. Catatan Kecil Perayaan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi, Menggalang Persatuan Umat Buddha Membangun Indonesia

Catatan Kecil Perayaan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi, Menggalang Persatuan Umat Buddha Membangun Indonesia

Nuansa kekeluargaan umat Buddha Jambi dengan Gubernur Jambi, H Al Haris (sembilan dari kanan berdiri pakai peci) pada perayaan Waisak 2566 BE di Candi Kedaton, Kompleks Percandian Muarojambi, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Minggu (22/5/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

(Matra, Jambi) – Udara berkabut terasa dingin menusuk tulang ketika menerobos jalan lengang di Kota Jambi subuh itu. Namun ribuan umat Buddha di kota tersebut sudah bergegas dari rumah masing-masing. Mereka seolah tak menghiraukan dinginnya udara subuh. Tujuan mereka satu, cepat sampai di Vihara Sakyakirti, Jalan Diponegoro, Kelurgahan Talang Jauh, Kota Jambi agar tak ketinggalan kendaraan menuju lokasi perayaan Waisak 2566 Buddha Era (BE)/2022 di Candi Muarojambi, Kabupaten Muarojambi, sekitar 30 Kilometer (Km) dari Kota Jambi.

Begitulah semangat umat Buddha se-Provinsi Jambi menyambut perayaan Waisak yang digelar kembali secara terbuka di Candi Muarojambi, Minggu (22/5/2022). Mereka antusias mengikuti perayaan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi karena sudah dua tahun berturut-turut, 2020 – 2021, perayaan Waisak di candi Muarojambi terhenti akibat pandemi Covid-19.

“Saya dan keluarga sudah bangun pukul 04.00 WIB. Setelah berkemas dan sarapan secukupnya, kami berangkat dari rumah pukul 05.00 WIB dan tiba di vihara ini pukul 05.15 WIB. Kami takut terlambat, ketinggalan bus ke Candi Muarojambi,”kata Johan (40), seorang warga Buddha Kota Jambi kepada medialintassumatera.com (Matra) di Vihara Sakyakirti, Koat Jambi, Minggu (22/5/2022) pagi sekitar pukul 05.45 WIB. 

Johan mengaku bersemangat mengikuti perayaan Waisak di Candi Muarojambi karena sudah dua tahun tak pernah mengikuti perayan Waisak di situs purbakala peninggalan Buddha tersebut. Sebelum pandemi Covid-19, terakhir 2019, Johan dan keluarga selalu hadir pada perayaan Waisak di Candi Muarojambi. 

Sementara itu pantauan medialintassumatera.com (Matra) di Vihara Sakyakirti, Kota Jambi Minggu (22/5/2022) subuh hingga pagi, ribuan umat Buddha di Kota Jambi berduyun – duyun hendak mengkuti perayaan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi. Mereka membawa seluruh keluarga, baik orang tua yang sudah lanjut usia maupun anak-anak. 

Sebagian besar umat Buddha yang merayakan Waisak di Candi Muaropjambi tersebut berangkat dari Vihara Sakyakirti Kota Jambi menuju Candi Muarojambi menggunakan bus. Pihak panitia sendiri menyediakan sekitar 40 bus secara gratis. Selain itu banyak juga umat Buddha di kota itu yang berangkat ke Candi Muarojambi menggunakan kendaraan pribadi. 

Sejak berkumpul di Vihara Sakyakirti, dalam perjalanan hingga tiba di Candi Muarojambi, suasana kekeluargaan dan keramah – tamahan di kalangan umat Buddha sangat terasa. Setiap bertemu mereka menyampaikan salam Waisak, “Namo Buddhaya” (terpujilah semua Buddha) sembari bersikap saling hormat menundukkan kepala dan menyembah dengan kedua tangan di dada (sikap anjani). 

“Namo Buddhaya, Namo Buddhaya”. Itulah ucapan-ucapan yang akrab di telinga selama perayaan Waisak tersebut. 

Suasana perayaan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi pun terasa sangat khidmat dan damai berkat antusiasme seluruh umat Buddha yang hadir  mengikuti seluruh rangkaian prosesi ibadah. Mulai dari prosesi paradaksina (mengelilingi) tembok Candi Kedaton yang merupakan lokasi perayaan Waisak hingga ke dalam areal candi Kedaton atau tempat ibadah Waisak dilaksanakan. Kendati diterpa panas matahari yang cukup terik, ribuan umat Buddha yang mengikuti ibadah perayaan Waisak tetap tertib. 
Pusat ritual (altar) ibadah perayaan Waisak 2566 BE di Candi Kedaton, Kompleks Percandian Muarojambi, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Minggu (22/5/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Perkuat Persaudaraan

Kehadiran Biksu Shangha Vihara Vimuttara Jakarta, Bhikku Dhammavudho memberikan pemcerahan atau siraman rohani pada perayaan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi menambah suasana persaudaraan sangat terasa. Pada kesempatan itu, Bhikku Dhammavudho mengapresiasi antusiasme umat Buddha se-Provinsi Jambi yang mengikuti perayaan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi tersebut. Antusiasme tersebut menunjukkan adanya kecintaan terhadap Sang Buddha dan terjalinnya kebersamaan umat Buddha se-Provinsi Jambi dalam ikatan cinta kasih persaudaraan. 

Menurut Bhikku Dhammavudho, perayaan Waisak 2566 BE secara tatap muka dengan mengundang banyak umat di Candi Muarojambi merupakan yang kedua dilaksanakan di Indonesia di tengah meredanya pandemi Covid-19. Sebelumnya sudah digelar perayaan Waisak 2566 BE secara tatap muka di Candi Borobudur, Jawa Tengah, Senin (16/5/2022). Secara nasional, perayaan Waisak 2566 BE menetapkan tema “Moderasi Beragama untuk Membangun Kedamaian Kedamaian di Indonesia”.

Pada kesempatan tersebut, Bhikku Dhammavudho juga berupaya menggugah rasa kebanggan umat Buddha di Jambi dengan menceritakan pengalamannya hadir di Candi Muarojambi mengikuti perayaan Waisak 2566 BE.  Kehadirannya di Candi Muarojambi mengingatkan Bhikku Dhammavudho tentang Vihara Indonesia yang ada di Nalanda, India. Vihara tersebut bantuan Buddha dari Sriwijaya atau Jambi berabad-abad silam. 

“Saya tadi sudah sampai di sini pagi sekali. Suasana berkabut dan dingin, sama seperti di salah satu pusat agama Buddha di India yang masih terkait dengan Buddha Sumatera (Sriwijaya). Di sini sama dengan di India, kabut pagi hari, seperti di prasasti Nalanda (asal Sumatera). Melihat persamaan ini saya sangat berbahagia bahwa dari keturunan Buddha Sriwijaya (Buddha) memiliki peninggalan di Nalanda, India,”katanya. 

Buddha Sriwijaya memiliki peninggalan prasasti Buddha di Nalanda, India berkat adanya persatuan umat Buddha di Sriwijaya Abad VII – XII dengan umat Buddha di India.  Prasasti itu ada karena umat Buddha Sriwijaya pernah mengirim biksu ke Nalanda, India. Di India ada vihara Indonesia. Ada satu candi di Nalanda, India, utuh  pemberian Sriwijaya.

“Sriwijaya tentunya tak bisa kirim biksu ke Nalanda kalua tidak ada persatuan umat Buddha di Sriwijaya dan India saat itu. Karena itu umat Buddha di manapun berada, termasuk di Jambi harus tetap Bersatu. Orang Buddha pun sebenarnya memiliki perbedaan-perbedaan. Tetapi kita tetap sama. Semua sama-sama murid Sang Buddha,”ujarnya. 

Bhikku Dhammavudho mengingatkan, di tengah keanekaragamaan atau perbedaan di kalangan umat Buddha maupun bangsa Indonesia, umat Buddha tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Semua kalangan harus saling menghargai perbedaan. 

“Kita semua memiliki perbedaan. Garis telapak tangan kita sendiri pun sudah berbeda, apalagi dengan orang lain. Tetapi bukan perbedaan itu membuat kita memaksakan kehendak kepada orang lain. Mari saling menghormati dan menghargai.  Jadi kita ini bermacam ragam. Jangan kita minta orang lain sama dengan kita sementara kita berbeda. Kita perlu memiliki damma (jiwa) pemersatu dan pendamai agar kita bisa bersatu. Inilah yang menjadi dasar moderasi agama untuk membangun kedamaian di Indonesia,”katanya. 
Para biksu melakukan prosesi (ritual) paradaksina (mengelilingi candi) pada perayaan Waisak 2566 BE di Candi Kedaton, Kompleks Percandian Muarojambi, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Minggu (22/5/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Menurut Bhikku Dhammavudho, untuk memiliki jiwa pemersatu dan pendamai, umat Buddha perlu mengetahui, memahami dan melaksanakan enam sikap dan perilaku cinta kasih. Keenam sikap tersebut, berbicara dengan cinta kasaih, sesuai perkataan di hadapan dan di belakang sesama atau saudara. Kemudian bertingkah laku sopan, berpikiran penuh cinta kasih, saling berbagi, bersatu dalam moralitas dan memiliki pandangan maupun pengetahuan yang sama. 

Bhikku Dhammavudho mengajak umat Buddha di Jambi berbicara dengan cinta kasih. Ketika berbicara denagan cinta kasih, perkataan harus sama di depan orang atau lawan bicara maupun di belakang orang tersebut. 

“Jangan di depan berbicara manis seperti gulali, namun di belakang pedas seperti rica-rica (bumbu Manado). Hal-hal seperti ini bisa memicu perselisihan. Jika memuji pun harus dengan ikhlas, jangan memuji di depan mencibir di belakang,”ujarnya.

Dikatakan, wujud cinta kasih lainnya juga dapat diwujudkan melalui tingkah laku harus sopan, santun, ramah, baik di depan maupun di belakang orang. Kemudian pikiran juga harus penuh cinta kasih.  Cinta kasih perlu dikembangkan. Ketika mengembangkan cinta kasih, kembangkanlah cinta kasih ke semua arah, semua orang. 

“Baik orang yang kita sukai maupun tidak. Jangan sampai ada yang bilang  ‘Kembangkan cinta kasih kepada semua makhluk kecuali mantan’. Ketika mengembangkan cinta kasih, kita tidak boleh memandang suku, agama, majelis, organisasi, tetapi semua makhluk,”tandasnya. 

Bhikku Dhammavudho juga menginagtkan umat Buddha di Jambi agar tetap saling berbagi untuk mewujudkan cinta kasih. Ketika anda berbagi, itu bukan pamer, tetapi wujudkan cinta kasih, khususnya di tengah pandemi ini. Pandemi ini menjadi momentum berbagi paling tepat untuk menunjukkan kepedulian sosial demi menunjang kerukunan dan persatuan. 

“Saya juga mengajak semua murid Sang Buddha di sini bersatu dalam moralitas, saling menghargai, untuk ciptakan kedamaian. Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) sudah pernah menyatakan bahwa agama Buddha paling damai di dunia. Karena itu saya mengharapkan agar diupayakan acara Buddha sedunia bisa dilaksanakan di Candi Muarojambi,”ujarnya.

Menurut Bhikku Dhammavudho, umat Buddha juga perlu memiliki pandangan dan pengetahuan yang sama menganai segala sesuatu, khususnya terhadap peningkatan persaudaraan. Artinya, umat Buddha perlu memiliki persamaan pengetahuan, pemahaman dan pandangan agar persatuan lebih mudah diciptakan. 

“Kalau keenam syarat di atas bisa kita laksanakan, maka cinta kasih dan kedamaian akan bisa tercipta di tengah umat Buddha maupun bangsa Indonesia. Hal ini akan melahirkan kebahagiaan bersama. Jangan hal-hal kecil menghancurkan kita. Semua harus bersatu,”katanya. 
Gubernur Jambi, H Al Haris (tengah) didampingi Ketua Persatuan Umat Buddha Jambi (PUBJ), Rudy Zhang (kanan) dan pengurus PUBJ memberi keterangan mengenai pengembangan Candi Muarojambi seusai perayaan Waisak 2566 BE di Candi Kedaton, Kompleks Percandian Muarojambi, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Minggu (22/5/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Buddha Center

Mengingat sejarah Buddha di Candi Muarojambi, Bhikku Dhammavudho mengharapkan, candi peninggalan Buddha Abad VII tersebut bisa dibangun menjadi pusat kegiatan agama Buddha (Buddha Center). Hal itu penting sebagai salah satu upaya membuktikan bahwa candi tersebut benar-benar peninggalan sejarah Buddha di Sriwijaya, Sumatera. 

“Kalau bisa kita jadikan Candi Muarojambi ini menjadi pusat pendidikan dan penguatan batin umat Buddha. Kita harapkan kehadiran Buddha di Indonesia dan bahkan di dunia tetap membawa kedamaian dan tidak ada lagi peperangan,”ujarnya. 

Harapan Bhikku Dhammavudho tersebut diaminkan Gubernur Jambi, Dr H Al Haris, SSos, MH yang hadir pada perayan Waisak 2566 BE di Candi Muarojambi tersebut. Al Haris mengatakan, perayaan Waisak yang digelar umat Buddha Jambi di Candi Muarojambi membuktikan adanya peradaban Buddha di Provinsi Jambi. Karena itu kompleks percandian Muarojambi harus terus dikembangkan menjadi ikon wisata religi kelas dunia di Provinsi Jambi. 

"Perayaan Waisak di Candi Muarojambi ini menjadi bukti sejarah, bahwasanya candi ini memiliki sejarah peradaban Buddha di Indonesia. Bahkan Candi Muarojambi ini merupakan universitas Buddha tertua di dunia,"ujarnya. 

Melihat peradaban Buddha di Candi Muarojambi, Al Haris mengatakan, Situs Purbakala Candi Muarojambi yang berada di tepian Sungai Batanghari, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi akan dikembangkan kembali menjadi pusat pendidikan agama Buddha. 

Pengembangan Candi Muarojambi menjadi pusat pendidikan agama Buddha tersebut diproyeksikan tidak hanya untuk mencetak para biksu (pendeta) dan cendekiawan Buddha. Pusat pendidikan agama Buddha di Candi Muarojambi nantinya juga menjadi daya tarik wisata religi di daerah tersebut.

Menurut Al Haris, Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) sudah sepakat mengembangkan Candi Muarojambi menjadi pusat pendidikan agama Buddha mulai tahun ini. Pemerintah Pusat tahun ini sudah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 260 miliar untuk pembangunan tahap pertama pusat pendidikan agama Buddha di Candi Muarojambi. 

Dijelaskan, total anggaran yang dibutuhkan untuk membangun pusat pendidikan agama Buddha di Candi Muarojambi mencapai Rp 1,5 triliun. Karena itu pembangunan pusat pendidikan agama Buddha di Candi Muarojambi dilaksanakan secara bertahap (multi years). 

"Presiden Joko Widodo telah menyetujui proses pemugaran Candi Muarojambi. Nantinya Pemerintah Pusat akan membantu biaya pemugaran sekitar Rp 1,5 tiliun. Tahun ini kita menganggarkan biaya Rp 260 Miliar untuk memugar percandian ini,"katanya. 

Al Haris mengatakan, keberadaan Candi Muarojambi yang memiliki luas areal sekitar 3.891 hektare (ha) merupakan salah satu bukti sejarah bahwa Jambi pernah menjadi pusat pendidikan agama Buddha Abad VII – XII silam. 

“Dulunya cendekiawan dan calon biksu darai berbagai belahan dunia belajar di Candi Muarojambi. Selain itu, cendekiawan dan calon biksu yang belajar agama Buddha di Candi Muarojambi ada juga yang belajar hingga ke India,”katanya. 

Dijelaskan, nantinya akan dibuka kembali lima fakultas pendidikan agama Buddha di Candi Muarojambi. Karena itu umat Buddha di Jambi hendaknya benar-benar lebih menghayati agamanya. Hal ini penting karena tidak ada agama tanpa umatnya. Tidak ada arti Candi Borobudur tanpa Candi Muarojambi. 

Dikatakan demikian karena Candi Muarojambi lebih dulu ada dari Candi Muarojambi. Jadi para cendekiawan dan biksu jebolan pendidikan agama Buddha di Candi Muarojambi yang mengembangkan ajaranBuddha di Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. 

“Saya meminta Majelis/Pendeta Buddha di Jambi bisa bekerja sama dengan Pemeirntah Provinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Muarojambi dan jajaran terkait memugar Candi Muarojambi demi membangun kembali candi ini menjadi pendidikan agama Buddha,”katanya.
Nuansa kebersamaan para biksu, umat Buddha dan Gubernur Jambi, H Al Haris (delapan sembilan dari kanan) pada perayaan Waisak 2566 BE di Candi Kedaton, Kompleks Percandian Muarojambi, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Minggu (22/5/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).

Destinasi Wisata

Menurut Al Haris, Pemprov Jambi saat ini terus mengembangkan Candi Muarojambi menjadi destinasi wisata religi andalan Jambi dan Indonesia berkelas internasional. Para wisatawan akan diberikan kemudahan-kemudahan mengunjungi Candi Muarojambi. Di antaranya penyediaan bus wisata dari Bandara Sultan Thaha Syaifuddin (STS) Kota Jambi ke Candi Muarojambi. 

“Mulai Senin (23/5/2022), kami akan menyediakan dua bus unit wisata untuk melayani rute Bandara STS Kota Jambi – Candi Muarojambi dengan jarak sekitar 30 Kilometer (Km). Setiap wisatawan yang menumpang bus tersebut gratis,”katanya. 

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Umat Buddha Jambi (PUBJ), Rudy Zhang pada kesempatan tersebut mengatakan, perayaan Waisak 2566 BE di Candi Kedaton, Kompleks Percandian Muarojambi merupakan momen menyatukan umat Buddha di Provinsi Jambi. Perayaan ini menjadi momentum menyatukan umat Buddha di Provinsi Jambi. 

Pada puncak Waisak 2566 BE, Senin (16/5/2022), umat Buddha di Jambi merayakan Waisak di vihara masing-masing. Sedangkan tahun 2020 dan 2021, umat Buddha lebih banyak merayakan Waisak di rumah masing-masing akibat pandemi Covid-19. 

“Hari ini, Minggu (22/5/2022), sekitar 2.000 orang umat Buddha dari 28 vihara hadir menyatukan hati mengikuti perayaan Waisak di Candi Muarojambi. Pemusatan perayaan Waisak di Candi Muarojambi ini bisa terlaksana kembali seperti sebelum pandemi Covid-19 berkat adanya persatuan dan kebersamaan umat Buddha di Jambi,”katanya. 

Menurut Rudy Zhang, kentalnya persatuan umat Budha di Jambi hendaknya juga dapat disebarkan di kalangan umat Buddha di Indonesia. Kemudian rasa persatuan umat Buddha tersebut kemudian bisa dikembangkan untuk merajutr persatuan masyarakat  Indonesia demi pembangunan nasional. 

“Kami sebagai pengurus PUBJ siap melayani umat Buddha di Jambi. Kami juga tetap konsisten meningkatkan persatuan umat Buddha di Jambi,”katanya.

Sementara itu, Kepala Pembina Masyarakat (Pembimas) Buddha Kantor Wilayah (Kanwil) kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jambi, Surahmat pada kesempatan tersebut mengapresiasi kepedulian Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten Muarojambi dalam upaya pelestarian maupun pembangunan sarana dan prasarana Candi Muarojambi. 

“Kami melihat, pemeliharaan Candi Muarojambi ini semakin baik. Pemugaran candi yang rusak terus dilakukan. Kemudian candi ini juga dikembangkan menjadi destinasi wisata nasional.  Sarana salannya pun sudah bagus, sudah diaspal dan dilebarkan. Kemudian kanal – kanal (sungai) di tengah kompleks percandian sudah ditata dengan baik,”katanya. 

Menurut Surahmat, hanya satu hal lagi yang perlu dilengkai di kompleks percandian Muarojambi tersebut, yakni kehadiran rumah ibadah umat Buddha. Hal itu penting agar kesucian tempat ini terjaga. 

“Mudah-mudahan pandemi Covid-19 cepat berakhir agar berbagai rencana pengembangan Candi Muarojambi untuk kegiatan agama Buddha dan wisata bisa berlanjut. Berakhirnya Covid-19 ini juga akan memulihkan kegiatan agama, ekonomi dan kegiatan sosial lainya,”paparnya. (Matra/Radesman Saragih).
Gubernur Jambi, H Al Haris (enam dari kanan) bersama para biksu dan umat Buddha Jambi pada perayaan Waisak 2566 BE di Candi Kedaton, Kompleks Percandian Muarojambi, Desa Muarojambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Minggu (22/5/2022). (Foto : Matra/Radesman Saragih).



Berita Lainya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama