Menurut Edi
Purwanto, hingga kini masih banyak konflik lahan di Jambi yang belum
terselesaikan. Konflik lahan tersebut sering menimbulkan konflik fisik antara
petani dengan pihak perusahaan. Namun penyelesaian konflik lahan tersebut tak
kunjung bisa dituntaskan. Karena itulah DPRD Provinsi Jambi membentuk Pansus Konflik
Lahan.
“Untuk
menyelesaiakan konflik lahan di Jambi, seluruh pihak terkait yang
berkepentingan (stakeholders) perlu memiliki niat baik (political will) yang
sama. Niat baik tersebut tidak hanya dari petani, dewan, pengusaha dan
pemerintah, tetapi juga dari DPR RI maupun Pemerintah Pusat. Hal ini penting
karena kewenangan pemerintah daerah menangani konflik lahan sangat terbatas,”katanya.
Sementara itu,
Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin pada kesempatan tersebut mengatakan, pihaknya
mengapresiasi upaya Pansus Konflik Lahan DPRD Povinsi Jambi melakukan berbagai
terobosan memfasilitasi penyelesaikan konflik lahan di Jambi. Daerah lain ada
yang memiliki konflik lahan sangat banyak dan besar, namun pihak DPRD-nya tidak
sampai ngotot membentuk Pansus Konflik Lahan seperti dilakukan DPRD Provinsi
Jambi.
“Kami
mendukung upaya Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi menyelesaikan konflik
lahan di daerah ini. Setelah rekomendasi Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi
Jambi dibawa ke sidang paripurna nanti, kami mohon bisa diberikan dokumen
lengkapnya agar bisa kami tindaklanjuti,”katanya.
Hal senada
juga diungkapkan anggota Komisi IV DPR RI, Djarot Saiful Hidayat. Menurut Djarot
Saiful Hidayat, jika pola-pola yang
dijalankan maupun direkomendasikan Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi dapat
membuahkan hasil, maka pola penyelsaian konflik lahan tersebut dapat menjadi
model atau contoh penyelesaian konflik lahan di daerah lain.
“Kami
berpendapat, negara tidak boleh kalah dengan korporasi dalam penyelsaian
konflik lahan ini. Jika unsur Forkopimda Jambi kompak, penyelesaian konflik lahan
dapat dilakukan dengan baik. Saya mengapresiasi konerja pansus konflik lahan dewan
di Jambi ini demi terwujudnya keadilan sosial,”katanya.
Ketua DPRD Provinsi Jambi, H Edi Purwanto pada rapat Pansus Sengketa Lahan DPRD Provinsi Jambi, baru-barui ini (Foto : Matra/HumasDPRDJambi). |
Sementara itu, Sekretaris Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata mengharapkan pihak Komisi IV DPR RI bisa menindaklanjuti hasil Pansus KOnflik Lahan DPRD Provinsi Jambi tersebut.
"Kami berharap
hasil pansus konflik lahan selama ini bisa dieksekusi atau ditindaklanjuti
pihak DPR RI. Kami berharap Komisi IV DPR RI ini menjadi perpanjangan tangan di
tingkat nasional menuntaskan penyelesaian konflik lahan di Jambi,”ungkapnya.
Menurut Ivan
Wirata, salah satu bentuk konflik lahan yang mendapat perhatian Pansus Konflik
Lahan DPRD Provinsi Jambi, yakni adanya perusahaan yang tidak mengelola kawasan
hak guna usaha (HGU) yang mereka kuasai. Misalnya satu perusahaan perkebunan
kelapa sawit menguasai kawasan HGU hingga 15.000 hektare (ha). Namun HGU yang
mereka kerjakan hanya 7.000 ha.
Secara
terpisah, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Dewi
Kartika baru-baru ini mengatakan, kebijakan pemerintah dan perusahaan menyikapi
kasus konflik lahan di Jambi justeru sering menghambat proses penyelesaian
konflik itu sendiri. Akibatnya petani di Jambi selalu kalah dalam penyelesaian
sengketa lahan hingga kini.
"Sikap pemerintah dan perusahaan yang kurang berpihak terhadap masyarakat dalam penyelesaian konflik lahan tersebut merupakan cerminan wajah buruk situasi agraria di Indonesia. Bahkan kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap petani dalam penyelesaian konflik lahan menunjukkan terjadinya pengabaikan negara terhadap situasi-situasi agraria yang terjadi di lapangan,"katanya.
Salah satu kawasan hutan yang saat ini dikuasai perusahaan hutan tanaman industri (HTI) PT Wirakarya Sakti (WKS) di Kabupaten Tanjungjabung Barat, Provinsi Jambi, baru-baru ini. (Foto : Matra/Ist) |
Konflik HTI
Sementara
itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Jambi, Rudiansyah
mengungkapkan, selain perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta, konflik lahan
dengan warga masyarakat atau petani Jambi dengan perusahaan hutan tanaman industri
(HTI) juga cukup banyak.
Salah satu
konflik lahan antara perusahaan HTI PT WKS. Berdasarkan catatan Walhi Jambi,
konflik lahan antara petani dengan PT WKS hingga kini setidaknya terjadi di 120
desa di lima kabupaten, yakni Kabupaten Tanjabbar, Tanjabtim, Batanghari,
Muarojambi dan Tebo. Namun konflik lahan tersebut tidak semuanya terungkap ke
publik.
Menurut
Rudiansyah, berdasarkan kajian dan penelitian yang Walhi Jambi, hingga tahun
ini masih ada 33 konflik lahan petani dengan perusahaan besar di Jambi,
termasuk PT WKS. Dari 33 konflik lahan tersebut, hanya 10 kasus yang mendapat
perhatian pihak perusahaan maupun pemerintah. Namun 10 konflik lahan tersebut
pun tak mendapatkan penyelesaian secara tuntas.
“Konflik
lahan tersebut sering mencuat ke permukaan dan menimbulkan gejolak. Bahkan tak
jarang gejolak konflik lahan tersebut menelan korban jiwa dan merusak fasilitas
yang telah dibangun masyarakat,”katanya.
Seperti
pernah diberitakan, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA),
Dewi Kartika mengatakan, ketika MS Kaban menjadi Menteri Kehutanan tahun 2007,
Pemerintah Pusat sempat menjanjikan pelepasan sekitar 41.000 ha dari lahan yang
dikuasai PT WKS kepada petani Jambi. Namun janji tersebut hingga kini tak
pernah ditepati.
Dikatakan,
hingga kini ada tiga situasi yang dihadapi petani yang ada di Jambi terkait
sengketa atau konflik lahan. Pertama, lahirnya SK-SK penerbitan izin HTI yang
mengakibatkan banyak desa di Jambi masuk dalam konsesi PT WKS.
“Sesuai
undang-undang, pihak PT WKS harus melepaskan lahan yang dikuasai mereka sesuai
izin yang diberikan pemerintah jika petani sudah terlebih dahulu menggarap
lahan tersebut. Namun aturan tersebut tidak sepenuhnya diterapkan,”katanya.
Sementara itu
berdasarkan catatan medialintassumatera.com (Matra), PT WKS yang pertama kali hadir di
Jambi 15 Desember 1989 menguasai lahan yang cukup luas. Pertama beroperasi di
Jambi, PT WKS hanya menguasai lahan hutan sekitar 1.000 ha.
Sedangkan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK
57/Menlhk/Setjen/PHL.0/1/2018 tanggal 26 Januari 2018 tentang Perubahan keempat
atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 744/Kpts-II/1996, PT WKS kini menguasai
lahan di Jambi sekitar 290.378 ha.
Seluruh lahan
tersebut ditanami hutan tanaman industri sebagai bahan baku industry pengolahan
bubur kertas PT Lontar Papyrus dan Pulp Industry (LPPI) di Tanjungjabung Barat,
Jambi. (Matra/AdeSM)
Posting Komentar