Gerhana Matahari 9 Maret 2016 di Komplek Percandian Candi Muarojambi. Candi Muarojambi juga disebut sebagai Pusat ajara
Budha di Sumatera. (Foto: Asenk Lee Saragih)
Rental Sepeda :
Penyewaan sepeda Ontel di kasawan Candi Muarojambi sebagai penunjang obyek
wisata sejarah terpadu tersebut. (AsenkLeeSaragih)
Muarojambi, S24-Sejak Komplek Percandian Muarojambi
dijadikan sebagai sebagai kawasan wisata sejarah terpadu (KWST) oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kompleks Candi Muarojambi, September 2011
lalu, Candi Muarojambi kini mulai banyak dikunjungi wisatawan lokal dan manca
negara.
Kemudian Budayawan dan seniman Indonesia meminta Pemerintah
agar tidak mengganaikan peninggalan sejarah hanya untuk meraup keuntungan.
Salah satu peninggalan sejarah yang terancam tergadaikan kepada pengusaha batu
bara adalah Komplek Percandian Muarojambi. Padahal Komplek Candi Muarojambi
telah dicanangkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Kawasan
Wisata Sejarah Terpadu (KWST) September 2011 lalu.
Jumlah wisatawan pengunjung Candi Muarojambi di Kabupaten
Muarojambi, Provinsi Jambi, kini mencapai 6.000 perbulan. Pemandu kawasan
wisata Candi Muarojambi, Muhammad Havis alias Ahok (37) di Jambi, mengatakan,
meski masih didominasi wisatawan lokal, jumlah pengunjung di situs percandian
terluas di Asia Tenggara itu terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
“Mungkin ini disebabkan maraknya pemberitaan tentang Candi
Muarojambi ini sehingga wilayah ini makin dikenal publik dan banyak yang ingin
mengunjunginya,”katanya.
Dikatakan, hingga Februari 2017, jumlah kunjungan wisatawan
rata-rata lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya tercatat
antara 3-4 ribu perbulan.
Meningkatnya jumlah kunjungan wisata ke Candi Muarojambi
sangat berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat setempat, khususnya
bagi warga yang banyak membuka usaha di dalam kawasan candi tersebut.
Salah satunya adalah usaha sewa sepeda ontel. Di dalam
kawasan itu terdapat sekurangnya 10 orang warga yang menyewakan jasa sepeda
ontel bagi pengunjung yang ingin mengelilingi kawasan situs percandian seluas
kurang lebih 17 kilometer persegi itu.
“Tarif sewa sepeda ontel itu Rp15.000 perjam, sedang jumlah
sepeda mencapai ratusan unit. Pendapatan rata rata perbulan bidang usaha ini
bisa mencapai Rp3 juta,”katanya.
Kemudian banyaknya pengunjung juga dimanfaatkan warga untuk
berjualan makanan maupun sewa penginapan. Kondisi itu juga dirasakan para
anggota pemandu wisata Candi Muarojambi atau Dwarapala Muda Muarojambi, yang
banyak menawarkan jasa pemandu wisata.
Ahok berharap pemerintah Provinsi Jambi maupun Kabupaten
Muarojambi lebih memperhatikan upaya pelestarian Candi Muarojambi. Salah
satunya adalah dengan menerbitkan peraturan khusus terkait penetapan kawasan
Candi Muarojambi.
“Kondisi Candi Muarojambi saat ini terus menuai polemik
karena banyaknya perusahaan yang diklaim berdiri di kawasan situs. Sayangnya,
pemerintah sepertinya enggan melakukan penertiban. Hal ini karena memang belum
ada penetapan khusus dari pemerintah status kawasan Candi Muarojambi
ini,”katanya.
Perjuangan untuk melestarikan kawasan Candi Muarajambi,
datang dari berbagai pihak, baik kalangan budayawan, seniman dan tokoh
masyarakat baik dari Jambi maupun dari pelosok nusantara, dengan menamakan
Petisi Muarajambi.
Lebih dari 4.000 orang yang peduli akan candi ini telah
membubuhkan tandatangan, dan petisi itu sudah diserahkan kepada Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan bahkan langsung ke Presiden RI Bambang Susilo
Yudhoyono, baru-baru ini.
Di kawasan hutan belukar sekitar 40 kilometer dari Kota
Jambi terdapat sederet situs kepurbakalaan dengan areal sangat luas, yakni
mencapai 12 kilometer persegi atau terluas diseluruh situs purbakala yang ada
di negeri ini.
Berbagai Candi Di areal inilah dijumpai sedikitnya 82 candi
berbagai ukuran. Semua candi kini terawat dengan rapi dibawa pengawasan Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala yang beralamat di Kota Jambi.
Situs ini membentang dari barat ke timur 7,5 kilometer dari
tepian Sungai batanghari, hanya dapat ditempu dalam waktu 30 menit dari Kota
Jambi.
Dulunya tempat ini belum banyak dikenal orang kecuali
penduduk setempat. Baru tahun 1820 secara terbatas situs ini mulai terungkap
setelah kedatangan S.C Crooke, seorang perwira Inggris, ketika dalam tugasnya
mengunjungi daerah pedalaman Batanghari.
Kemudian dilanjutkan seorang sarjana Belanda, bernama F.M
Schnitger dalam ekspedisi kepurbakalaan di Wilayah Sumatera tahun 1935 -1936.
Sejak itu pula situs ini mulai terkenal.
Berawal dari itulah, maka sejak tahun 1976 hingga kini
situs ini mulai secara serius dilakukan penelitian dan preservasi arkeologi. Di
dalam situs tidak hanya terdapat beberapa buah Candi, tetapi juga mennyimpan
berbagai artefak kuno,seperti arca, keramik, manik-manik, mata uang kuno serta
berbagai jenis peninggalan lainnya.
Terdapat delapan kompleks percandian , kolam kuno bagi
penduduk setempat disebut kolam tanggorajo serta diperkirakan lebih dari 60
buah menapo atau gundukan tanah reruntuhan sisa bangunan kuno.
Dijumpai juga sedikitnya enam kanal atau parit-parit kuno
buatan manusia masa lalu, diberinama Parit Sekapung, Johor dan Melayu. Dalam
kawasan candi ini diduga masih banyak candi atau benda lainnya yang belum
terkelola, akibat keterbatasan tenaga dan kondisi geografis kawasan itu
sebagian hutan belukar, sehingga sulit untuk dikerjakan.
Namun keresahan dirasakan 47 pecinta budaya di Indonesia
dengan keberadaan industri yang mengancam keberlangsungan situs kuno,
peninggalan sejarah, Candi Muarojambi. Ini tergambar dalam surat permintaan
yang ditandatangani 47 pecinta budaya atau petisi kepada Presiden RI, Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) dan Bupati
Muarojambi Burhanuddin Mahir tahun 2012 silam.
Ke 47 budayawan itu yang menandatangani surat diantaranya,
Prof. Dr. Mundardjito (arkeolog), Goenawan Mohamad (budayawan), Edy Putra
Irawady (Badan Musyawarah Keluarga Jambi), Trie Utami (artis), Ayu Utami
(novelis), Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Nirwan Dewanto (budayawan).
Kemudian Bambang Budi Utomo (arkeolog), Lin Che Wei
(analis), Aswan Zahari (Ketua umum Dewan Kesenian Jambi), Naswan Iskandar
(Ketua harian Dewan Kesenian Jambi), MH Abid (Direktur Swarnadvipa Institute,
Jambi), Ratna Dewi (SELOKO, jurnal budaya Jambi), H Sulaiman Hasan (lembaga
adat Melayu Jambi), Dr. Maizar Karim (Pusat Studi Adat dan Melayu Jambi) dan
sejumlah pecinta budaya lainnya.
Direktur Swarna Dwipa (Komunitas Budaya di Jambi), M Husnul
Abid mengatakan, sejumlah pecinta budaya ini menyatakan sikap dan meminta
kawasan percandian Muarojambi dikukuhkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional
yang dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.
Kemudian, menetapkan kawasan budaya ini sama sebagai
Kawasan Stratejik Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007
Tentang Penataan Ruang. Selanjutnya, menerbitkan payung hukum bagi pelestarian
kawasan percandian Muarojambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu, seperti
yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke
Candi Muarojambi, 22 September 2011 lalu. (S24/AsenkLeeSaragih)
Posting Komentar