(Matra, Medan)-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pematangsiantar akhirnya menghentikan penuntutan terhadap 4 nakes yang menjadi tersangka karena memandikan jenazah seorang wanita pasien suspek Covid-19. Unsur penistaan terhadap salah satu agama tidak terbukti dan perkara ditutup.
Penertiban Surat Ketetapan Pemberhentian Penuntutan (SKPP) itu pun mendapat apresiasi dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul SH MH, Rabu malam (24/2/2021).
"Kita apresiasi langkah yang telah diambil oleh Kejari Pematangsiantar, karena kita juga sependapat bahwa tidak ada unsur dituduhkan dalam proses pelaksanaan pelayanan di rumah sakit," ujarnya kepada wartawan menanggapi penetapan pemberhentian penuntutan itu.
Menurut Lamsiang Sitompul, keputusan ini menjadi langkah yang tepat untuk menyikapi peristiwa yang sedang terjadi. Dimana 4 nakes yang disangkakan terkesan dikriminalisasi karena adanya gerakan massa untuk melakukan penuntutan.
"Kita yakin, hukum akan menjadi benteng yang kuat ke depan dalam mengkawal tatanan sosial," ujarnya.
Lamsiang Sitompul menambahkan, hal ini diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana sebagai Lex Generalis (Hukum Umum) Pasal 14 huruf h menyatakan bahwa; Penuntut Umum mempunyai wewenang menutup perkara demi kepentingan hukum.
Kemudian Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai Lex Specialis (Hukum Khusus), Pasal 35 huruf c, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Pada penjelasan ketentuan Pasal 35 c disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Sementara kalau kita baca pasal tentang penistaan Agama yang sesuai pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 menyatakan: "Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu" dan dikaitkan dengan tindakan yang di lakukan oleh para tenaga kesehatan tersebut sangat tidak memenuhi unsur dari pasal tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pematangsiantar menghentikan penuntutan terhadap empatnya tersangka diduga kasus penistaan agama usai memandikan jenazah wanita di ruang forensik di RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar pada 20 September 2020. Pemberhentian proses hukum itu langsung diumumkan Kajari Pematangsiantar Agust Wijono dalam jumpa pers di Kejari Pematangsiantar, Rabu (24/2/2021) sore.
Menurut Agust Wijono, dari pemeriksaan berkas perkara tidak cukup bukti bahwa ke empat tersangka yakni DAAY, ESPS, RS, dan REP bisa didakwa kasus penistaan agama karena mereka adalah petugas medis fornsik khusus menangani covid-19. Kemudian dua di antara mereka petugas forensik dan dua lagi perawat.
Sebelumnya empat pria tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Djasamen Saragih Pematangsiantar, Sumut, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Pematangsiantar. Mereka dijerat Pasal 156 Huruf a Juncto Pasal 55 Ayat 1 tentang Penistaan Agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Ke empatnya dijerat kasus penistaan agama usai memandikan jenazah wanita di ruang forensik di rumah sakit milik pemerintah daerah itu pada 20 September 2020. Ke empat tersangka yakni DAAY, ESPS, RS, dan REP menjadi tahanan kota karena jasa mereka masih dibutuhkan di (RSUD) dr Djasamen Saragih Pematangsiantar masa pandemic covid-19. Dua di antara mereka petugas forensik dan dua lagi perawat.(Matra/Asenk Lee Saragih)
Posting Komentar