Koperasi Unit Desa Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Provinsi Jambi yang hingga kini tak mampu mengatasi kesulitan pupuk petani sawit. (Foto: Matra/Ist)
(Matra, Jambi) – Para petani kelapa sawit swadaya di Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjungjabung Barat (Tanjabbar), Provinsi Jambi menjerit di tengah melambungnya harga tandan buah segar (TBS) sawit saat ini. Pasalnya para petani sawit di daerah itu hingga kini mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Baik itu pupuk urea, NPK maupun pestisida pembasmi hama dan gulma.
J Purba (40), petani kelapa sawit swadaya Simpang Rambutan, Kecamatan Tungkal Ulu, Tanjabbar kepada medialintassumatera.com (Matra) di Desa Simpang Rambutan, Minggu (21/11/2021) mengatakan, pupuk bersubsidi sudah cukup lama hilang dari peredaran di daerah tersebut. Para petani jarang mendapatkan pupuk bersubsidi di Koperasi Unit Desa (KUD) diTungkal Ulu.
Sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi tersebut membuat J Purba dan para petani lainnya terpaksa membeli pupuk di toko pupuk dengan harga cukup mahal. Kelangkaan dan mahalnya harga pupuk tersebut membuat para petani terpakasa mengurangi pemupukan tanaman sawit mereka. Akibatnya produksi kelapa sawit mereka turun (track).
Menurut J Purba, harga pupuk urea di Tungkal Ulu, Tanjabbar saat ini mencapai Rp 400.000/sak. Sedangkan harga pupuk urea bersubsidi hanya Rp 200.000/sak. Kemudian harga pupuk NPK di Tungkal Ulu mencapai Rp 600.000/sah. Sementara harga NPK bersubsidi hanya Rp 200.000/sak. Selain itu harga racun atau gromokson (pembasmi hama dan gulma) di daerah tersebut mencapai Rp 400.000/lima liter.
“Jadi pengeluaran kami membeli pupuk dan racun hama sangat tinggi. Kami melakukan pemupukan minimal sekali tiga bulan. Sekali pemupukan membutuhkan empat sak pupuk urea untuk satu hektare. Jadi dengan harga pupuk urea Rp 400.000/sak, maka kami mengeluarkan biaya Rp 1,6 juta untuk pemupukan satu hektare kebun sawit setiap tiga bulan,”katanya.
J Purba mengatakan tidak tahu penyebab sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi di Tungkal Ulu. Masalahnya para pengurus KUD tidak pernah memberikan informasi perihal kelangkaan pupuk bersubsidi di daerah itu. Karena itu para petani bersikap pasrah saja. Para petani sawit di daerah itu terpaksa membeli pupuk dengan harga pasar di toko pupuk. Tingginya biaya pembelian pupuk tersebut membuat petani kurang bisa menikmati harga TBS sawit yang meningkat saat ini.
“Memang harga sawit saat ini di Tungkal Ulu lumayan, mencapai Rp 2.800/kilogram (Kg) di tingkat petani. Tetapi karena harga pupuk mahal, hasil penjualan sawit sebagian besar kami gunakan untuk pupuk. Kalau sawit tidak dipupuk dan gulma tidak dibasmi, produksi sawit turun,”katanya.
Sementara itu informasi yang dihimpun medialintassumatera.com di Tungkal Ulu, kelangkaan atau hilangnya pupuk bersubsidi dari peredaran di daerah tersebut diduga permainan spekulan atau mafia pupuk. Kuat dugaan para mafia pupuk diduga menyelewengkan distribusi pupuk bersubsidi kepada para petani sawit berdasi atau perusahaan dengan harga di atas harga pupuk bersubsidi.
“Dugaan penyelewengan distribusi pupuk bersubsidi di Tungkal Ulu ini perlu juga diusut agar petani sawit swadaya bisa mendapatkan pupuk bersubsidi. Kalau dibiarkan seperti ini terus, para petani sawit akan tetap mengeluarkan biaya tinggi untuk pembelian pupuk,”ujar seorang petani sawit di Desa Simpang Rambutan.
Para petani sawit swadaya melakukan pelatihan pengolahan pupuk organic berbahan kotoran sapi dan kambing di Desa Tanjung Bananak, Merlung, Minggu (21/11/2021). (Foto : Matra/InfoSawit)
Pupuk Akternatif
Petani sawit tersebut mengungkapkan, kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi di Tanjabbar tidak hanya dialami petani sawit di Kecamatan Tungkal Ulu, tetapi juga dialami petani sawit di kecamatan tetangganya, Kecamatan Merlung.
Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Tanjung Jabung Barat, Aleks Simamora (45) di Merlung, Minggu (21/11/2021) mengatakan, para petani sawit swadaya di Merlung juga sudah cukup lama mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi tersebut hingga kini belum teratasi.
Menyikapi mahalnya harga pupuk dan pentingnya pemupukan untuk tanaman sawit, pihak SPKS Tanjabbar mencari alternatif pengadaan pupuk murah bagi para petani sawit di daerah itu. Salah satu upaya tersebut pengolahan pupuk organik menggunakan bahan-bahan yang dekat di sekitar petani, yakni kotoran ternak, khususnya ternak sapi.
Saat ini, SPKS bekerja sama dengan Koperasi KSP Mandiri Merlung melakukan pelatihan pengolahan pupuk organik. Pelatihan pupuk organik tersebut dilakukan di Desa Tanjung Bananak, Merlung, Minggu (21/11/2021). Pelatihan pengolahan pupuk organic tersebut penting agar petani sawit di daerah itu bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia yang saat ini sangat mahal dan langka. Peserta pelatihan pengolahan pupuk organik, yaitu para petani sawit anggota SPKS Tanjabbar.
“Dalam pelatihan ini, para petani sawit diajarkan membuat pupuk organik memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di sekitar mereka, yakni kotoran ternak sapi dan kambing. Selama ini kotoran ternak tersebut belum banyak dimanfaatkan pupuk sawit,”katanya.
Menurut Aleks Simamora menambahkan, selain belajar membuat pupuk organik dari bahan kotoran ternak tersebut, para petani sawit di daerah itu juga membuat satu demplot (tempat) sebagai tempat belajar bersama. Pembuatan demplot pupuk organi tersebut bisa mendorong petani sawit di daerah itu melakukan mitigasi (antisipasi dini) perubahan iklim dengan memanfaatkan pengetahuan lokal seperti pembuatan pupuk organik.
Sementara itu manajer Koperasi KSP Mandiri, Vincen Haryono mengatakan, pembuatan pupuk orgtanik di Merlung merupakan upaya peningkatan pengetahuan petani mengenai alih teknologi pengolahan pupuk organik. Pembuatan pupuk organik tersebut memiliki prospek yang bagus menyusul banyaknya peternakan sapi dan kambing di Merlung yang bisa menjadi pemasok bahan pupuk organik.
“Para petani di Tanjabbar sangat membutuhkan pupuk dengan jumlah yang banyak. Karena itu para petani sawit di Tanjabbar diupayakan bisa meningkatkan penggunaan pupuk organik mengurangi ongkos produksi,”katanya. (Matra/AdeSM/InfoSawit)
Posting Komentar