawin Anak (Pernikahan Dini), Stunting (Pertumbuhan Kerdil) dan Nikah Siri” di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi, Kamis (22/7/2021). Talk show tersebut diikuti Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah  Provinsi (Pemprov) Jambi, H Sudirman, SH,MH, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jambi,  H Zostafia, SAg, MPdI dan Anggota Komisi VIII DPR RI, H Hasan Basri Agus.

Kemudian pejabat Pemprov Jambi lainnya yang turut mengikuiti talk shaw tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Jambi, Dra Lutfia, Kepala Perwakilan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN )Provinsi Jambi, H Munawar Ibrahim, SKp, MPH dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jambi , Prof  Dr KH Hadri Hasan, MA.

Sudirman pada kesempatan tersebut mengatakan, Pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten/kota perlu bersinergi dengan semua pemangku kepentingan melakukan berbagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pembangunan sektor kesehatan, pendidikan dan keagamaan. Upaya peningkatan kualitas SDM tersebut antara lain dapat dilakukan melalui pencegahan pernikahan dini dan penanggulangan stunting (pertumbuhan kerdil akibat gizi buruk).

 “Pernikahan dini harus benar-benar dicegah agar tidak memunculkan berbagai problema sosial. Para pengantin anak memiliki resiko tinggi menghadapi berbagai permasalahan kesehatan, di antaranya tingginya angka kematian ibu setelah melahirkan. Kemungkinan anak yang dilahirkan mengalami hambatan pertumbuhan akibat gizi buruk (stunting),”jelasnya. 

Ilustrasi gizi buruk. (Foto : Matra/Ist)

Tekan “Stunting”

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dr Hari Nur Cahya Murni, MSi ketika menjabat Gubernur Jambi pada Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Program Bangga Kencana Tingkat Provinsi Jambi di Rabu (24/2/2021) mengatakan, kasus stunting di Provinsi Jambi harus benar-benar ditekan hingga ke angka terendah demi penyelematan generasi muda di Provinsi Jambi.

“Keberhasilan penurunan prevalensi (angka) stunting butuh keseriusan & komitmen pemerintah pusat - daerah dengan melibatkan kerja sama multisektor yang terintegrasi, sehingga generasi cerdas untuk mewujudkan Indonesia sehat dan maju dapat terwujud,”paparnya.

Menurut Hari Nur Cahya Murni, kerja sama multisektor dalam penanganan stunting bisa juga dengan melibatkan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) untuk mendukung BKKBN. Hal tersbut penting  mengingat salah satu pendekatan strategis menurunkan stunting adalah melalui keluarga.

Dijelaskan, untuk mengurangi prevalensi stunting, pemerintah daerah di Jambi perlu melakukan intervensi peningkatan gizi, yaitu intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Intervensi gizi sensitif ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Halini penting menurunkan kasus stunting.

Hari Nur Cahya Murni mengungkapkan, di Provinsi Jambi, selama 2018 – 2021, sasaran keluarga yang mempuinyai bayi dua tahun dan ibu hamil yang rentan terpapar kurang gizi pada 1.000 HPK mencapai 39.464 keluarga. Mencegah kurang gizi tersebut diperlukan langkah penguatan program pembangunan keluarga dalam upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.

Dikatakan, seluruh daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jambi perlu lebih serius menangani masalah stunting (gizi buruk) guna menurunkan angka stunting di daerah itu. Beberapa daerah di Provinsi Jambi hingga kini masih memiliki angka prevalensi (kejadian) stunting di atas standar organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) rata-rata 30,1 %

Hingga kini, katanya masih ada dua daerah di Provinsi Jambi yang masih tinggi kasus stunting. Kedua daerah tersebut, yaitu Kabupaten Tanjungjabung Barat dengan angka prevalensi stunting 44 % dan Kabupaten Kerinci dengan angka prevalensi stunting 42,4 % Sedangkan daerah di Jambi yang memiliki prevalensi stunting rendah hanya Kabupaten Sarolangun, yakni sekitar 18,8 %

"Penanganan stunting di Jambi penting karena pada Rapat Koordinator Gubernur (Rakorgub) se-Indonesia dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Provinsi Jambi menempati posisi kelima di Indonesia dengan prevalansi stunting terendah. Angka stunting di Jambi sekitar 27,7 % atau di bawah rata-rata nasional. Jadi kasus stunting di Jambi jangan sampai meningkat di masa mendatang,”katanya. (Matra/Radesman Saragih/BerbagaiSumber)

 

 

Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama