Pelepasan ribuan lampion di Komplek Candi Muarajambi, Rabu 10 Mei 2017 malam. Pelepasan Ribuan Lampion Waisak 2561 BE itu dihadiri Gubernur Jambi H Zumi Zola Zulkifli. Pelepasan dilaksanakan pada tepat pukul 24.00 WIB. Foto PJN/IST
Pelepasan ribuan lampion di Komplek Candi Muarajambi, Rabu 10 Mei 2017 malam. Pelepasan Ribuan Lampion Waisak 2561 BE itu dihadiri Gubernur Jambi H Zumi Zola Zulkifli. Pelepasan dilaksanakan pada tepat pukul 24.00 WIB. Foto PJN/IST
Pesonajambi.net, Jambi-Perayaan Waisak atau memasuki tahun Buddhis ke 2561 BE 10-11 Mei 2017 umat Budha telah melakukan rangkaian Perayaan Waisak itu sejak sepekan lalu. Seperti pengambilan Air Suci telah dilakukan Bhikku di Danau Gunung Tujuh Kerinci Selasa 2 Mei 2017 lalu. Kemudian sejumlah Vihara di Jambi juga melakukan Ibadah khusus. Sedangkan puncak acara Waisak 2561 BE dipusatkan di Komplek Percandian Muarojambi.
Tema Perayaan Waisak 2561 BE 2017 sesuai Shain (Shang Agung Indonesia) Tentang Memahami Kebhinekaan dalam Kebersamaan.
Pelepasan ribuan lampion di Komplek Candi Muarajambi, Rabu 10 Mei 2017 malam sebagai puncak dimulainya Perayaan Waisak. Pelepasan Ribuan Lampion Waisak 2561 BE itu dihadiri Gubernur Jambi H Zumi Zola Zulkifli. Pelepasan dilaksanakan pada tepat pukul 24.00 WIB.
Rintik-rintik air hujan yang turun membasahi kawasan Candi Muarojambi Rabu (10/5/2017) malam, tidak mengurangi semangat umat Budha untuk hadir mengikuti perayaan waisak di Candi Muarojambi.
Pantauan menunjukkan, pada pukul 22.30, tampak para umat Budha, mulai memadati kawasan percandian Muarojambi untuk melaksanakan Ritual Puja Bakti yang akan dilaksanakan pada pukul 23.00 WIB.
Para Bhikkhu, telah duduk di tempat yang telah disediakan, tepat di depan Candi Tinggi, percandian Muarojambi. Tampak juga Patung-patung Budha berukuran kecil berjejer tersusun mengelilingi candi. Begitupun patung Budha berukuran besar telah ditempatkan tepat di depan pintu candi.
Sekitar 3000 umat Budha dari 20 Vihara dan organisasi Buddhis di Jambi berkumpul di Komplek Candi Muarojambi melaksanakan ibadah pada hari Waisak termasuk Bhikkhu dari negeri Thailand, Nepal, China, Bhutan. Detik-detik waisak jatuh pada pukul 04.42 wib. Warga Jambi juga ikut serta menikmati pertunjukan pelepasan lampion itu.
Memperingati Hari Tri Suci Waisak umat Buddha yang ke 2561BE, seluruh Umat Buddha yang tergabung dari seluruh Vihara di Provinsi Jambi mengadakan Puja Ritual Waisak di Situs Percandian Agama Buddha Candi Muarojambi.
Candi yang berada di Kabupaten Muarojambi ini, merupakan candi terluas di Asia tenggara, serta candi tertua yang pernah ditemukan sebelum candi Borobudur di Jawa tengah.
Pengurus sekaligus Panitia Pelaksana Perayaan Hari Waisak 2561BE-2017di Jambi Darmawan, mengatakan, tak kurang dari 1500 pelita dinyalakan pada perayaan waisak di Candi Muarojambi.
“Setiap tahunnya lebih dari 1000 pelita. Ini sumbangan dari umat. Pelita akan dinyalakan pada saat pelaksanaan Pelita Darma di Hari Waisak. Pelita Dharma memiliki makna penerangan. Dimana pelita yang dinyalakan dipercayai sebagai penerang jalan hidup seorang ummat Budha dalam mengarungi kehidupan,” katanya.
Penyalaan pelita ini juga bagian dari rangkaian pelaksanaan hari Waisak. Pelita Dharma akan dinyalakan pada tanggal 11 Mei 2017, tepat di Hari Waisak.
“Ini juga bagian dari bentuk Patidana untuk keluarga kita yang sudah meninggal. Melalui rangkaian upacaya dan pembacaan doa bersama. Pada hari Waisak selain Pelita Dharma juga ada upacara Pradakshina. Pada perayaan Waisak ini dihadirkan Sangha atau Rohaniawan dari Lampung dan Jogja untuk memimpin upacara ibadah di Vihara Sakyakirti Jambi,” katanya.
Disebutkan, begitu juga Samanera dan Samaneri dari Jogja dan Lampung hadir tanggal 9 Mei lalu sebanyak 40 orang. “Tema yang kita angkat tahun ini sesuai Shain (Shang Agung Indonesia) Tentang Memahami Kebhinekaan dalam Kebersamaan," ujar Darmawan.
Pada tanggal 10 Mei kemarin telah digelar upacara Pradaksina. Yakni mengelilingi lingkungan Vihara pada pagi hari. Selain itu ada ibadah masing-masing sekte dan pelepasan lampion dan ditutup dengan Fangsen dan Mandi Rupang yang akan berlangsung di Candi Muarojambi.
Rangkaian Kegiatan Waisak 2561BE
Sebelumnya, jelang Waisak 2561 Budhis Era, sejumlah pengurus dan panitia penyelenggara perayaan mulai sibuk berbenah. Sepertu terlihat di Vihara Sakyakirti yang berlokasi di Jalan Diponegoro, Kelurahan Talang Jauh, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi pada Senin 8 Mei 2017 sore lalu.
Sejumlah panitia tengah mempersiapkan Mangkok Pelita di dua ruangan Pemujaan di dalam kawasan Vihara Sakyakirti. Kemudian di ruang utama dan ruangan sembahyang Pagida Avalokitesvara yang berlokasi di sebelah kiri pintu masuk vihara.
Mangkuk gelas dengan dua model besar dan kecil ini tersusun rapih di rak-rak kayu tepat di sisi kiri kanan pintu masuk kedua ruangan sembahyang tersebut. Selanjutnya diisi dengan minyak dan ditaruh sumbu di atas minyak. Setiap mangkuk pelita tertera nama maupun toko atau perusahaan. Ada juga yang menyematkan nama orang tuanya sudah wafat pada pelita tersebut.
Sementara Vihara Vimuttara yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk Jelutung, dipilih sebagai tempat Rapat Koordinasi Persiapan Panpel Waisak 2561 Budhis Era (BE), 2017 yang akan dilaksanakan di Candi Muarajambi pada 10 - 11 Mei 2017.
“Pada pelaksanaan hari waisak ini, akan hadir sekitar 3.000 umat Buddha yang berasal dari berbagai daerah di dalam negeri, bahkan dihadiri Bhikkhu dari negeri Thailand, Nepal, China, Bhutan, dan lainnya”, kata Ketua Panitia Waisak 2561 Budhis Era (BE), 2017, Rudy Zhang.
Momen ini tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Buddha Jambi karena dapat menjadi tuan rumah pelaksanaan Hari Tri Suci Waisak yang pertama kali digelar di Sumatera berskala Internasional.
Dukungan Pemerintah Provinsi Jambi besar harapannya, mengingat Jambi nantinya bisa lebih dikenal luas di berbagai negara sebagai pusat wisata religi umat Buddha, dengan akses yang baik pada situs Percandian agama Buddha di Muarojambi tentu menjadi daya tarik bagi wisatawan, secara tidak langsung menjadi pemasukan devisa dari sektor pariwisata.
Pada Sabtu 6 Mei 2017 lalu sudah digelar press conference yang dihadiri oleh Luangpor Somporn Bhikkhu dari Thailand, Romo Jampa Wongchai selaku pembina Vihara Vimuttara, Rudy Zhang ketua panitia perayaan hari suci waisak, Wang Suwandi penasehat Panitia pelaksana, dan Hartadinata Winita S.kom sebagai ketua koordinator Humas dan Publikasi.
“Acara waisak di kawasan percandian Buddha terbesar di Asia tenggara bersama Vihara/ Cetiya/ T.I.T.D Se-Provinsi Jambi akan dimulai pada tanggal 10 Mei 2017, yaitu Puja Bhakti pkl.23.00 Wib, Pelepasan 1.000 Lampion Keselamatan Bangsa pada pukul 01.00 Wib, detik-detik Waisak pada pkl.03.00-05.00 Wib, Pradaksina dan Puja waisak pada pkl.07.30-11.00 Wib, dilanjutkan Pemandian Buddha rupang dan Pelepasan hewan pada Pkl.11.00-12.00 Wib.” ujar Rudy Zhang.
Kata Rudy Zhang mengatakan konsep Waisak padukan ritual Waisak dengan kegiatan bersifat atraktif dan punya nilai jual. “Artinya kegiatan yang dilaksanakan di candi Muara Jambi ini kita dorong sebagai promosi destinasi wisata. Supaya kawasan Percandian menjadi world heritage dan promosi kepariwisataan," katanya.
Air Suci Waisak Dari Danau Gunung Tujuh Kerinci
Sebelumnya Bhikku dan tujuh orang umat, didampingi oleh Disbupar Provinsi Jambi dan dan Disbudpar Kabupaten Kerinci mengambil Air Suci di Danau Gunung Tujuh Kerinci, Selasa 2 Mei 2017 lalu.
Diantara kegiatan Waisak dimulai sejak 1 Mei lalu hingga kegiatan puncak 10- 11 Mei. Satu kegiatan pendukung dilakukan seperti pengambilan Air Suci di Danau Gunung Tujuh Kerinci. Sedangkan pengambilan Api Abadi di Ujung Timur dan Ujung Barat Provinsi Jambi.
“Sengaja kita ambil di gunung, karena kita cuma butuh air yang murni dan biasanya itu dari gunung," katanya. Diambilnya air suci ini bertujuan agar umat Budda dapat kembali ke kesucian. Seperti air gunung. Acara puncak Perayaan hari raya Waisak di Jambi telak dilangsungkan sejak 1 Mei hingga 10-11 Mei di Candi Muarojambi.
Perwakilan Disbudparpora Provinsi Jambi, Amril bangga kepada umat Budha di Jambi. Meskipun tidak ada anggaran untuk kegiatan ini, namun umat Budha ikut berperan promosi destinasi Candi Muarajambi.
Vihara VIMUTTARA Jambi
Dalam setiap Perayaan Hari Tria Suci Waisak tidak terlepas dari keberadaan Vihara. Satu dari 20 Vihara yang ada di Jambi yang selalu ramai adalah Vihara Vimuttara Jambi. Vihara Vimuttara Jambi ini berdiri pada Tanggal 25 Oktober 2015. Vihara Vimuttara beralamat di Jalan Hayam Wuruk Lorong Teratai No 6-7 RT 35 Kelurahan Jelutung Kecamatan Jelutung Kota Jambi.
Vihara Vimuttara sendiri merupakan Vihara bermazab atau beraliran Theravada berciri khas Thailand dan dibawah bimbingan Majelis Umat Buddha Theravada Indonesia. Vihara Vimuttara sebagai salah satu destinasi wisata religi juga dikenal dengan Vihara Batu di Kota Jambi karena hampir seluruh bangunan dan isi dari Vihara tersebut terbuat dari Batu Alam.
Karena tangga dari bangunan ini menggunakan batu granit serta dinding dari bangunan Vihara ini terbuat dari batu marmer serta beberapa batu sungkai yang didatangkan dari pengrajin batu di Bangko.
Di pintu utama Vihara Vimuttara Jambi kita langsung dapat melihat Rupang Jhinarat-Chin Na Rat yang merupakan Rupang Buddha pada saat Sang Buddha mencapai penerangan Sempurna.
Rupang Buddha Tidur atau Rupang Sang Buddha Parinibana, 7 Rupang Hari Lahir sebagai objek melambangkan hari Lahir umat manusia, Seluruh Rupang tersebut dari Kuningan berlapis emas yang didatangkan langsung dari Thailand.
Dialtar tersebut juga dapat kita temui Rupang Buddha yang terbuat dari Giok Putih yang didatangkan dari Myanmar. Di kiri kanan altar pintu utama juga terdapat lukisan Burung Hong dan Naga, serta di sebelah kiri dari pintu utama terdapat lukisan Pohon Bodhi, Roda Dhamma serta Naga, yang dalam lukisan ini terdapat cerita dalam riwayat hidup Sang Buddha.
Seluruh lukisan ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup rumit dan membutuhkan waktu pembuatan hingga 2 bulan dan didatangkan langsung dari Thailand. Disebelah kanan menaiki tangga ke lantai 2 terdapat taman mini yang digunakan untuk berfoto sebagai studio mini.
Di Altar utama lantai 2 Vihara Vimuttara juga terdapat Rupang Buddha yang terbuat dari Pohon Bodhi yang berada di Bodhgaya India, Pohon Bodhi ini merupakan pohon saat Sang Buddha duduk bermeditasi mencapai penerangan sempurna.
Serta terdapat Rupang Buddha yang dibuat oleh pengrajin Candi Borobudur, Jawa Tengah. Di altar utama juga terdapat Relik (sisa pembakaran dari Orang Suci) Tulang Sang Buddha yang diberikan langsung oleh Almarhum Raja Thailand.
Di seluruh Bangunan Altar Utama lantai 2 Vihara Vimuttara Jambi dikelilingi oleh Rupang – Rupang Buddha dari berbagai Negara diantaranya Nepal, Thailand, Myanmar, Vietnam, Laos, India, Malaysia.
Salah satu Rupang batu yang cukup menarik adalah Rupang Buddha yang terbuat dari Batu Sungai Mekhong, Laos atau yang terkenal disebut sebagai Batu Naga.
Di lantai 4, kita bisa temui Rupang Buddha Phatom, Phatom artinya Pertama, Rupang ini merupakan wajah pertama Rupang Sang Buddha yang dibuat oleh Masyarakat Thailand sebelum bermunculan rupang Buddha di negara Thailand.
Di sudut kanan lantai empat juga terdapat rupang Arahat Sivali atau yang lebih dikenal dengan Rupang Rejeki. Alkisah diceritakan pada jaman Sang Buddha dahulu, setiap para Bhikkhu atau murid Sang Buddha melaksanakan kegiatan Pindapatta (Menerima dana makanan dari umat dengan cara berjalan mengelilingi rumah-rumah warga) dan kesulitan mendapatkan dana makanan maka para Bhikkhu akan menyertakan Sivali, setiap Sivali melaksanakan Pindapatta maka akan banyak umat yang memberikan dana makanan.
Di sebelah rupang Sivali terdapat Rupang Buddha Naga Vimut yang terbuat dari Batu Giok Hijau Muda, Alkisah dari rupang ini adalah saat Sang Buddha baru mencapai penerangan sempurna dan melaksanakan meditasi selama 7 hari, Sang Buddha didanggu oleh Dewa Mara (setan pengganggu dengan berbagai wujud).
Saat meditasi Sang Buddha yang tak tergoyahkan oleh dewa Mara dan Ular Virupakha (Ular Cobra Raksasa) membuat ular Virupakha melindungi Sang Buddha dengan cara memayungi Sang Buddha menggunakan kepalanya. Di Thailand memiliki versi tersendiri dimana ular Virupakha lebih dipercaya sebagai naga berkepala tujuh.
Disudut kiri lantai empat bangunan ini uga terdapat Rupang Dewa Catur Muka (Dewa Empat Wajah) yang melambangkan dari ajaran Sang Buddha yaitu Cinta Kasih, Kasih Sayang, Kebijaksanaan, Batin yang tak tergoyahkan.
Dipuncak Pagoda Vihara Vimuttara terdapat Rupang Buddha yang diberikan langsung oleh Almarhum Raja Thailand dan Vihara Vimuttara Jambi merupakan satu-satunya Vihara di Indonesia yang mendapatkan Rupang tersebut, didalam Rupang Buddha tersebut telah ditanamkan juga relik dari tulang Sang Buddha.
Disebelah gedung Vihara Vimuttara juga berdiri gedung Kuti Bhikkhu sebagai tempat tinggal Bikkhu selama berada di Vihara Vimuttara Jambi.
Sedangkan didepan Gedung Kuti, Vihara Vimuttara juga memiliki Gedung Sekolah Minggu Buddha tersendiri sebagai sarana pendukung untuk kegiatan anak-anak Sekolah Minggu Buddha. Vihara Vimuttara beralamat di Jalan Hayam Wuruk Lorong Teratai No 6-7 RT 35 Kelurahan Jelutung Kecamatan Jelutung Kota Jambi.
Peradaban Budha di Candi Muarojambi
Kompleks Candi Muaro Jambi adalah salah satu candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang saat ini berada di Provinsi Jambi. Berbagai artefak peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya ditemukan di komplek candi ini.
Diketahui bahwa Candi Muarojambi adalah salah satu universitas, alias kampus, peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Hal tersebut diungapkan oleh arkeolog dari Kementerian Pendidikan dan Budaya, Agus Widiatmoko.
“Ada kemiripan antara Candi Muaro Jambi dengan Universitas Nalanda di India,” kata Agus di tengah acara Komunitas Jelajah Budaya di Museum Bahari, Jakarta, Maret 2017 lalu.
Agus mengatakan diperkirakan saat Kerajaan Sriwijaya berjaya sekitar tahun 784, mereka mengutus mahasiswanya untuk belajar di Universitas Nalanda. Sriwijaya juga diketahui membangun 2.000 kamar dan satu perpustakaan untuk mahasiswanya di India.
“Saat ajaran Buddha Dharma di India mengalami kehancuran karena invasi dari negara lain, maka Universitas Nalanda berpindah ke Sumatera atau ke Candi Muarojambi,” kata Agus.
Lulusan Candi Muarojambi yang kembali ke India akhirnya melakukan reformasi agama di Tibet. Maka sampai saat ini, menurut Agus, ada beberapa doa di Tibet yang menyebutkan nama-nama guru di Nusantara.
Candi Muarojambi terletak di Danau Lamo, Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, dekat dengan Sungai Batang Hari. Kawasan komplek percandian Muarojambi memiliki 82 reruntuhan (menapo) bangunan kuno.
Saat ini sudah ada delapan bangunan candi yang telah dilakukan ekskapasi atau pemugaran dan pelestarian secara intensif oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi.
Wisatawan Religi
Sebelumnya Jelang Hari Raya Waisak, umat Budha yang ingin menjalani ritual di Candi Muarojambi mulai memadati Bandara Sultan Thaha Jambi sejak Kamis 5 Mei 2017 llau. Ratusan umat budha dari berbagai kota seperti Bandung, Jakarta terlihat di pintu kedatangan bandara, bahkan diantara mereka terlihat ada yang membawa bendera kecil sambil menunggu jemputan dari panitia yang ada di Jambi.
Koordinator rombongan Bhiksu Nirmana Sasana atau Xue Hua dari Caitya Avalikitesvara Vidya Sasana dan Vihara Budhi Bandung menjelaskan jika kedatangan mereka untuk mengikuti ritual di Candi Muarojambi.
“Tujuannya kita akan menjalani ritual di Candi Muarojambi nanti kita akan menjalani ritual mendoakan kesejahteraan Indonesia, kepada seluruh mahluk dan umat manusia lah agar lebih senang dan makmur, tentram serta sehat,” ujarnya.
Ia juga memperkenalkan kepada Uumat Budha akan situs bersejarah yang tak hanya berada di Jawa, namun Jambi yang berada di kawasan Sumatera juga memilikinya. Pria yang sebelumnya sudah pernah ke candi yang sama ini tak pernah menyangka jika ritual sekaligus wisata ini dapat diikuti ratusan orang.
Jika saja pendaftaran peserta tak ditutup diyakini jumlah mereka yang ikut ke Jambi akan lebih banyak lagi. Dikatakannya kepada umat budha ini jika pengaruh budha tak hanya di Kerajaan Airlangga namun mencakup kerajaan Sriwijaya yang dapat ditemui di Candi Muarojambi dan hal ini yang membuat mereka (umat) sangat antusias.
Selain ke Jambi, mereka juga akan mengunjungi Vihara dan berbagai tempat wisata yang ada di Jambi. Kunjungan ini meruapakan kali ke tiga setelah sebelumnya mereka mengunjungi Candi Borobudur, dan Plaosan yang telah dilakukan dalam rentang dua tahun sekali. Foto-foto Istimewa. (PJN/Asenk Lee)
Posting Komentar