(Matra, Jambi) – Pariwisata desa pesisir Danau Toba, Haranggaol, Kecamatan Haranggaol - Horisan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) tak seindah dulu lagi. Belakangan ini pengunjung desa wisata tersebut sering kecewa karena tidak bisa lagi menikmati keindahan wisata Danau Toba di Haranggaol.
Wisatawan yang berkunjung ke desa wisata itu tidak bisa lagi menikmati mandi air segar Danau Toba di pantai berpasir putih seperti dahulu kala. Masalahnya sebagian area pemandian berpasir pasir putih dan landai seperti di objek wisata Sabas, Naga Murni dan Tapian, Haranggaol sudah mengalami abrasi.
Abrasi pantai tersebut membuat tempat-tempat pemandian berpasir putih dan landai di Haranggaol berubah menjadi dalam (tolping). Selain sebagian besar pantai pemandian di Haranggaol tidak sehat lagi karena tercemar limbah. Baik limbah rumah tangga maupun limbah pakan ikan (pelet) keramba (kolam terapung) di pesisir pantai desa wisata tersebut.
Asnidar Saragih (45), warga Desa Haranggaol kepada medialintassumatera.com (Matra) di Haranggaol, Simalungun, Sumut baru-baru ini mengatakan, saat ini sudah sulit menemukan lokasi pemandian berpasir putih dan landai di Haranggaol karena sebagian besar pantai berpasir putih dan landai kini terkena abrasi. Kemudian air DanauToba di Haranggaol dan sekitarnya belakangan ini sudah tercemar.
“Kalau kita mandi, kulit bisa gatal-gatal dan rambut langsung banyak kutu. Jadi sudah jarang warga Haranggaol mandi di danau. Wisatawan pun jarang yang mandi di pantai Haranggaol ini. Kalaupun mau mandi, wisatawan harus mandi di arah timur Haranggaol, yakni Tuktuk atau Sugumba-gumba. Pantai di tanjung tersebut masih relatif bersih karena berbatu, landai dan tidak ada dekat lokasi keramba ikan,”katanya.
Menurut Asnidar Saragih, kegiatan wisata yang kini lebih disukai wisatawan di Haranggaol hanya memanggang ikan. Wisatawan lokal dan perantau yang pulag kampung lebih sering datang ke Haranggaol untuk menikmati ikan bakar khas Danau Toba, baik ikan nila maupun ikan mas.
Pernah Jaya
Menurut catatan medialintassumatera.com (Matra), Desa wisata Haranggaol yang berjarak sekitar 200 kilometer (Km) atau tiga jam perjalanan dari Kota Medan, Sumut termasuk desa dan pusat perdagangan pesirir Danau Toba yang pernah jaya di era 1980 – 1990-an. Kala itu, sebelum jalan tembus Desa Panguruan, Samosir – Medan dan Desa Silalahi, Kabupaten Dairi – Medan belum ada, Haranggaol menjadi pusat perdagangan utama pesisir Danau Toba.
Seluruh petani dari desa pesisir Danau Toba seperti, Samosir, Silalahi, Paropo, Tongging, Tigaras, Balige dan sebagainya memasarkan hasil pertanian mereka dan membeli berbagai kebutuhan pokok di Desa Haranggaol setiap hari pasar (pekan), Senin dan Kamis.
Haranggaol kala itu menjadi pusat perdagangan karena menjadi salah desa pesisir Danau Toba yangtelah memilki akses jalan cukup baik ke Kota Pematangsiantar, Kota Medan dan berbagai daerah di pegunungan. Para petani dari pesisir Danai Toba yang sebagian besar bertani bawang di era 1980 – 2000-an menjual hasil panen mereka ke Haranggaol menggunakan kapal-kapal motor.
Selanjutnya hasil panen mereka dibeli saudagar di Haranggaol untuk kemudian di jual ke Kota Pematangsiantar, Kota Medan dan berbagai kota di pegunungan seperti Kabanjahe, Kabupaten Karo dan daerah lain. Para petani juga membeli kebutuhan pertanian seperti pupuk, kebutuhan sehari-hari (sembako) dan bahan bangunan di pasar (tiga) Haranggaol.
Kemudian di era 1980 – 2000-an, Desa Wisata Haranggaol juga masih eksis sebagai salah satu daerah tujuan wisata istimewa di Sumut. Kala itu pengusaha wisata dan Pemerintah provinsi (pemprov) Sumut membuat paket wisata Kota Medan – Kabanjahe – Haranggaol – Parapat – Tomok.
Wisatawan mancanegara yang datang dari Medan menikmati panorama wisata Danau Toba menggunakan bus wisata khusus “Natour” dari Medan ke Haranggaol. Selanjutnya wisatawan mancanegara naik kapal wisata dari Haranggol menuju Parapat, Kabupaten Simalungun melewati pesisir pantai DanauToba.
“Dulu, era 1980 – 2000-an memang masih sering wisatawan mancanegara datang ke Haranggaol dan naik kapal ke Parapat dan Tomok, Samosir. Ketika itu, Desa wisata Haranggaol benar-benar hidup, khususnya Sabtu dan Minggu. Saat – saat libur besar pun, wisatawan lokal masih sering mengunjungi Haranggaol dan menginap di penginapan maupun camping (berkemah) di pesisir pantai. Tetapi saat ini desa wisata ini semakin jarang dikunjungi wisatawan. Desa ini sekarang terkenal dengan keramba ikan,”kata Asnidar Saragih, warga Desa Haranggaol.
Saat ini, kata Asnidar, Haranggaol yang merupakan salah satu dari 137 objek wisata di Simalungun sudah kalah pamor dibandingkan desa wisata pesisir DanauToba lainnya seperti Desa Silalahi, Kabupaten Dairi, Desa Tongging, Kabupaten Karo, Desa Tigaras, Kabupaten Simalungun. Jika dibandingkan lagi dengan daerah tujuan wisata andalan Sumut, yakni Kota Parapat, Kabupaten Simalungun, Haranggaol sudah sangat jauh tertinggal.
“Haranggaol yang 30 –
40 tahun silam sangat ramai setiap Senin dan Kamis, kini sepi.
Wisatawan jarang berkunjung dan pedagang pun semakin sepi. Pariwisata
Haranggaol saat ini tinggal kenangan. Kondisi pariwisat Haranggaol
selama ini dierparah kerusakan jalan di daerah perbukitan yang membuat
orang enggan datang ke Haranggaol,”katanya.
Pembenahan
Untuk membangkitkan kembali citra Desa Wisata Haranggaol yang memiliki luas wilayah sekitar 1.494 hektare (ha) tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun pun melakukan pembenahan-pembenahan. Pembenahan tersebut antara lain pembatasan usaha keramba jarring apung (KJA) di pantai Haranggaol. Kemudian KJA yang ada di pesisir pantai Haranggaol belakangan ini tidak lagi diperbolehkan dekat ke pantai, tetapi sudah wajib digeser hingga ratusan meter dari pantai.
Bupati Simalungun, Dr JR Saragih SH MM di pantai Parapat, Simalungun baru-baru ini mengatakan, pihaknya terus menertibkan KJA di desa-desa wisata pesisir DanauToba wilayah Kabupaten Simalungun, termasuk di Haranggaol –Horisan yang kini dihuni sekitar 4.993 jiwa penduduk. Keberadaan KJA yang melebihi kapasitas daya tampung pantai desa-desa wisata pesisir Danau Toba di Simalungun sangat mengganggu kegiatan wisata.
“Pembersihan KJA di desa-desa wisata pesisir Danau Toba wilayah Kabupaten Simalungun kamilakukan secara menyeluruh. Baik di wilayah Parapat, Tigaras maupun Haranggaol. Kami berupaya agar objek-objek wisata pantai desa wisata di Simalungun bersih dari KJA. Kebijakan itu kami lakukan untuk mendukung pengembangan wisata DanauToba yang dicanangkan Badan Otorita Pariwisata Danau Toba,”katanya.
Menurut JR Saragih, pembersihan KJA dari peraian Danau Toba dimaksudkan untuk mengangkat marwah daerah wisata Danau Toba, terutama Parapat, Tigaras dan Haranggaol. Pembersihan KJA di pantai objek-objek wisata pesisir Danau Toba penting agar wisata Danau Toba kembali dicintai wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Dikatakan, melalui penataan kawasan wisata di desa-desa pesisir Danau Toba, khususnya di wilayah Kabupaten Simalungun, Pemkab Simalungun berupaya mengangkat kembali marwah Danau Toba sebagai objek wisata favorit dunia seperti era 1980-an. Salah satu syarat untuk mengangkat marwah atau keagungan wisata Danau Toba ini, yaitu menghapus KJA.
“Target kami, Danau Toba tidak boleh lagi ada pelet agar air Danau Toba bisa kembali diminum seperti era 30 tahun lalu. Kami juga akan berupaya mewujudkan Kabupaten Simalungun sebagai daerah tujuan wisata terkemuka dan berbudaya, sesuai visi Pemkab Simalungun,"paparnya.
Radiapoh Melanjutkan
Sementara itu, Bupati Simalungun terpilih periode 2021 – 2024 hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 9 Desember 2020, Radiapoh Hasiholan Sinaga melalui staf ahlinya, Rikanson Jutamardi Purba kepada medialintassumatera.com (Matra) baru-baru ini mengatakan, pihaknya juga akan terus melakukan pembenahan pariwisata, termasuk pariwisata Haranggaol.
Radiapoh Hasiholan Sinaga mengatakan, pihaknya menjadikan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai salah satu prioritas pembangunan di masa awal memimpin Kabupaten Simalungun akhir April ini. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Simalungun mendapat prioritas tahun ini karena sektor tersebut diharapkan menjadi penyumbang terbesar pendapatan daerah dan nasional.
Dikatakan, program wisata dan ekonomi kreatif yang akan dilaksanakan Radiapoh Hasiholan Sinaga dan dan wakilnya H Zonny Waldi pada 100 hari pertama memimpin Kabupaten Simalungun antara lain, perbaikan infratruktur jalan ke destinasi – destinasi (objek wisata) di Simalungun.
Kemudian pembinaan soal-soal hospitality (keramah-tamahan) kepada para pelaku usaha pariwisata untuk meningkatkan lama singgah (length of stay) wisatawan dan pengaitan diri secara aktif program pariwisata Simalungun dengan program pariwisata Badan Otorita Pariwisata Danau Toba, termasuk program penanganan KJA di pesisir pantai desa wisata.
“Kabupaten Simalungun juga akan kembali menggairahkan atraksi-atraksi budaya multi-etnis sebagai suguhan wisata. Hal ini penting karena Simalungun merupakan daerah perlintasan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Mereka akan bisa menikmati suguhan wisata Simalungun ketika melintas di daerah Simalungun,”katanya.
Menurut Radiapoh Hasiholan Sinaga, penggalian & pelestarian seni-budaya tradisional Simalungun juga akan dilakukan agar bisa dijadikan paket wisata. Seni budaya Simalungun tersebut bisa dipentaskan di gedung pertunjukan di daerah Perdagangan, Sidamanik, Marihat Landbouw Siantar, Pamatang Raya, Saribudolog, Parapat, Tigaras, Haranggaol dan daerahwisata lain.
“Karena itu gedung pertunjukan di Simalungun perlu direvitalisasi. Anggaran revitalisasi gedung pertunjukan sebenarnya ada tahun lalu, yakni Rp 3 miliar. Kemudian anggaran pengadaan sarana industri kreatif juga tersedia di APBD Simalungun tahun lalu sekitar Rp 2 miliar,”katanya.
Dikatakan, seni rupa atau pengembangan pinar (ragam hias) Simalungun juga akan dikembangkan, khususnya seni topeng (bohi-bohi), penulisan aksara Simalungun di plank kantor & nama-nama jalan, pembuatan pakaian penari topeng (Huda-huda). (Matra/Radesman Saragih)
Posting Komentar