Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. (Foto : Matra/Ist) |
(Matra, Jambi) – Relaksasi atau kelonggaran salat tarawih berjamah atau tatap muka di masjid – masjid yang diberlakukan Pemerintah Pusat (Kementerian Agama) pada bulan suci Ramadan (Puasa) 1442 Hijriyah (H) berpotensi memunculkan penularan Covid-19 klaster Ramadan. Untuk itu pelaksanaan salat tarawih berjemaah di masji-masjid selama bulan Ramadan hendaknya tetap mematuhi protokol kesehatan, khususnya 3M, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir dan menjaga jarak.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy di Jakarta, Minggu (11/4/2021) di Jakarta menjelaskan, pelaksanaan salat tarawih secara tatap muka di masjid atau di tempat lain pada bulan Ramadan yang dimulai Selasa (13/4/2021) memiliki beberapa aturan agar tidak sampai memunculkan penularan Covid-19.
Aturan tersebut, yakni harus tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat, peserta salat tarawih terbatas hanya pada komunitasnya (lingkungan masjid/kelompok masyarakat sekitar atau tertentu). Jemaah dari luar lingkup komunitas tidak diperbolehkan mengikuti tarawih di komunitas lain.
“Jadi salat tarawih berjamaah hanya bisa diikuti jemaah yang sudah saling kenal dan selama ini sudah merupakan bagian dari anggota mereka. Sedangkan jemaah dari luar tidak diizinkan mengikuti salat tarawih di luar komunitas atau kelompoknya,”ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pelaksanaan salat tarawih berjemaah di masjid atau di tempat bersama lainnya diupayakan sesederhana mungkin dan waktunya tidak terlalu lama. Pembatasan keramaian dan waktu salat tarawih ini penting karena masih dalam kondisi darurat (pandemi Covid-19).
"Pada prinsipnya, khusus untuk kegiatan ibadah selama Ramadhan dan yakni tarawih pada dasarnya diperkenankan atau diperbolehkan. Namun protokol kesehatan mesti tetap dipatuihi,"katanya.
Selain salat tarawiu, lanjut Muhadjir Effendy, ibadah salat Idul Fitri (Lebaran) 1442 H juga boleh dilaksanakan secara berjemaah di masjid, lapangan dan tempat lainnya di luar rumah. Tetapi sama halnya dengan salat tarawih, salat Idul Fitri berjamaah juga memiliki aturan – aturan tertentu.
Aturan tersebut, yakni harus tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat, peserta salat tarawih terbatas hanya pada komunitasnya (lingkungan masjid/kelompok masyarakat sekitar atau tertentu). Jemaah dari luar lingkup komunitas tidak diperbolehkan mengikuti tarawih di komunitas lain.
“Jadi salat tarawih berjamaah hanya bisa diikuti jemaah yang sudah saling kenal dan selama ini sudah merupakan bagian dari anggota mereka. Sedangkan jemaah dari luar tidak diizinkan mengikuti salat tarawih di luar komunitas atau kelompoknya,”ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pelaksanaan salat tarawih berjemaah di masjid atau di tempat bersama lainnya diupayakan sesederhana mungkin dan waktunya tidak terlalu lama. Pembatasan keramaian dan waktu salat tarawih ini penting karena masih dalam kondisi darurat (pandemi Covid-19).
"Pada prinsipnya, khusus untuk kegiatan ibadah selama Ramadhan dan yakni tarawih pada dasarnya diperkenankan atau diperbolehkan. Namun protokol kesehatan mesti tetap dipatuihi,"katanya.
Selain salat tarawiu, lanjut Muhadjir Effendy, ibadah salat Idul Fitri (Lebaran) 1442 H juga boleh dilaksanakan secara berjemaah di masjid, lapangan dan tempat lainnya di luar rumah. Tetapi sama halnya dengan salat tarawih, salat Idul Fitri berjamaah juga memiliki aturan – aturan tertentu.
“Pada salat Idul Fitri berjamaah nanti, jemaah yang hadir tetap dilarang dari luar komunitas. Jemaahnya harus bersifat komunitas, saking kenal. Salat Idul Fitri berjamaah juga harus tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat. Selain itu, jemaah juga harur menghindari potensi kerumunan saat berangkat menuju lokasi salat dan pulang salat Idul Fitri,”paparnya.
“Warning” DPR
Sementara itu kalangan DPR RI memberikan warning (peringatan) terjadinya penularan Covid-19 terkait relaksasi ibadah salat tarawih Ramadan dan Idul Fitri 1442 H. Menurut Ketua Komisi VIII (bidang kesejahteraan rakyat) DPR RI, Yandri Susanto mengatakan protokol kesehatan harus dilaksanakan secara ketat pada setiap pelaksanaan salat tarawih berjemaah di masjid atau tempat lain maupun salat berjamaah pada Idul Fitri.
“Kami mendukung kebijaksanaan pemerintah mengenai kelonggaran ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1441 H/2021 ini. Namun semua kegiatan ibadah berjamaah di tengah pandemi harus tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat,"katanya.
Sementara itu kalangan DPR RI memberikan warning (peringatan) terjadinya penularan Covid-19 terkait relaksasi ibadah salat tarawih Ramadan dan Idul Fitri 1442 H. Menurut Ketua Komisi VIII (bidang kesejahteraan rakyat) DPR RI, Yandri Susanto mengatakan protokol kesehatan harus dilaksanakan secara ketat pada setiap pelaksanaan salat tarawih berjemaah di masjid atau tempat lain maupun salat berjamaah pada Idul Fitri.
“Kami mendukung kebijaksanaan pemerintah mengenai kelonggaran ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1441 H/2021 ini. Namun semua kegiatan ibadah berjamaah di tengah pandemi harus tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat,"katanya.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB, Maman Imanulhaq juga mengatakan, pemerintah tetap mengawasi pelaksanaan salat tarawih berjamaah di masjid dan tempat lain. Selain itu pemerintah juga perlu memperhatikan fasilitas kebersihan dan kesehatan di mesjid, khususnya ketersediaan hand sanitizer (cairan pembersih tangan) dan masker terhadap pihak pengelola masjid.
"Selain pemerintah juga perlu menyediakan obat-obatan dan juga makanan yang bergizi untuk para pengelola masjid dan warga masyarakat kurang mampu. Dengan demikian Ramadhan betul-betul menjadi sarana penyembuhan bangsa ini dari Covid-19,"katanya.
Surat Edaran
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan Surat Edaran (SE) Kemenag Nomor 03 Tahun 2021 terkait Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1442 H (2021). SE yang ditandatangani Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengatur panduan ibadah selama Ramadan dan Idul Fitri.
Berdasarkan SE Kemenag tersebut, waktu kegiatan ceramah, pengajian hingga tausiah selama Ramadhan dibatasi maksimal 15 menit. Kemudian pengajian atau ceramah atau tausiah atau kultum Ramadan dan kuliah subuh juga dibatasi paling lama 15 menit.
Mencegak membludaknya jumlah jemaah yang melakukan salat berjamaah di masjid, SE Kemenag tersebut membatasi kapasitas masjid dan tempat ibadah lain untuk pelaksanaan shalat tarawih berjamaah hanya 50 % dari kapasitas masjid. Kemudian setiap umat yang datang ke masjid harus menerapkan protokol kesehatan dan membawa peralatan salat pribadi.
"Selain pemerintah juga perlu menyediakan obat-obatan dan juga makanan yang bergizi untuk para pengelola masjid dan warga masyarakat kurang mampu. Dengan demikian Ramadhan betul-betul menjadi sarana penyembuhan bangsa ini dari Covid-19,"katanya.
Surat Edaran
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan Surat Edaran (SE) Kemenag Nomor 03 Tahun 2021 terkait Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1442 H (2021). SE yang ditandatangani Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengatur panduan ibadah selama Ramadan dan Idul Fitri.
Berdasarkan SE Kemenag tersebut, waktu kegiatan ceramah, pengajian hingga tausiah selama Ramadhan dibatasi maksimal 15 menit. Kemudian pengajian atau ceramah atau tausiah atau kultum Ramadan dan kuliah subuh juga dibatasi paling lama 15 menit.
Mencegak membludaknya jumlah jemaah yang melakukan salat berjamaah di masjid, SE Kemenag tersebut membatasi kapasitas masjid dan tempat ibadah lain untuk pelaksanaan shalat tarawih berjamaah hanya 50 % dari kapasitas masjid. Kemudian setiap umat yang datang ke masjid harus menerapkan protokol kesehatan dan membawa peralatan salat pribadi.
Sesuai SE Kemenag mengenai Ramadan dan Idul Fitri tersebut, pengurus dan pengelola masjid juga kami minta memastikan penerapan protokol kesehatan. Di antaranya menyemprotkan melakukan disinfektan secara teratur di lingkungan mesjia, menyediakan sarana cuci tangan di pintu masuk masjid atau musala, menggunakan masker dan menjaga jarak aman.
Secara terpisah, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla mendukung kebijakan pemerintah mengenai relaksasi (kelonggaran) pelaksanaan salat tarawih berjamaah selama bulan Ramadan dan Idul Fitri 1442 H. Namun demikian, mantan Wakil Presiden RI tersebut tetap mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan secara ketat selama Ramadan dan Idul Fitri.
“Kami bersyurukur, pemerintah mengizinkan salat tarawih berjamaah di masjid selama Ramadan dan salat berjamaam pada perayaan Idul Fitri tahun ini. Namun seluruh kegiatan ibadah berjamaah tersebut harus tetap mematuhi protokol kesehatan agar tidak sampai memunculkan penularan Covid-19,”katanya.
Secara terpisah, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla mendukung kebijakan pemerintah mengenai relaksasi (kelonggaran) pelaksanaan salat tarawih berjamaah selama bulan Ramadan dan Idul Fitri 1442 H. Namun demikian, mantan Wakil Presiden RI tersebut tetap mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan secara ketat selama Ramadan dan Idul Fitri.
“Kami bersyurukur, pemerintah mengizinkan salat tarawih berjamaah di masjid selama Ramadan dan salat berjamaam pada perayaan Idul Fitri tahun ini. Namun seluruh kegiatan ibadah berjamaah tersebut harus tetap mematuhi protokol kesehatan agar tidak sampai memunculkan penularan Covid-19,”katanya.
Menurut Jusuf Kalla, selain pelaksanaan protokol kesehatan ketat, pengawasan terhadap kebersihan masjid juga perlu ditingkatkan. Hal itu penting menjaga kesehatan bersama di masjid. Karena itu para penjaga masjid atau marbot harus bisa memastikan dan mengawasi pelaksanaan ibadah salat tarawih dan salat Idul Fitri dengan mematuhi protokol kesehatan. (Matra/AdeSM/BerbagaiSumber)
Posting Komentar