Hj Dra Elviana MSi (ke enam dari kanan depan) saat kunjungan kerja ke Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Sumatera Barat (BPK Sumbar), Selasa (24/11/2020). (Foto: Matra/Istimewa) |
(Matra, Padang)-Komite IV (Bidang Keuangan, Perbankan, Usaha Mikro) DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Sumatera Barat (BPK Sumbar), Selasa (24/11/2020). Kunker tersebut dilaksanakan dalam rangka tindak lanjut atas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK RI Semester I tahun 2020.
Ketua Komite IV DPD RI Hj Dra Elviana MSi menyampaikan bahwa kunjungan kerja di Provinsi Sumatera Barat ini dalam rangka tindak Lanjut atas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK RI Semester I tahun 2020 sebagai bentuk implementasi dan tanggung jawab DPD RI dalam pengawasan penggunanaan APBN.
Elviana juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pemerintah Daerah di Sumatera Barat, baik pemerintah Provinsi maupun seluruh pemerintah kabupaten/kota yang meraih opini WTP atas LKPD TA 2019.
“Capaian WTP 100 persen ini harus terus dipertahankan dan catatan-catatan serta rekomendasi yang diberikan oleh BPK harus menjadi perhatian seluruh Pemerintah Daerah, khususnya di Provinsi Sumatera Barat, serta Opini WTP yang diperoleh supaya dijadikan sebagai pendorong agar LKPD pada tahun-tahun mendatang lebih transparan, akuntabel dan berkualitas,” ujar Elviana.
Di lokasi sama, Senator (Anggota DPD RI) Dapil Bangka Belitung Darmansyah berpendapat bahwa seharusnya WTP berkorelasi positif terhadap peluang-peluang tindak pidana korupsi karena hasil opini WTP ternyata tidak menjamin bahwa tidak ada korupsi di daerah tersebut.
“Untuk hasil pemeriksaan yang lebih berkualitas, kami mendukung bahwa pemeriksaan kineja dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan Laporan Keuangan,“ tambah Darmansyah.
Disaat yang sama Senator Sulawesi Barat Ajbar menyoroti tentang temuan klasik tentang penatausahaan aset. Senator Sulbar ini juga menanyakan apakah inspektorat di Pemda bisa untuk tidak di SK kan oleh Kepala Daerah agar bekerja independen.
“Hal ini untuk menjaga agar inspektorat bekerja independent, tidak dibawah kendali taktis Pemda,” katanya.
Sementara itu, Senator Maluku Utara Matheus Stefi mengugkapkan bahwa opini WTP dari BPK merupakan kebanggaan bagi Pemda, namun yang menjadi persoalan adalah jika saat ini dikeluarkan opini WTP, tapi beberapa tahun mendatang ternyata ditemukan permasalahan pada penggunaan anggaran pada laporan keuangan tersebut. “Bagaimana tanggung jawab BPK terkait hal ini?” tutur dia.
Senator Lampung Abdul Hakim menyoroti tentang Sistem Akuntansi atau pencatatan yang digunakan oleh BPK dalam melakukan pemeriksaan.
“Sistem akuntansi/pencatatan adalah sesuatu yang sudah baku, namun kadang terjadi, ketika ganti kepala daerah, terjadi perubahan hasil pemeriksaaan. “Sistem sudah baku, seharusnya hasil pemeriksaan tidak terpengaruh oleh pegantian pejabat jika sistemnya benar,” jelasnya.
Senada dengan Ajbar, Senator asal Riau Misharti menyampaikan terkait berulangnya temuan tentang penatausahaan asset, seharusnya ada solusi agar tidak terjadi temuan yang sama. Selain itu Misharti juga menyampaikan temuan di lapangan bahwa ternyata opini WTP tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
“Daerah yang mendapatkan opini WTP beberapa kali belum tentu masyarakatnya sejahtera, sehingga harus didorong agar hasil opini WTP bisa berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah,” ucapnya.
Sedangkan Senator NTT Asyera pun menyampaikan hal yang sama. “Di NTT 5 kali berturut- turut berpredikat WTP, namun selama bertahun-tahun kami juga menyandang predikat peringkat ketiga provinsi termiskin di Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BPK Perwakilan Sumatera Barat, Yusnadewi membenarkan bahwa opini WTP memang tidak menjamin bahwa daerah tersebut bebas dari penyimpangan.
“Kita juga telah menggandeng agen-agen BPK yang kita sebut Sahabat BPK untuk melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa opini WTP yang dikeluarkan BPK tidak menjamin bahwa LKPD tidak ada penyimpangan, mungkin masih ada penyimpangan namun sifatnya tidak material, maka bisa diberikan opini WTP,” kata dia.
Kepala BPK Perwakilan Sumbar juga menyampaikan adanya tren penurunan atas temuan-temuan di Sumatera Barat baik SPI maupun Kepatuhan.
Menutup kegiatan Kunjungan Kerja ini, Elviana menyampaikan bahwa pemeriksaan BPK belum maksimal. “Kontrol sosial di Sumbar ini tinggi, misalnya terkait dana desa dan dana bansos, namun respon BPK kurang, ucapnya.
Diakhir acara Ketua Komite IV DPD RI Elviana ini menekankan agar BPK ke depan dapat focus melakukan pemeriksaan dana Bantuan sosial (Bansos). “Karena dana Bansos ini yang paling mudah diakali," tandas Elviana di kantor BPK RI Sumbar. (Matra/Asenk Lee Saragih)
Posting Komentar