(Matra, Jambi)-Peringatan hari lingkungan hidup sedunia dilaksanakan tanggal 05 Juni setiap tahunnya. Oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), peringatan hari lingkungan hidup sedunia tahun 2021 di Pakistan menjadi awal peluncuran dekade tentang restorasi ekosistem 2021-2030.
PBB ingin fokus mencegah dan mengatasi hilangnya ekosistem alami yang berdampak pada terjadinya perubahan iklim. Dipilihnya Pakistan menjadi tuan rumah karena dari tahun 2014 Pakistan telah memulai penghijauan besar-besaran yang disebut “Billion Tree Tsunnami”.
Pakistan melakukan penghijauan besar-besaran karena dari pengalamannya menjadi negara urutan kelima terpengaruh oleh perubahan iklim pada tahun 1999-2018. Dengan program “Billion Tree Tsunnami” penghijauan yang dilakukan Pakistan tahun 2021 adalah pemulihan bakau, penanaman pohon di perkotaan dan meningkatkan tutupan hutan.
Tujuan dari penghijauan ini sama dengan upaya restorasi ekosistem yakni upaya mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan tofografi) suatu kawasan yang rusak menjadi suatu kawasan alami sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Sejalan dengan program PPB tersebut, peringatan hari lingkungan hidup sedunia tahun 2021 di Indonesia juga diharapkan mampu membuat kebijakan dan berberbuat yang focus ke “restorasi ekosistem”.
Indonesia terdiri dari sangat banyak tipe ekosistem, namun banyak ekosistem yang telah rusak atau tercemar akibat aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Bila ekosistem telah rusak atau tercemar maka ekosistem tersebut tidak akan berfungsi sesuai peruntukannya yang berdampak bencana terhadap manusia.
Dalam UURI No. 32/2009 bahwa ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Artinya, bila ekosistem rusak atau tercemar maka ekosistem tidak seimbang dan tidak stabil yang tentunya menimbulkan bencana terhadap manusia seperti banjir di musim hujan, longsor, kekeringan di musim kemarau serta bencana lingkungan lainnya.
Bila ekosistem rusak atau tercemar maka ekosistem tersebut juga tidak produktif yang menyebabkan kemiskinan. Bencana lingkungan dan kemiskinan merupakan couple yang tak terpisahkan pada manusia yang berdomisili di ekosistem yang rusak atau tercemar.
Dari konsep Ilmu Lingkungan, restorasi adalah pengembalian atau pemulihan sesuatu kepada bentuk dan kondisi semula. Contohnya, ekosistem bakau dengan kerapatan sangat jarang dipulihkan menjadi ekosistem bakau dengan kerapatan baik. Banyak ekosistem yang dapat direstorasi menjadi ekosistem stabil seperti kondisi semula.
Namun ada juga ekosistem yang tidak dapat direstorasi sampai selamanya, seperti ekosistem gambut. Ekosistem gambut adalah tatanan unsur gambut yang mempunyai karakteristik yang unik dan rapuh. Unik karena unsur gambut terdiri dari 10% tanah dan 90% air.
Rapuh karena rentan terhadap perubahan lingkungan sekitar. Dari sisi lingkungan hidup, pemanfaatan ekosistem lahan gambut akan menimbulkan resiko kerusakaan lingkungan bahkan akan menimbulkan permasalahan yang sangat besar yaitu ikut menyumbang pemanasan global karena lepasnya unsur CO2 ke atmosfir.
Bahkan UN menuliskan bahwa munculnya Covid-19 juga menunjukkan betapa dasyatnya konsekuensi hilangnya ekosistem. Dengan mengecilkan area habitat alami hewan, manusia telah menciptakan kondisi ideal bagi patogen termasuk virus corona untuk menyebar.
Dengan topic yang diluncurkan PBB seperti disebut di atas, kita harus memaknai “restorasi ekosistem” dimulai dari perlakuan kecil seperti memperkaya ruang terbuka hijau halaman rumah sebagai ekosistem kecil/sempit.
Halaman rumah yang ditutupi conblock adalah ekosistem yang tidak sejalan dengan “restorasi ekosistem” yang tentu saja merupakan ekosistem yang tidak sehat. Selanjutnya kita dapat melakukan restorasi terhadap ekosistem yang lebih luas.
Dengan perlakuan “restorasi ekosistem” maka ekosistem dimana kita beraktivitas akan stabil dan produktiv yang mampu meminimalkan bencana serta memberikan sumber daya yang dibutuhkan manusia.
Ruang tempat kita berada stabil dan ketersediaan kebutuhan cukup, tidak khawatir akan timbulnya bencana dan sakit serta kemiskinan. Dengan demikian “restorasi ekosistem” merupakan salah satu solusi untuk meminimalkan bencana, penyakit dan kemiskinan.(Penulis Adalah Dosen Prodi Tek.Lingkungan FT Unbari; Anggota Tim Teknis Komisi Penilai Amdal Provinsi Jambi)
Posting Komentar