INFO TERKINI

10/recent/ticker-posts

Tak Henti Berjuang Tingkatkan Perlindungan Anak, Enam Daerah di Jambi Raih Predikat Kota Layak Anak

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Merangin, H Mashuri (kiri) mengikuti pemberian penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Nasional 2021 secara virtual (online) di kantor Bappeda Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, Kamis (29/7/2021). (Foto : Matra/KominfoMerangin)

(Matra, Jambi) – Keseriusan dan intensitas pelaksanaan program perlindungan anak di Provinsi Jambi satu tahun terakhir cukup erhasil merebut simpati  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A). Simpati tersebut ditandai dengan pemberian penghargaan sebagai Kota Layak Anak (KLA) 2021 kepada lima kabupaten dan satu kota di Provinsi Jambi. 

Daerah yang mendapatkan penghargaan KLA 2021 tingkat Pratama di Provinsi Jambi, yakni Kabupaten Merangin, Tebo, Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur, Batanghari dan Kota Sungaipenuh. Pemberian Penghargaan KLA Nasional 2021 tersebut dilakukan secara virtual (online) di Jakarta, Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Merangin, Provinsi Jambi, Kamis (29/7/2021).  Acaratersebut dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga. 

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Merangin, H Mashuri mengapresiasi keberhasilan daerahnya meraih predikat KLA tingkat Pratama 2021. Seusai menyaksikan pemberian Penghargaan KLA Nasional 2021 secara virtual di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Merangin, Provinsi Jambi, Kamis (29/7/2021), H Mashuri mengaku salut terhadap perjuangan jajaran dinas instansi terkait  yang selama ini memperjuangkan program perlindungan anak dan perempuan di Merangin.

Dijelaskan, selama dua tahun terakhir, kasus tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Merangin menurun drastis. Berdasarkan catatan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Merangin, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Merangin 2019 mencapai 21 kasus. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu tahun 2020 turun menjadi tiga kasus dan tahun ini nihil kasus.

 “Kabupaten Merangin meraih penghargaan KLA 2021 tingkat Pratama. Penghargaan ini berhasil kita raih karena Merangin dinilai mampu menurunkan kasus kekerasan terhadap anak dan mampu menciptakan situasi dan kondisi lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perkembangan maupun perlindungan anak,”katanya.

Dikatakan, keberhasilan Merangin meraih penghargaan KLA berkat kerja keras Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi terkait di Merangin di bidang perlindungan anak dan pembinaan anak. Program perlindungan dan pembinaan anak serta penanggulangan kekerasa terhadapanak di Merangin dilakukan hingga ke desa-desa di 24 kecamatan se-Kabupaten Merangin.

 ‘’Penghargaan KLA 2021 yang kita raih ini baru tingkat Pratama. Masih ada empat tingkat lagi, yakni Madya, Nindya, Utama dan KLA. Untuk itu semua instansi dan OPD harus saling bahu-membahu dan perduli dengan kegiatan perlindungan dan pembinaan anak di daerah ini,”ujarnya.

Tindak Kekerasan

Sementara itu di tengah pemberian penghargaan KLA terhadap beberapa daerah di Jambi tersebut, kasus tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Provinsi Jambi hingga kini masih tergolong tinggi. Kasus tersebut tidak hanyaterjadi di Kota Jambi tetapi juga di beberapa kabupaten.

Menurut terpisah Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Provinsi Jambi, Luthfiah di Jambi, baru-baru ini mengatakan, kasus tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Provinsi Jambi hingga pertengahan tahun ini (Mei – Juni) mencapai 349 kasus.

Dijelaskan, tindak kekerasan dalam keluarga di Jambi dalam kutrun waktu tersebut mencapai 88 kasus dan hubungan pacaran sebanyak 87 kasus. Kekerasan anak di Jambi didominasi perilaku pelecehan seksual yang dilaporkan ke Dinas DP3AP2) Jambi.

Kasus – kasus tindak kekerasan kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jambi sudah sangat luar biasa. Hal tersebut terbukti dari adanya kasus sodomi yang melibatkan anak di bawah umur.

“Kasus-kasus seperti ini terjadi akibat kurangnya pendidikan, perhatian orang tua dan pengajaran nilai-nilai agama. Kondisi tersebut bisa semakin parah di situasi pandemi Covid-19 karena anak lebih banyak memegang telepon genggam (Handphone/HP) android yang digunakan belajar dalam jaringan (daring),”paparnya.

Lthfiah menambahkan, tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jambi juga banyak disebabkan faktor ekonomi. Kesulitan ekonomi memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Menurut Luthfiah, tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Provinsi Jambi tahun ini terbanyak erjadi di Kota Jambi, yakni mencapai 166 kasus. Kemudian tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Muarojambi (44 kasus), Tanjungjabung Barat (30 kasus), Batanghari (25 kasus) dan Sarolangun (17 kasus).

Kemudian tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Tanjungjabung Timur sebanyak 11 kasus, Kota Sungaipenuh (11 kasus), Kabupaten Bungo (10 kasus), Merangin dan Kerinci masing-masing tiga kasus dan Tebo (dua kasus).

Sekretaris Umum Tim Penggerak dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Pusat,  Hernawati Hudori (kiri) pada Sosialisasi Program Cegah Perkawinan Anak (Cepak) Menuju Keluarga Indonesia Sejahtera Harmonis (KISAH) secara virtual di Jakarta, Rabu (28/7/2021). (Foto : Matra/Ist)

Bendung Perkawinan Anak

Sementara itu, Tim Penggerak dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Pusat terus membangun gerakan Cegah Perkawinan Anak (Cepak). Gerakan Cepak tersebut penting membendung angka perkawinan anak di Indonesia yang hingga kini masih tinggi.

Sekretaris Umum TP-PKK Pusat, Hernawati Hudori pada Sosialisasi Program Cegah Perkawinan Anak, Menuju Keluarga Indonesia Sejahtera Harmonis (KISAH) secara virtual di Jakarta, Rabu (28/7/2021) menjelaskan, permohonan dispensasi perkawinan anak di Indonesia yang diterima Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung periode Januari - Juni 2020 mencapai  34.413 kasus.

Tingginya permohonan dispensasi perkawinan anak tersebut menunjukkan praktik perkawinan usia anak di Indonesia masih terjadi masif. Total perkawinan anak di Indonesia hingga tahun ini mencapai 10,82 %  dari total perkawinan. Untuk itu melalui Rencana Pembangunan Kerja Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah menargetkan penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,74 persen pada akhir 2024.

“Data Biro Pusat Statistik (BPS) 2019 menunjukkan, perkawinan anak di 22 provinsi di Indonesia masih di rata-rata angka nasional. Hal ini perlu mendapat perhatian kita agar maslahnya tidak bertambah berat,”katanya.

Menurut Hernawati, tingginya perkawinan anak (perkawinan usia dini) ini dipengaruhi kebiasaan masyarakat yang masih toleran terhadap perkawinan anak. Kemudian perkawinan anak juga banyak dipici masalah kemiskinan. Situasi pandemi Covid-19 juga turut menjadi faktor pemicu meningkatnya perkawinan anak sejak 2020 – 2021.

“Menyikapi hal tersebut,saya meminta para pengurus TP-PKK tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia dapat mengedukasi masyarakat secara luas agar pola pikir orang tua mengenai risiko perkawinan anak bertambah. Orang tua mesti paham, bahwa perkawinan anak bukanlah solusi untuk memutus mata rantai kemiskinan,”tegasnya.

Ketua TP – PKKK Provinsi Jambi, Hj Hesnidar (dua dari kiri) mengikuti seminar online (Webinar) tentang perlindungan anak di Jambi, Rabu (28/7/2021). (Foto : Matra/KominfoJambi) 

Tingkatkan Perlindungan

Sementara itu, Ketua TP – PKKK Provinsi Jambi, Hj Hesnidar pada seminar online (Webinar) tentang perlindungan anak yang diselenggarakan Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jambi di Jambi, Rabu (28/7/2021) mengatakan, peningkatan perlindungan anak di era digitalisasi ini sangat penting.

Dikatakan demikian karena masalah anak bukan hanya masalah bagi orang tua tetapi juga masalah bersama. Belakangan ini dan di maa mendatang masyarakat berhadapan dengan generasi Z yang mana anak-anak sudah berada di era digital. Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini perlu kita sikapi dengan benar. 

“Teknologi ini seperti mata pisau. Pisau yang tajam bisa digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat. Tetapi jika pisau digunakan untuk keperluan yang tidak baik tentu hal ini sangat merugikan,” jelasnya.

Hj Hesnidar mengatakan, perkembangan teknologi bermanfaat untuk mengembangkan kecerdasan anak-anak bangsa. Anak-anak banyak yang memiiki kemampuan untuk belajar dari menggunakan media teknologi. Namun dampak teknologi juga ada negatifnya.

“Misalnya ada yang kecanduan film Korea sehingga waktu tidur digunakan untuk nonton film Korea yang mengganggu ritme tidur anak. Bahkan paginya kesulitan saat harus pergi ke sekolah saat sebelum pandemi,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Hj Hesnidar, anak-anak asa kini juga banyak  yang mengalami gangguan komunikasi dan lambat perkembangan akibat terlalu lama bermain handphone (telepon genggam) sejak masa bayi lima tahun (balita).

Hj Hesnidar mengingatkan, anak-anak adalah generasi penerus harapan bangsa yang seharusnya dibekali dengan aneka kecerdasan untuk masa depannya. Anak tidak hanya perlu memiliki kecerdasan intelektual dan emosional tetapi juga spiritual.

“Untukitu masi kita bersama-sama mengedukasi masyarakat untuk menggunakan internet dengan baik dan benar. Jika kita cerdas secara spiritual maka intelektual dan emosional akan mudah diasah,’’katanya. (Matra/AdeSM)


 


BERITA LAINNYA

Posting Komentar

0 Komentar