Menkominfo Johnny G Plate.(Istimewa/Matra) |
(Matra, Jakarta) – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) mendata ada sekitar 800.000 situs penyebar hoax. Dengan begitu, media massa nasional tetap diperlukan untuk berperan memerangi situs-situs penyebar hoax tersebut, dengan menyajikan informasi yang kredibel dan akurat.
“Ada 800.000 situs penyebar hoax di Indonesia, ini luar biasa pasukan penyebar hoax ini. Hoax ini racun bagi masyarakat kita makanya kita harus memerangi hal ini dengan tetap menyajikan informasi, konten-konten kredibel,” ujar Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Pemred), Kemal Gani, saat Konvensi Nasional Media Media Massa Hari Pers Nasional (HPN) di Jakarta, Senin (8/2/2021).
Menurutnya, menyajikan informasi yang akurat, informasi yang kredibel tetap diperlukan oleh masyarakat. Jadi, prinsip-prinsip adanya kesesuaian fakta, sumber informasi yang kredibel dan berimbang, prinsip akurasi, tetap harus dijalankan dan dihadirkan kepada masyarakat.
“Saya berbicara untuk semua platform baik cetak, online, televisi dan radio bagaimana di era pandemi ini yang banyak sekali berita hoax yang sifatnya simpang-siur, media nasional tetap hadir menyajikan konten-konten yang kredibel,” pungkasnya.
Aktual, Faktual, dan Akuntabel
Sebelumnya Menkominfo Johnny G Plate mengatakan kemajuan teknologi dan digitalisasi telah membuat cakupan pers dan media semakin luas. Untuk menghadapi tantangan digitalisasi dan berkembangnya media sosial, industri pers harus mampu membangun media massa yang aktual faktual dan akuntabel.
“Saya tentu berharap bahwa pada konvensi hari ini, rekan-rekan pers dan seluruh insan media dapat memperkuat komitmen bersama sekaligus memperluas peran media dalam membangun media massa yang aktual, faktual dan harus akuntabel. Ini penting untuk dilakukan, mengingat media adalah akselerator perubahan sekaligus pilar utama demokrasi,” kata Johnny G Plate saat menjadi pembicara dalam Konvensi Nasional Media Massa yang digelar secara virtual, Senin (8/2/2021).
Johnny menegaskan, saat ini pers didorong dapat bertransformasi dan beradaptasi dengan pesatnya teknologi dan dampak Covid-19. Menurutnya, digitalisasi membuat cakupan pers dan media massa semakin luas mengingat masyarakat semakin tergantung pada teknologi. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat terhadap akses informasi yang cepat dan gratis, meningkat dengan adanya digitalisasi ini. Hal itu dapat dilihat dari survei Nielsen tahun 2020, dimana pembaca media online ada 6 juta orang, sedangkan pembaca media cetak hanya 4,5 juta orang.
Hal yang sama terlihat dari survei Kemkominfo di tahun 2020, bahwa pembaca media cetak hanya 4%. Sedangkan sisanya, televisi 49,5%, pembaca media sosial 20,3%, membaca di situs web pemerintah 15,3%, pembaca berita online 7%, dan media lainnya 3,9.
“Dari survei kami, memperlihatkan dominasi media sosial sebagai kanal informasi yang paling dipercayai masyarakat. Ini perlu harus kita sadari. Masyarakat lebih mempercayai media sosial sebagai kanal informasi yang terpercaya. Sekitar 20% dari mereka menyatakan demikian,” terang Johnny G Plate.
Melihat fenomena tersebut, lanjut Johnny, pers dan media dituntut untuk merubah proses pemberitaan menjadi semakin ringkas dan efisien. Meski diterpa digitalisasi teknologi, pers dan media harus melakukan perubahan dalam berbagai proses bisnis. “Jangan sampai semangat memberitakan informasi aktual, faktual dan akuntabel itu menjadi berubah. Kita harus tetap waspada atas infodemik (informasi yang berlebihan) yang mengisi ruang berita melalui disinformasi, misinformasi yang dapat membingungkan masyarakat,” jelas Johnny G Plate.
Justru, tantangan digitalisasi harus dilihat sebagai peluang untuk memfasilitasi pelaksanaan tugas mulia insan pers dalam menyebarkan informasi guna mencerdaskan kehidupan bangsa terlepas tingkat persaingan yang meningkat, disrupsi teknologi, dan Covid-19. "Pers harus tetap mengedepankan fungsinya utamanya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa," kata dia.(Matra/Berbagaisumber/Asenk Lee)
Posting Komentar