Pemerintah Alpa, Parialus Saragih Sidauruk, Terbaring Sakit 7 Tahun Tanpa Pengobatan Medis
BERITA LAIN
Pemerintah Alpa, Parialus Saragih Sidauruk, Terbaring Sakit 7 Tahun Tanpa Pengobatan Medis
bySumatera24jam—0
Foto: Asenk Lee Saragih
Matra, Hutaimbaru-Terbaring sakit sejak Januari 2016 lalu tanpa perawatan medis, sungguh kehidupan yang pilu dirasakan Parialus Saragih Sidauruk (74), warga Dusun Hutaimbaru, Nagori (Desa) Ujung Mariah, Kecamatan Pematangsilimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara yang sudah tujuh tahun sakit dan lumpuh.
Kondisi Parialus Saragih Sidauruk hanya bisa tergeletak di rumah tanpa alas kasur. Dia dirawat oleh anaknya Jelis Saragih Sidauruk (34) yang setia merawat ayahnya Parialus Saragih Sidauruk kendati kondisinya juga memprihatinkan karena mengalami cacat atau kaki lumpuh sejak usia lima tahun.
“Domma mangan ho? Sonaha kabar ni Si Monang!. Kabarni Abang Mu si Rades sehat do? (sudah makan kamu? Bagaimana kabar nya Pak Monang Saragih!. Kabarnya Abang mu si Rades sehat nya?),” demikian ungkapan Parialus Saragih Sidauruk saat dijumpai Penulis di rumahnya, Selasa (18/10/2022) malam.
Kondisi Parialus Saragih Sidauruk lebih membaik ketimbang saat Penulis menjenguknya 2 Januari 2016 lalu. Dan pada Mei 2018 Parialus Saragih Sidauruk juga lebih membaik karena sudah bisa berkomunikasi, meski hanya berbaring dilantai rumah beralaskan tikar tanpa tempat tidur dan kasur.
Saat Penulis mengunjungi Parialus Saragih Sidauruk pada 2 Januari 2016 lalu, dirinya masih didampingi istri tercinta Br Sigiro yang kondisinya juga sakit. Namun Kamis 23 Juni 2016 lalu, istrinya Boru Sigiro meninggal dunia karena sakit stroke tanpa perawatan medis.
Selama 7 tahun lumpuh, Parialus Saragih Sidauruk tak dapat pelayanan kesehatan. Dangan nada suara memelas sembari menahan sakit, Parialus Sidauruk yang sudah terbaring karena lupuh lebih tujuh tahun terakhir tak bisa lagi duduk. Parialus puna berbicara terbata-bata mengenai penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh.
Dia hanya bisa pasrah terbaring siang malam di lantai rumah beralaskan tikar di bagian ruang depan rumahnya menjalani hari-hari tanpa ada lagi pengobatan. Parialus Sidauruk pun tak bisa banyak berkata-kata karena kondisi kesehatannya masih memprihatinkan.
Sementara isterinya yang merawatnya sejak mengalami lumpuh Januari 2016 lalu sudah meninggal pada Kamis 23 Juni 2016 lalu. Saat ini Parialus Sidauruk hanya dirawat anaknya, Jelis (34) yang tidak bisa berjalan karena kedua kakinya cacat sejak kecil.
“Mulak ma ho? Salam bani keluarga da (pulang lah kamu, salam untuk keluarga,” kata Parialus Sidauruk mengakhiri percakapan singkat dengan penulis sembari menyimpan selembar uang Rupiah yang disalamkan Penulis dan memberikan penyemangat.
“Bapa Tua harus hidup 1000 tahun lagi. Masih banyak perjuangan Bapatua untuk keluarga. Harus semangat. Sudah 10 orang warga Hutaimbaru yang dipanggil Tuhan selama Bapatua sakit. Tapi Bapatua masih diberikan Tuhan Nafas kehidupan, meski terbaring sakit selama 7 tahun,” ujar Penulis dan disambut Parialus Sidauruk dengan kalimat “aira boi manggoluh 1000 tahun nari (ngak mungkin Saya bisa hidup 1000 tahun lagi-red).
Jelis
Sidauruk (34) saat mengurut kaki Penulis di kediamanya di Dusun Hutaimbaru,
Nagori Ujung Mariah, Kecamatan Pamatang Silimakuta, Kabupaten Simalungun,
Selasa (18/10/2022). (Foto: Asenk Lee Saragih)
Tak Berobat Medis
Sementara itu Jelis Sidauruk sembari mengkusut Penulis bercerita, setelah ibundanya meninggal 23 Juni 2016 lalu, ayahnya tidak pernah lagi dibawa berobat. Sedangkan kakak dan Abangnya Jelis Sidauruk tinggal jauh di Pekanbaru, Riau. Seorang kakak laki-laki dan adik laki-laki Jelis Sidauruk yang tinggal bersama di rumah mereka lebih banyak mengurus keluarga dengan anak yang masih kecil-kecil.
“Jadi saya lah yang merawat ayah. Memasak nasi, memberi makan dan berbagai keperluan ayah terpaksa saya lakukan sendiri, kendati saya pun tidak bisa berjalan,”keluhnya.
Jelis Sidauruk mengatakan, Dirinya pun sering menguatkan hati ayahnya supaya menerima keadaannya dan tak lupa berserah kepada Tuhan.
“Saya sering bilang sama ayah agar pasrah menerima keadaannya yang sakit. Saya bilang agar ayah berserah pada Tuhan karena tak ada lagi orang yang bisa membawanya berobat karena ibu kami sudah tiada,” ucapnya.
Jelis Sidauruk mengakui, pihak kepala desa, dinas kesehatan, puskesmas dan pihak gereja jarang mengunjungi ayahnya yang sudah hampir tujuh tahun terbaring di lantai rumah.
Jelis Sidauruk yang juga memiliki talenta mengurut, merajut jaring ikan, membuat sarung dan gagang pisau ini mengatakan bahwa ayahnya hingga kini tidak masuk program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesmasda) dan tidak memiliki Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN - KIS).
“Saya juga tidak tahu persis kenapa tidak ada perhatian dinas kesehatan, pemerintah desa dan pihak gereja mengurus JKN – KIS ayah. Kalau saya tidak bisa mengurusnya. Saya tidak bisa kemana mana karena kondisi kaki saya yang cacat,” ucapnya.
Kondisi demikian membuat Jelis Sidauruk juga hanya bisa pasrah saja melihat kondisi ayahnya. Dia begitu setia menemani dan merawat ayahnya dengan kemampuan seadanya.
“Gimana lagi dibikin, Bang. Sudah begini keadaan yang menimpa kami. Ya, diterima aja. Belanja saya dan ayah sehari-hari, kakak perempuan saya yang tinggal di Pekanbaru yang ngirim setiap bulan. Pengurusan karu JKN –KIS juga tak ada yang peduli,” katanya.
Menurut pengamatan Jelis Sidauruk, ayahnya lumpuh bukan karena penyakit stroke. Masalahnya walau pun kaki dan tangannya lumpuh, tapi sensorik atau respon kaki dan tangannya terhadap sentuhan masih ada.
“Ayah saya masih merasa sakit ketika saya mengurut tangan dan kakinya yang lumpuh. Berarti syarafnya masih berfungsi. Kalau stroke, tentunya syaraf kaki dan tangannya tidak berfungsi dan pasti terasa kebas. Dulu ayah saya tak bisa bicara, namun ada perkembangan bisa bicara dan kedua tangannya bisa diangkat,” katanya.
Kartu Sehat
Sementara itu, St Berlin Manihuruk, mantan Pengantar Jemaat (Ketua Majelis Jemaat) Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Hutaimbari, Resort Tongging, Distrik XI mengatakan, Parialus Sidauruk yang sudah lumpuh tujuh tahun tidak pernah lagi dibawa berobat menyusul kepergian isterinya untuk selamanya.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun atau pihak Rumah Sakit Bethesda GKPS Seribudolok juga tak pernah melakukan aksi pelayanan kesehatan ke desa itu. Kondisi tersebut membuat Parialus Sidauruk tak pernah mendapat pelayanan kesehatan dari pemerintah maupun GKPS.
“Kalau kami di kampung ini diharapkan membawa Parialus Sidauruk berobat ke rumah sakit, kemampuan kami terbatas. Baik dari segi keuangan maupun tenaga,” ujar St Berlin Manihuruk sembari menjelaskan, Parialus Sidauruk tidak mendapatkan pelayanan kesehatan melalui Jamkesamda maupun JKN – KIS.
Inmemoraim: Inang Boru Sigiro saat dikunjungi di Dusun Hutaimbaru, Nagori Ujung Mariah, Kecamatan Pamatang Silimakuta, Kabupaten Simalungun 2 Januari 2016 lalu. Pada Kamis (23/6/2016) Inang Boru Sigiro meninggal dunia. (Foto Dok: Asenk Lee Saragih)
Jemput Bola
Secara terpisah, Sy Rosenman Saragih Manihuruk, warga GKPS Jambi asal Desa Hutaimbaru mengaku prihatin melihat kondisi Parialus Sidauruk yang saat ini mengalami kondisi lumpuh dan hanya bisa berbaring di lantai rumah tanpa tempat tidur dan kasur.
Sedihnya, lanjut Sy Rosenman Manihuruk, Bapa Parialus Sidauruk sudah sejak Januari 2016 lalu lumpuh, namun tidak ada yang membawanya berobat ke dokter. Selama ini Parialus Sidauruk hanya berobat alternatif. Sampai sekarang pun, Parialus Sidauruk tidak pernah menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit.
“Saya sangat prihatin melihat kondisi Bapak Parialus Sidauruk yang lumpuh ketika saya pulang kampung Selasa 18 Oktober 2022 kemarin. Saat itu saya Mendoakannya agar tegar, teguh dan berpengharapan dalam melawan penyakitnya,” katanya.
Menurut Sy Rosenman Manihuruk, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun dan Yayasan Kesehatan GKPS (Rumah Sakit Bethesda GKPS Seribudolok maupun Rumah Sakit Pemerintah) perlu melakukan jemput bola datang ke Desa Hutaimbaru memeriksa kesehatan Bapak Parialus Sidauruk.
“Kalau Bapak Parialus Sidauruk tidak bisa lagi disembuhkan, minimal Dia dapat pemeriksaan kesehatan berkala, bantuan obat-obatan dan bantuan asupan tambahan makanan gizi. Nah, tugas ini bisa dilakukan melalui aksi pelayanan gratis Yayasan Kesehatan GKPS di Desa Hutaimbaru dan desa sekitarnya di GKPS Resort Tongging. Aksi pelayanan kesehatan gratis ini tentunya sangat tepat dilakukan oleh GKPS,” katanya.
Mengingat kondisi 2 Januari 2016 lalu, Penulis Berdoa dengan Meneteskan Air Mata: Prihatin, Sedih, Mengangis dan Kasihan, begitulah perasaan Penulis saat membesuk sepasang Orang Tua (Pa Denny Sidauruk/ Boru Sigiro) tergeletak sakit stroke di rumah papan di Kampung Hutaimbaru, 2 Januari 2016.
Sembari silaturahmi Tahun Baruan, Penulis dan keluarga membesuk Orang Tua itu yang rumahnya hanya sekitar 15 meter dari rumah Ibu dan Bapak Penulis di Hutaimbaru.
Kondisi Parialus Sidauruk hanya bisa tergeletak di rumah tanpa alas kasur, begitu juga Inang Tua boru Sigiro tampak lusuh dan kurus mesti berupaya untuk duduk saat Penulis membesuknya Januari 2016 lalu.
Melihat Penulis dan keluarga datang Bapatua Parialus Sidauruk itu menangis dan Inang Tua itu berucap terbata bata menceritakan penderitaan mereka tentang penyakit yang mereka alami.
Setelah hampir 15 menit Penulis berjumpa dan Penulis berikan kata kata penyemangat, Inang Tua Br Sigiro saat itu meminta Penulis didoakan. Tangannyapun Penulis pegang sembari berdoa. (Asenk Lee Saragih)
Donasi Untuk Keluarga Bp Parialus Sidauruk Hutaimbaru
Salom....Horas ma Hubatta Haganupan Grup Hutaimbaru Perantau.
Sesuai parsahapan pakon hasadaonni uhurta ibahaen hitama
nasongon Pangurupion bani: Keluarga Bp Parialus
Sidauruk (Pa Denni) alani domma boritan 7 Tahun lobih, lumpuh lang boi mardalan,
janah namerawat ni pe aima Niombahni Difabel homa (Jelis).
Pangurupion Boi i transfer hita hu: Nomor Rekening BRI 2210-01-007482-50-3
Posting Komentar